Pukul dua belas, acara berakhir. Karyawan yang mendapat stempel lebih dari satu membantu memadamkan api unggun dan sisa acara. Sedangkan yang lain, bisa beristirahat.
Diara yang juga bertanggung jawab sebagai panitia, ujung-ujungnya ikut membantu. Dia memasukkan kertas ke bowl dan stempel yang dibeli Prita secara diam-diam. Lantas dia memasukkan ke tas dan mengangkatnya.
"Stempel tadi mana?"
"Ha?" Diara menoleh dan melihat Jevar.
"Stempel."
Terpaksa Diara meletakkan tas di meja dan mengeluarkan stempel. Dia menyerahkan ke Jevar sambil menatap penuh tanya. Rambut lelaki itu terlihat berantakan dan ada keringat di sekitar pelipis. Memang udara, jadi agak gerah setelah Diara dipaksa berdiri bersama Petto.
"Gue belum ngucapin selamat," ujar Jevar sambil menatap Diara. "Hadiah dari gue ini aja!" Lantas dia menekan stempel itu di kening Diara.
Mata Diara melotot. "Ngapain, sih?"
"Hadiah!" Jevar menjawab santai dan menutup stempelnya. Setelah itu dia mengembalikan di tas dan menjauh.
"Woy! Maksud lo apaan, sih?" teriak Diara, tapi Jevar tetap menjauh.
"Lo utang cerita!"
Diara menoleh dan mendapati Prita. Wanita itu merebut tasnya dan menyampirkan di pundak. Diara mengedarkan pandang, melihat Petto membantu memindahkan panggangan. "Nanti gue ceritain," ujarnya sambil mengejar langkah Prita.
"Gimana bisa gue nggak tahu kalian pacaran?"
"Emang sengaja nggak ngasih tahu."
"Gue juga nggak lihat gelagat kalian, lagi!" Prita mengusap kening. "Gue terlalu percaya Petto temen kampus lo."
Diara merangkul Prita. "Tapi sekarang udah tahu, kan?"
"Kalau nggak ketahuan lo nggak akan ngaku!"
"Malah sempet mau ngaku pas acara," jawab Diara sambil tersenyum geli. "Eh, ternyata kepergok. Mana tadi ada yang ngegosipin."
"Ra!"
Prita menoleh mendengar suara itu. "Tuh, pacar lo!" Dia melepas rangkulan Diara kemudian menjauh. "Inget, ya! Jangan aneh-aneh."
"Mau aneh-aneh gimana di sini ada tente gue," gumam Diara. Perhatiannya lalu tertuju ke Petto. Lelaki itu tampak menahan tawa setelah beberapa langkah.
"Apa itu?" Petto memegang kening Diara.
Barulah Diara ingat ada stempel di keningnya. "Si Jevar! Katanya ngucapin selamat."
"Sama, dong! Bedanya gue dikasih angus!" Petto menunjukkan rahangnya terdapat noda hitam. "Tuh, anak emang suka ngerjain."
Diara mengedarkan pandang. Area samping telah sepi. Dia menarik tangan Petto menuju kursi di pinggir halaman. "Bentar, deh!"
"Apa?" tanya Petto melihat Diara yang memeluk perut. "Sakit perut?"
"Gue masih nggak nyangka."
"Gue juga gitu!"
Diara memegang pundak Petto dan menekannya. "Reaksi mereka bisa heboh gitu, ya? Lo lagi, ngapain meluk?"
"Kan, lo bilang mau pingsan," canda Petto. "Kalau inget tadi, gue nggak bisa bayangin wajah malu kita."
"Mana anak-anak banyak yang ngrekam!" Diara mengusap kening. "Tapi, untunglah kita nggak perlu sembunyi lagi."
Petto menarik tangan Diara dari pundaknya. Dia menggenggam tangan dingin itu dan mengusapnya pelan. "Tempatnya bagus. Kapan-kapan liburan ke sini, ya! Mau nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
All Over Again
General Fiction[ALL SERIES 3] Diara memiliki hubungan rahasia dengan Petto, mantannya saat kuliah dan mereka sekarang satu kantor. Di saat seperti itu, ada Jevar yang banyak digandrungi wanita di kantor. Banyak yang menebak jika kelak Diara yang berhasil mendapatk...