AGAIN-55

305 58 17
                                    

Di lantai apartemen yang dingin, lelaki yang masih mengenakan setelan kantor dan sepatu itu berbaring terlentang. Matanya nyalang menatap langit-langit. Sedangkan pikirannya, tertuju ke kejadian tadi siang.

Diara hamil.

Kenyataan itu membuat pikiran Jevar buyar. Dia kaget, syok, sedih dan tidak tahu harus bagaimana. Bagaimana mungkin?

Mata Jevar terpejam. Apakah dia masih mencintai Diara? Jevar masih merasakan cinta itu, tapi tetap syok.

Diara nikah diam-diam?

Jika itu yang terjadi, tamatlah sudah kisah cinta Jevar. Dia harus segera melupakan daripada terus sakit hati. Plus, dia tidak ingin mengganggu hubungan orang.

Bagaimana jika Diara belum menikah?

Jevar seketika terduduk. Dia mengacak rambut memikirkan kemungkinan itu. "Apa anak Petto?" gumamnya. "Enggak! Gue nggak boleh mikir buruk."

Tapi kayaknya iya.

Tanpa sadar, Jevar menghubungkan serangkaian kejadian sebelumnya. Diara dan Petto pulang bersama kemudian Diara sempat cuti. Ternyata dua orang itu putus. Beberapa bulan kemudian dia hamil.

"Bisa jadi," gumam Jevar. "Ah, tapi ngapain gue terlalu mikir, sih!" Dia memukul kepala dan menarik rambut.

Drttt....

Saat pikirannya sedang kacau, ponsel di saku celana Jevar bergetar. Dia berdiri, merogoh saku kemudian melanjutkan langkah ke kamar. Saat melihat pesan yang masuk, dia langsung terdiam kaku.

Diara: Besok boleh bareng lo ke kantor?

Jantung Jevar berdegup lebih cepat, seperti biasa saat berinteraksi dengan Diara. Selain itu dia juga merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Diara yang cuek tiba-tiba menghubunginya lebih dulu dan ingin berangkat ke kantor bersama.

"Artinya gue masih cinta dia," gumam Jevar. "Gue terima keadaan lo, Ra! Semoga gue nggak salah."

Jevar: Besok gue jemput.

Senyum Jevar tidak kunjung hilang, setelah mendapat pesan seperti itu.

***

Tin... Tin....

Wanita yang masih memakan roti itu segera berdiri. Dia menyeruput susu cokelat meski di mulutnya masih penuh roti. Pandangannya lalu tertuju ke mamanya yang masih sibuk memasak. Ibu jarinya bergerak ke arah belakang kemudian melambaikan tangan.

"Pelan-pelan, Ra!"

"Ya!" jawab Diara. Dia melewati garasi, memakai flatshoes kemudian berjalan keluar.

Dari kejauhan, Diara melihat Jevar duduk di bangku kemudi. Entah lelaki itu kenapa, tapi terlihat mengusap rambut beberapa kali. Diara lantas mendekat dan Jevar menyadarinya. Lelaki itu menghentikan kegiatannya dan tersenyum.

"Hai...," sapa Jevar sambil membuka pintu penumpang.

Diara masuk mobil dan memakai sabuk pengaman. Dia menatap Jevar sedangkan lelaki itu melirik perutnya. Refleks dia mengusap perut itu dan Jevar membuang muka.

"Sorry!" Jevar tidak sadar telah memperhatikan perut Diara sampai seperti itu. Dia lalu melajukan mobil keluar dari komplek perumahan Diara.

Diam-diam, Diara melirik lelaki di sampingnya. Kemarin, Jevar terlihat syok. Jelas, karena perutnya membuncit, meski dia yakin Jevar sudah menyadari perubahan tubuhnya. "Yang diomongin anak-anak kantor bener."

"Soal?" tanya Jevar sambil melirik Diara sekilas.

"Gue hamil." Diara memilih mengaku. Tidak mudah mengatakan kehamilannya ke orang lain. Tenggorokannya tercekat dan pikiran buruk seketika berkecamuk. Entahlah, dia seperti menebak-nebak isi pikiran orang tentangnya.

All Over AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang