AGAIN-32

208 51 18
                                    

"Jadi, selama sebulan hasilnya seperti ini."

Diara dan Prita menatap grafik yang menunjukkan penghasilan selama sebulan. Diara menatap buku catatan dan melihat berapa orang yang bulan ini menggunakan jasa perusahaanya. "Tapi juga ada yang pergi tanpa kabar."

Pak Wawan yang mendengar itu menggerakkan tangan. Diara segera menyerahkan notesbook-nya. Dia membaca daftar-daftar itu dan menatap anak buahnya. "Sosial media sudah lebih aktif, kan?"

Seli yang bertugas untuk membuat konten sosial media seketika mengangkat tangan. "Bulan ini agak turun, Pak. Karena saya membantu tim lain." Dia melirik ke Jevar dan teman lainnya. "Tapi, saya usahakan."

Pandangan Pak Wawan tertuju ke Jevar. Dia mengernyit karena merasa ada satu orang lagi yang belum terlihat. "Yang biasanya sama kamu?"

Jevar duduk tegak. "Beliau sakit, Pak."

"Oh...." Pak Wawan kembali menatap depan. "Lanjutkan!"

Bu Sesha menekan mouse wireless-nya dan melanjutkan presentasi. "Jika hasilnya terus sama, maka persentase...."

Diara tidak begitu mendengarkan. Dia menatap notesbook-nya dan mencoret-coret bagian bawah. Setelah itu dia beralih ke lembar selanjutkan dan menuliskan apa yang didengar. Meski tidak dia pahami.

"Oke! Setidaknya bulan ini lebih ada peningkatan," ujar Pak Wawan sambil berdiri. "Saya minta, sosial media lebih aktif lagi. Kalau bisa kita punya beberapa koten Youtube. Selain itu, saya akan membenarkan web perusahaan agar lebih bagus."

Semua orang tersenyum kecuali Diara yang menunduk. Prita yang sadar tindakan Diara segera menyenggol lengannya. Namun, hal itu membuat Diara segera berdiri dan membungkuk.

"Haha...."

Diara menoleh dan melihat semua orang masih duduk. Dia lalu menatap Pak Wawan yang menatapnya tajam. "Ah, maaf!" Dia kembali duduk lalu menutup wajah.

Jevar yang melihat itu hanya diam, tidak tertawa seperti karyawan lain. Dia tahu, Diara tidak bisa konsentrasi pasti pikirannya tertuju ke Petto. Jevar lalu menatap ke Pak Wawan yang berdiri di tengah. "Tim kami akan bekerja keras, Pak!"

"Terima kasih atas dedikasi kalian. Semoga kita selalu solid!"

"Iya, Pak!" Semua karyawan menjawab.

Pak Wawan menatap Bu Sesha dan menggerakkan tangan. Setelah itu dia keluar dan menuju ruangan seberang. Sedangkan karyawan lain, mulai membereskan barang-barangnya.

"Lo ngelamun, Ra?" tanya salah seorang.

Prita melirik Diara yang duduk sambil memegang pulpen. Dia berdiri dan menepuk Diara. "Fokus." Setelah itu dia keluar.

"Haha. Gue pikir lo jadi zombie, Ra!"

Tidak ada respons dari Diara. Dia sadar telah mempermalukan diri. Yah, ini semua karena dia tidak henti berpikir.

"Nggak usah terlalu dipikirin," ujar Jevar setelah karyawan lain keluar. Dia tetap di posisinya, bahkan duduk bersandar dengan santai.

Perlahan Diara mengangkat wajah. "Dia hubungi lo lagi?"

"Enggak!"

Diara mengambil ponsel dan tidak mendapati pesan dari Petto. "Dia bahkan nggak hubungi gue sama sekali."

"Mungkin dia ngerasa lo udah tahu kalau dia sakit," ujar Jevar. "Kan, lo tadi sama gue."

"Tetep aja, dong! Gue pacarnya!"

"Yah! Kadang masih pacaran aja ingin memiliki berlebihan!" Jevar berdiri dan menyambar tabletnya. "Nggak pulang?"

Diara menutup notesbook-nya dan berdiri. "Pulanglah. Lo pikir gue penunggu sini?"

All Over AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang