AGAIN-57

324 60 18
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh. Mama Diara mulai ke dapur untuk membuat sarapan. Saat melewati tangga, perhatiannya teralih. Perasaannya menjadi was-was. Seperti ada tangan yang meremas hatinya.

"Diara mau dibuatin apa, ya?" gumam Mama Diara sambil menaiki tangga. "Ra! Kamu mau sarapan apa? Roti atau nasi?" Seminggu terakhir Diara sering sarapan roti gandum dan membuat bekal.

Mama Diara membuka pintu dan merasakan kamar anaknya begitu dingin. "Ra!" panggilnya sambil berjalan menuju kamar mandi. "Kamu masih mandi? Mau sarapan apa?"

Tidak ada respons.

"Ra!" teriak Mama Diara sambil menempelkan telinga di pintu. Dia tidak mendengar suara gemercik air. "Kamu di dalem, kan, Ra?"

Masih tidak ada respons.

Mama Diara membuka pintu dan mencium aroma anyir yang cukup kuat. Dia mendorong pintu dan melihat sebuah kaki. "Ya ampun, Diara!" Lantas dia mendekat, mendapati bilik shower itu berbau anyir. Diara tergeletak tidak sadarkan diri dan di lantai terdapat darah yang bercampur dengan air.

"Diara!" Mama Diara terduduk dan menepuk tangan anaknya. "Ra!" panggilnya sambil melihat paha Diara yang memerah karena darah.

Mama Diara seketika bangkit dan berlari menuju nakas. Dia mengambil ponsel Diara, tapi benda itu terkunci. Akhirnya dia memencet panggilan darurat dan menghubungi ambulan. "Halo...," ujarnya panik.

Setelah menghubungi ambulan, Mama Diara kembali ke kamar mandi. Suaminya ada dinas, Derio juga tidak pulang. Artinya, hanya dirinya harapan Diara. "Sayang! Bangun," panggil Mama Diara. "Diara. Kamu bisa bangun, kan?"

Mama Diara menangis dalam diam. Dia melihat wajah Diara pucat dan bibirnya kering. Kedua tangannya lalu mengusap lengan Diara yang terasa dingin dan lembab. "Harusnya mama tidur nemenin kamu, Ra!"

***

Jevar datang lebih pagi karena sebelumnya Diara sudah menunggunya di teras. Dia tidak ingin membuat wanita itu menunggu lagi. Belum lagi kemarin sempat terlambat.

Saat mobil Jevar berbelok ke komplek perumahan, dia melihat mobil ambulan keluar. Dia menatap sekilas dan tetap mengemudi menuju rumah Diara. Saat itulah, dia melihat beberapa orang berkumpul di depan pagar. Padahal, komplek perumahan itu selalu sepi.

"Bu, ada apa, ya?" tanya Jevar setelah turun dari mobil.

"Anak dari rumah itu dibawa ke rumah sakit."

Mata Jevar seketika membulat. "Diara maksudnya?" tanyanya panik. "Dibawa ke rumah sakit, mana?"

"Wah, kalau itu saya tidak tahu."

"Makasih, Bu!" Jevar berlari menuju mobil dan mengemudikan kendaraannya dengan cepat. Dia harus mengejar ambulan tadi dan mengikuti Diara.

Wajah Jevar seketika berubah pias. Beruntung dia memutuskan datang lebih pagi. Andai terlambat beberapa menit, dia tidak akan tahu kondisi Diara.

Mobil putih itu melaju kencang, menyalip beberapa pengendara lain. Jevar menahan napas beberapa kali dengan rahang mengeras. Apa yang terjadi dengan Diara?

"Ah, itu!" Jevar lega melihat mobil ambulan dari kejauhan. Dia menambah kecepatan, tidak ingin kehilangan jejak.

Beberapa menit kemudian, mobil ambulan itu berbelok ke sebuah rumah sakit. Jevar menekan sen dan membelokkan mobil ke halaman rumah sakit. Dia melihat Diara mulai dikeluarkan dari mobil.

Cittt.... Jevar menghentikan mobil di parkiran terdekat.

"Pak! Parkir di dalam."

Jevar menatap petugas yang memberikan perintah. "Tolong pindahin, Pak! Kuncinya masih di sana!" Dia tidak peduli lagi dengan mobilnya. Lantas dia berlari masuk dan tidak melihat brankar tadi.

All Over AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang