41 : [L] [T]⁻¹

496 71 26
                                    

02 Mei 2022

Suara dentingan sendok saling beradu memenuhi ruangan. Aroma wangi masakan khas Nenek mulai membaur ke setiap indera penciuman. Ditambah, suara takbir menggema di setiap penjuru.

Para anak kecil itu berlari-lari dengan baju barunya lengkap dengan sepatunya yang mengkilap. Sakunya penuh dengan permen coklat yang didapatnya dari rumah ke rumah. Belum lagi, THR selalu menjadi hal yang paling di tunggu setiap hari raya.

"Aku dapat THR mwleee... kamu nggak dapat!"

"Nenek aku mau itu!"

"Kamu dapat berapa? Aku sepuluh ribu."

"Aku nolnya ditambah satu."

"Punyaku nolnya sepuluh!"

"Punyaku nolnya se Indonesia... dari sabang sampai merauke."

"Emangnya ada? Mana coba? Nggak ada, kan? Tukang bohong, tukang bohong, giginya ompong!"

Rumah Sakha pagi itu sudah ramai seusai salat eid. Seluruh keluarga besarnya sudah berkumpul sejak malam takbiran. Suasana seperti ini yang selalu dia rindukan. Suara manis para keponakannya membuat Sakha teringat dengan masa-masa kecilnya.

Sakha melihat itu sambil tersenyum. Dia berdiri di ambang pintu kamar dengan pakaiannya yang rapi. Baju koko dengan kombinasi batik tampak membuatnya lebih tampan. Dipadukan dengan sarung warna putih.

"Sarungmu Wadimor, ya, Kha?"

"Wadidaw kali, Mas!" Sakha menjawabnya dengan lelucon.

Mas Retno tertawa. Sepupu yang paling tua itu suka sekali mengganggunya.

"Katanya teman-teman sekolahmu itu mau ke sini, kok belum datang juga mereka? Ndak jadi datang tho, Le?"

"Paling agak siangan dikit, Nek. Tapi bentar lagi ada yang mau dateng ke sini." Dia melirik jam di pergelangan tangannya. Pukul delapan pagi. Harusnya Nesya dan teman-teman sudah sampai.

"Siapa? Pacarmu?" Ibunya pun tiba-tiba menyahut ketika hendak membereskan tumpukan piring di meja.

"Bukan, Mah. Cuma teman. Teman semisi, seperjuangan," balas Sakha antusias.

"Semisi opo tho, Le? Sampean ojo kakean petingkah. Kancanan iku sing apik yo, Le. Mboten pareng aneh-aneh."

(Semisi apa? Kamu jangan kebanyakan petingkah. Temenan itu yang baik ya. Jangan aneh-aneh)

"Ya pokoknya teman semisi seperjuangan gitulah, Nek. Teman-teman yang lagi berjuang sama-sama buat masuk perguruan tinggi. Teman belajar."

Nenek mengangguk mengerti. Sampai kemudian, suara ketukan pintu mengalihkan obrolan itu. Sakha dengan sangat antusias berlari dan membukanya.

Itu pasti mereka.

"Welcome to my home, guys!" Begitu pintu terbuka, hal yang pertama kali mereka lihat adalah keluarga besar yang tengah berkumpul dengan sangat bahagia. Ada canda tawa di dalamnya. "This is my family."

Mereka berempat mematung. Rasanya mereka iri ingin memiliki kehidupan sempurna seperti itu. Ada orang tua lengkap, nenek, sepupu, paman, bibi, keponakan, semuanya ada. Mereka lupa rasanya keharmonisan keluarga itu seperti apa.

Dulu Nesya bahagia, hidupnya tanpa tuntutan, tapi sejak dia memiliki seorang adik, semua berubah. Tapi Raihan sama sekali tidak pernah merasakan punya keluarga yang utuh. Ibunya pergi lebih cepat sebelum dia tumbuh besar. Dia tidak ingat seperti apa suara ibunya, bahkan rupanya pun dia lupa. Lantas bagaimana perasaan Arash melihat ini? Ketika orang tuanya sudah berpisah karena egonya masing-masing? Bagaimana dengan kehidupannya yang selama ini selalu sendiri? Atau Sofia tidak akan menangis detik ini jika papanya masih hidup dan mama tidak berubah layaknya monster paling mengerikan.

UTBK : Misteri di Balik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang