AGAIN-37

202 42 9
                                    

Pagi hari di kantor, ada yang berkumpul di depan pintu toilet. Mereka melihat pintu yang sebelumnya baik-baik saja, kini penyok di bagian bawah. Akibatnya, setiap pintu itu digerakkan, terdengar suara patahan yang mengganggu telinga.

"Kemarin baik-baik aja, deh!" Seli ingat sebelum pergi meeting mampir ke toilet.

"Gue juga tahu." Prita kemarin juga ke toilet dan pintunya masih baik-baik saja.

"Ada apa ini?"

Seli, Prita dan karyawan lain menoleh. Bu Sesha mendekat dan terkejut melihat pintu itu penyok. Memang pintu kamar mandi bukan dari bahan kayu. Namun, dia tidak menyangka pintu itu akan rusak seperti itu. "Pasti ini ditendang, sih!"

"Jelas!" ujar Prita sambil mendekat. Kaki kirinya menyentuh sisi pintu, memperkirakan si pelaku saat menendangnya. "Mana kalau dibuka jadi gini...."

Kreekk....

Prita mengangkat kedua tangan ke atas setelah suara pintu itu terdengar. "Harus diganti, sih! Kalau enggak terus berisik," ujarnya. "Bayangin ada klien ke sini terus lihat pintunya kayak gini. Malu."

Bu Sesha mengangguk. "Pak Wawan juga nggak akan biarin pintu kayak gini," ujarnya. "Ya udah, bubar. Sambil cari tahu pelakunya."

Dari arah lift, lelaki yang memakai jaket bomber berwarna hitam keluar. Dia mengernyit melihat beberapa orang berjalan dari satu tempat yang sama. "Ada apa?"

"Ada yang ngerusak pintu," jawab Prita sambil lalu.

Tubuh Jevar menegang. Dia baru ingat dengan pintu yang kemarin ditendang. Lantas dia menuju toilet dan melihat pintu yang rusak. Jevar geleng-geleng, baru sadar tendangannya separah itu. Padahal, seingatnya hanya sebagian kecil yang penyok.

"Emang bener pintu toilet rusak?" Terdengar suara seseorang mendekat.

Jevar berbalik dan terkejut melihat Diara datang seorang diri. Dia bergeser, menjaga jarak. Setiap ada Diara dia langsung ingat kejadian kemarin.

Diara terdiam, menatap pintu yang kemarin baik-baik saja. Dia ingat sekali saat keluar, pintu itu masih normal. Lantas, dia menatap Jevar yang berdiri dengan kedua tangan dimasukkan ke saku. "Jangan-jangan."

"Ssttt...." Jevar meminta Diara diam.

Mata Diara memicing. "Tanggung jawab."

"Iya, tapi jangan kenceng-kenceng."

Diara menahan tawa. "Kemarin?" tanyanya sambil melirik pintu itu.

Jevar berdiri bersandar. "Harusnya nggak tanya, kan?"

"Kenapa?" Diara justru semakin penasaran. "Kalau ada masalah jangan kayak gitu!" Dia menepuk pundak Jevar kemudian menjauh. Saat itulah dia melihat Seli di ambang pintu ruang kreatif. Dia tersenyum samar kemudian melanjutkan langkah.

"Jadi, Jevar yang ngerusakin!" ujar Seli sambil kembali masuk.

"Jevar?"

"Lah, si Jevar?"

Seli menatap dua temannya yang sama-sama kaget. "Kayaknya, sih, gitu! Gue denger dari Diara."

"Sstt...."

Seli berbalik melihat temannya memberi kode. Dia mendapati Jevar yang berjalan masuk dengan kepala tertunduk. Pandangannya mengikuti lelaki itu hingga Jevar duduk. "Ada masalah?" tanyanya sambil mendekat. "Wajah lo?"

Jevar mengusap wajah. "Nggak ada kok."

"Emm...." Seli menoleh ke temannya yang tampak penasaran. "Gue denger omongan Diara. Emang bener?"

All Over AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang