Tapi yang gue butuhin sekarang menjauh dari orang-orang. Terutama cowok!
Kalimat Diara beberapa detik yang lalu membuat Jevar terdiam. Sungguh, Diara berkata seperti itu? Artinya itu sebuah penolakan, kan? Atau Jevar yang belum tahu artinya?
"Aaaaah!" Jevar menggeram sambil menarik rambutnya kencang. Setelah kepalanya terasa sakit, barulah dia menjauhkan tangan. Namun, sedetik kemudian dia menarik rambutnya lagi.
Kulit kepala Jevar terasa berkedut, tapi rasa itu tidak seberapa. Dia mengacak rambut lagi kemudian berbaring di ranjang. Kedua tangannya tak henti bergerak, mengepal, memukul, meremas sisi ranjang dengan brutal.
"Baru kali ini gue ketemu cewek yang susah banget didapetin," gumam Jevar dengan napas memburu. "Diara."
Jevar tersenyum kecut. Beberapa bulan terakhir dia gencar mendekati Diara, tapi wanita itu tetap acuh tak acuh. Dia tetap tidak menyerah meski mendapat penolakan. Namun, kalimat barusan membuatnya kalah.
"Enggak!" Jevar seketika terduduk. Diara belum mengatakan penolakan. "Maksudnya, dia bilang gue nolak lo." Jevar mengangguk dengan senyum tipis.
Sedetik kemudian Jevar mengernyit. "Tetep aja lo udah ditolak!" Dia membingkai kepala dan kembali menarik rambut jauh lebih kencang. "Aduh, rambut gue!" Barulah setelah itu dia mengusap kepala dengan lembut.
Napas Jevar masih terasa naik turun. Dia ingin menganggap itu hal biasa. Namun, tetap saja dia kepikiran. "Ra! Lo sukes bikin gue frustrasi." Jevar kembali berbaring dan menatap langit-langit kamar sambil setengah melamun. Tiba-tiba dia teringat, saat pertama kali dia bertemu Diara.
Hari itu Jevar ada interview setelah jam makan siang. Namun, satu jam sebelum itu dia sudah datang. Pertama karena memang sudah tidak ada pekerjaan lain. Yah, dia sempat menjadi pengangguran, hingga akhirnya mendapat panggilan wawancara.
Saat sampai di kantor, Jevar belum melihat ada calon karyawan lain. Dia memutuskan menuju lobi, tapi tempat itu sepi. "Bener nggak, sih, ini kantornya?" Lantas dia mengedarkan pandang. Kantornya nanti jauh lebih kecil daripada tempat kerjanya dulu. Namun entah kenapa, dia yakin tempat ini jauh lebih nyaman.
"Lo lihat ekspresinya tadi nggak? Haha. Mukanya merah banget."
"Bener. Lo, sih, terlalu ngerjain orang."
"Nggak sengaja."
"Hahaha...."
Jevar mengernyit mendengar dua orang yang bercanda. Namun, dia tidak kunjung melihat ada seseorang yang mendekat. Akhirnya dia berjalan menuju sumber suara.
"Hah! Lo siapa?" Wanita yang mengenakan kemeja putih dengan motif bunga-bunga berwarna orange mengusap dada. Dia mengernyit, melihat lelaki yang tampak asing itu. "Ada yang bisa saya bantu?"
"Ya!" Jevar terdiam menatap dua wanita itu. Salah satu wanita hanya diam sambil membawa gelas minuman. "Saya mau interview."
"Nanti, ya, setelah jam makan siang. Silakan ditunggu." Wanita berkemeja putih itu menggerakkan tangan menuju sofa lobi.
"Makasih!" Jevar berbalik dan menuju ruang tunggu.
"Hahah. Gue masih pengen ketawa!"
Perhatian Jevar teralih. Dia menatap wanita yang mengenakan kemeja hitam dengan rok span berwarna putih. Rambut wanita itu digerai indah dan tampak bergerak pelan saat angin berembus. Ekspresinya terlihat lepas dan senyumnya manis.
"Kayaknya bakal jadi inceran yang lain," gumam Jevar tanpa mengalihkan pandang.
Wanita itu tiba-tiba menoleh. Jevar menunduk hormat dan wanita itu melakukan hal yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
All Over Again
General Fiction[ALL SERIES 3] Diara memiliki hubungan rahasia dengan Petto, mantannya saat kuliah dan mereka sekarang satu kantor. Di saat seperti itu, ada Jevar yang banyak digandrungi wanita di kantor. Banyak yang menebak jika kelak Diara yang berhasil mendapatk...