Rumah dua lantai itu sedikit terang oleh lampu depan yang menyala. Ruang tengah tampak temaram oleh lampu tempel. Sedangkan lantai atas, tampak gelap.
Petto masih di balik kemudi meski tiga puluh menit berlalu. Dia sempat melihat lampu kamar Diara menyala, tapi sepuluh menit yang lalu mulai padam. Selain itu, dia tidak melihat sekelebat Diara yang mengintip dari jendela.
Duk.... Kedua tangan Petto memukul kemudi. Diara tidak mudah percaya begitu saja. Bahkan, wanita itu terkesan dingin.
Petto menyandarkan kepala berganti memukul kening dengan kedua tangan bergantian. Dia berniat jujur, tapi sengaja mengetes respons Diara. Belum apa-apa wanita itu sudah menuduhnya. Dia tidak suka cara seperti itu.
Drttt....
Suara getar ponsel di dashboard terdengar agak kencang. Petto duduk tegak dan mengambil benda itu. Namun, bukan nama Diara yang muncul seperti harapan.
Catrin calling.
Petto tampak menimbang-nimbang. Dia yakin wanita itu ingat kejadian semalam. Bahkan, saat pagi tatapan wanita itu agak aneh. Seperti menatap penuh tuduhan.
"Dia pikir gue sengaja ngelakuinnya?" gumam Petto lalu mengangkat panggilan itu.
"Ngapain lo tadi ngintip bukannya pergi?"
Petto mendengus. "Gue masih pusing. Masa tetep nyetir?"
"Nggak ketahuan orang, kan?"
"Enggak!" jawab Petto. "Ada apa telepon gue?"
"Gue udah pesen tempat buat ulang tahun Jevar nanti. Lo bisa ke sini?"
"Ulang tahun dia emang kapan?" Petto mengacak rambut. "Gue nggak perlu dateng sekarang. Cukup kasih tahu alamatnya."
Di tempat lain, Catrin duduk di ruang VIP restoran sambil melahap kentang goreng. "Dua puluh hari lagi," ujarnya. "Gue mau ulang tahun dia spesial."
"Kalau dianya nggak mau?"
"Gue punya dua rencana. Cukup ajak dia makan sederhana," jawab Catrin. "Gue juga udah pesen ruang VIP." Dia menatap ruangan yang tidak terlalu luas, tapi cukup untuk menampung sampai sepuluh orang.
"Ya udah, pas hari H gue ke sana." Petto menjauhkan ponsel hendak mematikan sambungan. Namun, suara Catrin lebih dulu terdengar.
"Kok respons lo dingin? Inget kejadian semalem?"
Petto kembali menempelkan ponsel ke telinga. "Lo inget semuanya, kan?" tuduhnya. "Nggak ada yang terjadi, kan?"
"Hahaha...." Catrin duduk bersandar dan menyilangkan satu kaki. "Ternyata, lo bisa seliar itu."
"Woy!" teriak Petto. "Jangan ngada-ngada. Gue inget kita cuma ciuman doang!"
"Oh, ya? Siapa semalem yang minta lebih?" tantang Catrin. "Gue nggak gampang ngelakuin itu, apalagi ke orang yang baru gue kenal."
Petto terdiam dengan dada bergemuruh. "Gue mundur. Nggak akan bantuin lo."
"Yakin?" tanya Catrin. "Gimana kalau pacar lo tahu semalem kita ngapain?"
Sekarang Petto tahu mengapa Jevar tidak mau ke Catrin, padahal cantik. Wanita itu keras kepala dan melakukan segala cara agar tujuannya tercapai. Tanpa memikirkan orang lain.
"Lo lupa semalem ngomong apa?" Catrin menutup mulut saat tawanya hampir meledak. "Pacar gue nggak kayak lo, Rin."
Tenggorokan Petto tercekat. Dia menatap rumah Diara dengan dada diremas kuat. "Gue nggak sadar. Omongan gue nggak bisa dipercaya."
KAMU SEDANG MEMBACA
All Over Again
General Fiction[ALL SERIES 3] Diara memiliki hubungan rahasia dengan Petto, mantannya saat kuliah dan mereka sekarang satu kantor. Di saat seperti itu, ada Jevar yang banyak digandrungi wanita di kantor. Banyak yang menebak jika kelak Diara yang berhasil mendapatk...