50 : UTBK

492 76 10
                                    

Universitas Indonesia, 17 Mei 2022

UTBK gelombang pertama dimulai hari ini. Puluhan siswa dari berbagai sekolah telah memenuhi Gedung Fasilkom, Universitas Indonesia, untuk melaksanakan tes ujian masuk perguruan tinggi hari pertama.

SBMPTN, menjadi satu-satunya harapan Raihan setelah dua tahun gagal di jalur yang sama. Dia menggenggam kartu ujiannya kuat-kuat. Sedikit tegang. Ketika tadi memasuki area gedung, rasanya seperti memasuki arena peperangan.

"Ini tahun terakhir kamu di SBMPTN kan, Raihan? Apa tidak sebaiknya kamu masuk swasta saja, Nak? Atau Papa bisa kirim kamu ke luar negeri."

Dia ingat bagaimana sang ayah menaruh harap padanya, untuk sesekali menurunkan ambisinya, sesekali menyadari bahwa dia tidak mampu mengejar sesuatu itu. Namun dengan keras Raihan percaya, dia bisa.

"Gue nggak bisa! Gue nggak mau ikut campur lagi sama urusan penjoki. Ini kesempatan terakhir gue buat ikut UTBK, gue nggak mau kalau sampai gagal lagi karena gue ikut campur urusan mereka."

Atau hari ketika Nesya memohon bantuannya untuk kembali menyelidiki kasus itu sama-sama, Raihan tahu, bahwa menyetujui permohonan Nesya adalah kesalahan yang fatal. Karena mengungkit kembali masalah itu sama artinya dengan mencari mati. Dan Raihan sudah lama terjebak dalam lubang kematian, yang justru lubang itu digalinya semakin dalam. Lebih parah dari itu, membawa beberapa nyawa ikut terjebak di dalamnya.

"Paling enggak butuh enam orang!"

Dan sebuah syarat yang dia berikan pada Nesya, adalah...

"Kayaknya satu per satu dari kita bakal mati!"

...tumpukan bom waktu.

Satu ledakan pertama, alasan seseorang memilih mundur.

"Guys, makasih, ya, udah kasih gue kesempatan buat jadi bagian dari tim kalian. Itu seru banget. Ya walaupun gue nggak sempat ikut aksi besar-besaran kalian di Yogyakarta nanti. Gue nggak apa-apa."

Bom yang dapat diatur kapan ia harus meledak. Secepat hitungan jam, sesempurna pada ketukan metronom, ledakan itu benar-benar terjadi.

"Udah dengar kabar soal Sakha?"

"He's died. Dan semua itu salah gue!"

Yang dia takutkan, sisa tumpukan bom yang lain, akan meledak secara bersamaan.

"Santai, bro! Nggak usah nervous. Kan udah pernah tahun lalu!"

Raihan sedikit deja vu. Ingatannya tidak luput tentang pertama kali dia pernah menginjakkan kaki di tempat yang sama. Tentang bagaimana dia tidak berhenti melafalkan doa, berharap dapat memusnahkan ketakutan yang menjalar di pikirannya.

"Sofia di mana?"

"Kumpul bareng anak-anak cewek."

Percakapan itu terhenti, persis setelah para petugas menginstruksi untuk segera memasuki ruang ujian, memeriksa para peserta satu per satu menggunakan metal detector.

Ruang lab 1107 adalah ruang yang sama.

Suhu ruangan yang awalnya biasa saja, tiba-tiba terasa dingin. Ditambah penghuninya yang satu per satu kian menegang, menatapi layar komputer di depannya yang menampilkan informasi log in peserta.

Raihan duduk di meja depan, baris ketiga. Jauh dari Arash dan Sofia yang tempat duduk mereka ternyata bersebelahan.

Suasana yang sebelumnya hening, kini teralihkan dengan suara pengawas yang mulai membacakan tata tertib ujian.

"Tidak diperkenankan keluar ruang ujian selama ujian berlangsung!"

Jemari seseorang terangkat, otomatis menghentikan ucapan pengawas.

UTBK : Misteri di Balik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang