Tlah ku nyanyikan alunan-alunan senduku
Tlah ku bisikkan cerita-cerita gelapku
Tlah ku abaikan mimpi-mimpi dan ambisiku
Tapi mengapa ku takkan bisa sentuh hatimu-Serina Munaf
Bab 57
Lampu mobil menyorot ke arah jalan pemakaman Teratai Indah. Raihan bersama seseorang berhenti di tengah gelapnya malam dalam kesunyian. Mungkin terasa mencekam. Tapi dalam dirinya, dia meyakini bahwa dunianya memang seharusnya seperti ini.Gelap.
Penuh rahasia.
Yang membuatnya tercekat.
"Ini nggak salah jalannya ke sini? Tapi kayak nggak ada pemukiman deh."
Keratih mengangguk-angguk saja. Kemudian gadis misterius itu menunjuk arah belokan jalan, dan meminta Raihan untuk berhenti di sana.
"Di situ."
Malam ini tim telah sepakat bahwa misi dihentikan sementara. Untuk memberi celah sekaligus mengelabui impostor bahwa selama ini tidak ada yang merasa sudah menang.
"Kalau kita jalani misi dengan sempurna, kita bisa semakin dibodohi. Jadi sebaiknya, malam ini kita libur."
"Yang bener aja?! Lo mau anak-anak pengguna joki itu dapat skor bagus?"
"Justru itu. Kalau setidaknya ada sepuluh peserta yang berhasil gunain joki, bukannya kita jadi lebih mudah dapat bukti kalau mereka emang curang? Karena ada bukti yang real dan kita nggak akan dituduh bohong. Tapi kalau kita berantas semuanya, kita nggak punya bukti kecurangan mereka."
Raihan menggunakan kesempatan kosong itu untuk menemui Keratih setelah gadis itu selesai kuliah. Entah ada rahasia apa di antara mereka sehingga jadi sedekat ini setelah Yogyakarta yang pertama kali mempertemukannya.
"Mobilnya tidak bisa masuk. Berhenti di sini saja!" Keratih melepas seat belt lalu buru-buru berjalan keluar.
"Ratih, tunggu, Ratih!" Laki-laki itu mengejarnya. Untuk pertama kali, seorang Raihan menaruh pesona pada wanita. Dan mungkin benar, Jogja memang punya cerita. "Gue antar lo sampai rumah."
Mereka berjalan melewati pemakaman. Ini jalan yang aneh. Padahal Raihan pikir tidak ada pemukiman di area kuburan seram seperti ini. Ternyata ada gang kecil dengan rumah yang jaraknya pun jauh dari rumah-rumah yang lain. Dan pasti itu rumah Keratih.
"Ini rumah lo?"
Rumah dinding kayu, lantai masih tanah, dan genteng teras pun masih menggunakan daun kelapa. Keratih tidak punya kunci logam. Pintunya hanya dikunci menggunakan bambu---sebenarnya untuk menahan agar pintu tidak terbuka.
"Terima kasih sudah diantar. Kamu bisa pulang."
Oke. Sekarang Raihan punya lawan; lawan yang lebih kaku darinya.
"Lo nggak perlu sekaku itu sama gue, Ratih. Biasa aja. Ngomongnya juga nggak usah pakai bahasa baku. Gue berasa ngomong sama kamus."
"Kalau aku berbicara dengan bahasa jawa kamu tidak mengerti." Keratih memasuki rumah, sementara Raihan menguntitnya dari belakang. "Aku memang begini. Kalau tidak suka, tidak usah dekat-dekat."
"Oke."
Di dalam tidak ada yang namanya sofa. Atau minimal kursi dan meja untuk menerima tamu. Hanya ada bangku kayu panjang, atau masyarakat Jawa menyebutnya lincak. Karena itu satu-satunya yang ada, Raihan mendudukinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
UTBK : Misteri di Balik Layar
Misteri / ThrillerSemua dimulai setelah pengumuman SNMPTN. Ini pertama kalinya tercatat dalam sejarah di SMA Indonesia Persada. Dari puluhan siswa yang mendaftar hanya satu di antara mereka yang lolos. Hal itu membuat para siswa kesal dan menduga adanya tindak kecura...