"Lo nggak...."
"... nggak tahu!" Diara duduk di ranjang mengusap rambut ke belakang. Dia menatap luar, melihat langit masih gelap. Napasnya terasa tercekat dan matanya mulai panas.
Petto berdiri di depan ranjang sambil mengatur napas yang memburu. Dia mencoba tenang, meski pikiran buruk mulai bermunculan. "Sekali aja nggak apa-apa kok."
Diara menatap Petto. "Gimana kalau gue...."
".... nggak langsung kok."
"Ya, tapi." Diara menepuk kepala beberapa kali. "Kenapa kita jadi kehilangan kendali?"
Petto menunduk, mengurut pangkal hidung, lalu menatap Diara lagi. "Ra. Udah, nggak akan langsung jadi kok."
Diara berharap begitu. Namun, itu bukan kuasanya. Bagaimana jika hal buruk terjadi? Dia mengusap perut kemudian menyibak selimut.
"Mau ke mana?" tanya Petto khawatir.
"Mandi."
"Lo marah, kan?"
Kaki Diara terasa bergetar begitu menginjak lantai. Dia duduk di ranjang dan menatap Petto. "Ya marahlah."
"Lo cuma nyalahin gue?" tanya Petto. "Atau lo pikir gue udah rencanain semuanya?"
"Gue nggak pernah mikir gitu."
"Terus kenapa marah?"
Diara menunduk. "Gue marah ke diri gue sendiri," gumamnya. "Harusnya gue bisa nahan dan kejadian itu nggak terjadi."
Petto mendekat hingga berdiri di hadapan Diara. Dia menarik kepala wanita itu dan mendekatkan ke dadanya. "Sorry. Harusnya gue bisa jaga lo."
"Andai ada apa-apa lo mau tanggung jawab, kan?" tanya Diara dengan bibir bergetar. Dia melingkarkan tangan ke pinggang Petto dan mengeratkan pelukan. "Iya, kan?"
Napas Petto terasa tercekat. "Ra! Sekarang bukan tanggal...."
"... gue nggak tahu!" potong Diara. "Gue nggak pernah perhatiin kayak gitu."
"Ya udahlah."
Diara mendongak menatap Petto yang begitu khawatir. "Lo mau tanggung jawab, kan?"
Petto menunduk, melihat wajah Diara yang tampak pias. Lalu ada bulir air mata yang mulai membasahi pipi. Petto mengusap pipi itu dengan ibu jari.
Napas Diara tercekat. Dia mendorong tangan Petto dan memaksakan diri ke kamar mandi. "Lo jahat!"
"Ra!" Petto menuju kamar mandi dan berusaha membukanya. Sayangnya, Diara segera mendorong dan mengunci dari dalam. "Belum kejadian."
"Meski belum kejadian setidaknya lo jawab!" tuntut Diara. "Bikin pikiran gue makin berantakan, deh!"
"Iya!" Petto menjawab dengan kencang.
Diara terdiam. Dia tidak salah dengar, kan? Seketika Diara membuka pintu kamar mandi dan melihat Petto berdiri kaku.
***
Clup....
Sreek... Sreeek....
Alat pel yang basah itu mulai mengenai lantai. Sebagai seorang bujang, Jevar tentu hanya bisa mengandalkan diri sendiri. Termasuk bersih-bersih rumah. Meski tidak setiap hari bersih-bersih, setidaknya saat kelihatan mulai kotor dibersihkan. Entah itu berapa hari atau bahkan berapa minggu sekali.
Jevar menggerakkan alat pel itu ke bawah meja dapur. Dia membungkuk, memastikan debu-debu kotor itu telah hilang. Sebelumnya dia telah menyapu, ternyata lantai masih terasa kotor. Itu artinya, dia harus melakukan kegiatan yang juga dibenci. Mengepel.
KAMU SEDANG MEMBACA
All Over Again
General Fiction[ALL SERIES 3] Diara memiliki hubungan rahasia dengan Petto, mantannya saat kuliah dan mereka sekarang satu kantor. Di saat seperti itu, ada Jevar yang banyak digandrungi wanita di kantor. Banyak yang menebak jika kelak Diara yang berhasil mendapatk...