69 : Left Behind

487 74 18
                                    

"Pukulan keras yang mengenai kepala anak Ibu, berdampak pada fungsi otak. Dan saya sangat menyesal harus mengatakan hal ini..." seorang wanita bersneli itu mengambil napas, "bahwa kemungkinan besar anak Ibu akan mengalami gegar otak."

Nita tidak sanggup menerima fakta itu. Dia terjatuh lemas, menangisi takdir yang tidak pernah mampu dia ubah. Nita hanya mampu untuk mengacaukan segalanya. Bahwa semua ini terjadi atas keegoisannya sendiri.

"Dan tidak hanya itu, Bu. Psikis anak Ibu juga terganggu."

"Anak saya tidak gila, kan, Dokter?"

"Saya tidak bilang begitu. Tapi saran saya, sebaiknya Ibu bawa anak Ibu ke psikiater. Supaya mendapat penanganan lebih lanjut." Terakhir, sebelum wanita bersneli itu meninggalkan rumah Nita---ralat, rumah William---ia memberikan resep obat yang harus Nita tebus di apotek. "Sekali lagi, Bu, kami para dokter bukan Tuhan. Kami tidak bisa menjamin semuanya akan kembali normal. Apalagi, ini bukan pertama kalinya anak Ibu mengalami amnesia. Kami hanya bisa menolong semampu kami."

Arash mendengar semua itu. Tentang penderitaannya. Batinnya tak terima. Dia berteriak, dia frustrasi sejadi-jadinya. Dia... telah terjebak dalam sebuah permainan konyol yang sudah lama game over. Namun, tidak ada lagi player yang me-replay permainan itu.

Semuanya benar-benar berakhir. Iya, benar-benar kalah.

"Arash, cukup! Berhenti pukul kepalamu sendiri!" Jeritan dan tangisan laki-laki itu semakin mengeras. Sakit ini baginya adalah bencana. "Bunda minta maaf, sayang. Semua gara-gara Bunda. Bunda sudah egois, sampai Bunda tidak memikirkan keselamatan kamu. Tapi tolong cukup, Arash, cukup! Bunda nggak mau lihat kamu sakit lagi!" Wanita paruh baya itu menarik tubuh Arash yang mengamuk tak karuan. Kemudian memeluknya untuk memberikan rasa nyaman.

"Apa salahku? You are very cruel to me, Mom!"

"Enggak. Kamu nggak salah sama sekali. Bunda yang salah. Bunda minta maaf atas kekacauan yang sudah Bunda lakukan."

Tatapan Arash kosong. Dia tidak tahu apakah yang Nita katakan benar-benar tulus. Apakah wanita itu hanya berpura-pura untuk permainan lain lagi?

"Aku membencimu." Dia terisak di pelukan Nita. Lalu kembali berbisik, "I really hate you, Mom! I'm sorry!"

Salahkah ia membenci orang yang telah menghancurkan hidupnya? Salahkah ia membenci orang yang telah menghilangkan ingatannya? Salahkah... ia membenci perempuan yang belasan tahun lalu susah payah melahirkannya?

Beritahu Arash jika ia salah!

***

29 Juni 2022

"Silakan masuk!"

Rianti datang bersama Galih. Mereka berdua bergegas cepat menghubungi polisi setelah mendapat notes yang Sofia kirim hari itu. Kini sudah tiga hari setelah notes itu sampai di tangan polisi, belum ada tanda-tanda Sofia, Nesya, maupun Raihan ditemukan.

Tim kepolisian pun sudah berbagi tugas. Pencarian ART yang memegang rahasia itu masih terus dilakukan. Sampai akhirnya Rianti menemukan sebuah kotak di kamar Sofia, berisi berkas-berkas penting sisa penyelidikan.

"Saya Rianti, ibunya Sofia. Dan ini Galih, temannya."

Berkas itu yang membawa Rianti dan Galih datang menemui Nita, alih-alih untuk bertemu Arash.

"Jadi kedatangan kami kemari untuk membahas masalah yang menyangkut anak-anak kita, Bu."

Mengenai penyelidikan itu dan tentang segalanya yang Rianti tahu, dia menceritakannya pada Nita. Bahkan dari isi kotak itu, satu hal yang membuat Rianti curiga... tulisan tangan Sofia yang dibuatnya ketika misi itu dilakukan di Jogja.

UTBK : Misteri di Balik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang