52 : Enchanting Pleasures

481 80 22
                                    

Sayup terdengar suara petikan gitar dari kamar. Raihan terbangun begitu intro sebuah lagu dimainkan dengan asal, menyambut jam delapan paginya dengan sangat tidak menarik di telinga. Kemudian disusul dengan alunan suara yang mengundangnya datang mendekat.

Malam ini hujan turun lagi
Bersama kenangan yang ungkit luka di hati

Perlahan ia membawa langkahnya turun. Menemukan seseorang yang dengan ria memainkan gitar kuno itu.

Luka yang harusnya dapat terobati
Yang kuharap tiada pernah terjadi

Kedatangannya membuat petikan nada terhenti beserta alunan suaranya. Dengan kasar ia merebutnya.

"Apa-apaan lo mainin gitar gue!" tukasnya kasar.

"Yaelah pinjam doang kali! Pelit amat lo!" Arash mencetus sebal, "tadi gue mau bilang, tapi lo-nya masih tidur sih! Nggak tega gue bangunin. Gue tahu lo masih capek!"

Raut wajah Raihan layuh. Amarah yang hampir menggebu-gebu seketika redup saat mendengar satu pengertian yang dianggapnya mustahil, tak percaya.

"Lagu tadi tuh punya intro yang bagus. Tapi lo maininnya kurang pas. Harusnya dari kunci C ke G, A minor, terus habis itu ke F." Raihan memberi contoh, "gini...." mulai dengan satu kunci pertama. Potongan-potongan nada itu membuai sempurna.

"Gitu?"

Raihan mengangguk. "Terus masuk ke verse---"

"Kenapa nggak lo aja yang genjreng, gue yang nyanyi?"

"Lagu yang tadi?"

"Iya."

"Oke, lanjutin liriknya."

Diary Depresiku. Lagu yang menjadi sambutan manis di pagi mereka, kini kembali mengalun.

Kuingat saat ayah pergi dan kami mulai kelaparan
Hal yang biasa buat aku hidup di jalanan

Kalau saja benar itu sebuah lagu, seharusnya hatinya tidak terluka. Tapi baginya, itu adalah sebuah mantra ramalan. Yang mengingatkannya pada detik ketika sang ayah memilih pergi.

Di saat ku belum mengerti arti sebuah perceraian
Yang hancurkan semua hal indah yang dulu pernah aku miliki

Dan benar saja. Setiap bait lagu tersebut, benar-benar meramal hidupnya.

Wajar bila saat ini
Kuiri pada kalian
Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah

Lalu rumah bukan lagi tempat pulang paling ramah.

Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan

Bahkan bertahan pada sebuah kenyataan adalah sesuatu yang paling menyakitkan.

"Lo suka Last Child?"

"Suka. Band lokal favorit gue!"

"Because the songs related to your life?"

Laki-laki itu mengangguk. Dia menyembunyikan wajahnya dengan sedikit mengusap sesuatu yang hendak keluar dari mata.

"Lagu-lagunya tuh kayak mantra buat gue. Dan lagu yang tadi benar-benar gambarin hidup gue banget."

Untuk pertama kalinya Raihan terlihat bukan satu-satunya orang yang ingin Arash bunuh. Entah sejak kapan, tiba-tiba dia seperti menyayangi laki-laki itu. Rasanya mungkin seperti ini memiliki seorang kakak.

"Next, let's play the song 'Seluruh Nafas Ini'."

Petikan gitar itu mulai menyempurnakan potongan-potongan nada yang lain. Berpadu dalam melodi, menyatu dalam harmoni. Dan potongan nada itu benar-benar sesuatu.

UTBK : Misteri di Balik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang