34 : Altruism Hypothesis

482 71 6
                                    

Mama tahu Sofia tidak bisa berenang. Dan di situ adalah satu titik kelemahannya. Tapi setiap ada masalah antara keduanya, mama tidak segan-segan menenggelamkan Sofia atau mengguyurnya di kamar mandi hingga anak itu menggigil. Bukan berupaya agar Sofia mati. Melainkan untuk membuat anak itu kapok dan tidak lagi mengulangi perbuatan yang tidak mama sukai. Tapi menurut Sofia, perbuatan mama padanya adalah salah satu usaha untuk membuatnya mati.

Sofia tidak suka itu. Sofia membenci mama ketika mama berubah layaknya monster paling mengerikan.

"Ma, Sofia minta maaf! Sofia tahu kalau perbuatan Sofia itu salah. Tapi Sofia capek selalu menuruti maunya Mama yang nggak sanggup Sofia lakuin."

"Jadi kamu mau membantah Mama?! Kamu mau durhaka sama Mama?!"

Plak!

Tamparan sudah jadi hal yang biasa. Tapi entah mengapa, rasanya tetap saja sakit.

"Mama kenapa, sih, Ma?! Mama berubah semenjak papa nggak ada. Mama selalu pukulin Sofia, Mama siksa Sofia, dan Mama selalu paksa Sofia apa pun yang Mama mau. Mama nggak pikirin gimana perasaan Sofia? Apa Mama udah nggak sayang sama Sofia? Jawab, Ma!"

Monster yang semula terlihat menakutkan, kini berubah menjadi memilukan. Mama terdiam begitu kalimat tadi meluncur dari mulut Sofia. Wajahnya memerah, seolah ada amarah yang sengaja terpendam.

"Jawab, Ma! Sofia mau tahu!"

Mama mencengkeram lengan Sofia, menariknya ke tepian kolam. Banyak daun-daun yang jatuh dan mengotori seisi kolam. Seingatnya, mama selalu rutin membersihkan kolam seminggu sekali. Tapi semenjak dia tinggal di asrama, kolam di rumahnya jarang dibersihkan. Atau barangkali mama bosan karena tidak ada sesuatu yang bisa beliau tenggelamkan di dalamnya.

"Kamu mau tahu kenapa Mama keras ke kamu?! Supaya kamu jadi orang benar, Sofia. Selama ini kamu cuma merepotkan Mama!"

"Tapi Mama nggak pernah jadi ibu yang benar buat aku, Ma! Mama berubah!"

Mama menamparnya lagi. Rasanya gigi geraham Sofia sampai ngilu.

"Kamu tahu, Sofia, papa ninggalin Mama gara-gara kamu. Semua karena kamu!" Kemudian mama mendorongnya hingga nyaris terjelabak.

"Insiden perampokan tahun lalu nggak ada hubungannya sama Sofia, Ma. Sofia disadera sama perampok itu dan papa berusaha buat nolongin Sofia emang itu hal yang salah, Ma?!"

"Kalau kamu nggak pulang malam dan kunci pintu rumah dengan benar, itu semua nggak akan terjadi, Sofia! Perampokan itu pasti tidak akan terjadi dan papa masih hidup. Semua karena kecerobohan kamu!"

Bayang-bayang kejadian itu kembali memenuhi ingatan Sofia. Saat itu, dia baru saja pulang belajar kelompok dari rumah temannya tengah malam. Mama tahu itu dan marah. Perdebatan singkat saat itu terjadi dan Sofia lupa mengunci pintu ketika hendak masuk. Dan disitulah insiden tersebut dimulai.

"Kamu dari mana saja, sih, Sof?" kata mama sambil menaikkan sakelar lampu.

"Belajar kelompok, Ma."

"Belajar kelompok sampai tengah malam? Yang benar saja kamu!"

"Tadi ada pesta kecil-kecilan gitu di rumah teman. Jadi agak kemalaman. Udah, ya, Sofia capek mau tidur." Gadis itu berjalan lunglai.

"Jangan lupa kunci pintunya." Suara mama mulai terdengar samar-samar. Bahkan Sofia pun tidak mendegar jelas. Tapi begitu Sofia menyahut, sosok mama sudah tidak ada di sana. Menghilang tiba-tiba.

"Ma, mama bilang apa tadi? Mama? Ma? Ah, mama apaan, sih! Di panggil nggak nyahut! Udalah bodo amat! Capek gue!"

Mama benar, Sofia memang ceroboh. Tapi mama tidak bisa menyalahkan begitu saja perihal kematian papa. Itu sudah menjadi takdir yang Tuhan gariskan. Dan manusia mana yang bisa menawar kematian?

UTBK : Misteri di Balik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang