AGAIN-45

216 40 6
                                    

Dua minggu terasa cepat bagi Diara. Dia tidak menyangka selama itu dia menghabiskan waktu di rumah. Jika dalam keadaan normal, dia tidak akan sebetah itu.

Sekarang, Diara kembali ke kantor. Tentu saja sebenarnya malas. Namun, mamanya sejak tadi heboh. Seperti dia baru bekerja dan tidak ingin terlambat.

Cit....

Motor Diara berhenti. Dia melepas helm dan meletakkan di spion. Setelah itu dia terdiam, masih malas.

"Oke! Nggak ada cara lain," gumam Diara kemudian turun dari motor.

Datang kembali untuk bekerja, mengingatkan saat pertama kalinya dia datang ke kantor untuk magang. Rasanya mendebarkan dan khawatir dengan penilaian orang lain. Bedanya, kali ini dia malas, tidak antusias seperti sebelumnya.

"Sudah lama sekali saya nggak lihat kamu."

Diara menatap depan dan melihat Pak Wangsa. "Pagi, Pak!" Dia mengangguk sopan kemudian berhenti melangkah.

Pak Wangsa mengernyit melihat tindakan itu. "Nggak mau naik?"

"Bapak duluan aja," jawab Diara sambil menggerakkan tangan.

Pintu lift di depan Pak Wangsa mulai terbuka. Dia menatap Diara ragu, kemudian memutuskan masuk. "Dia sengaja telat kayaknya."

Di luar, Diara baru mendekat setelah pintu lift tertutup. Dia menekan tombol kemudian bersedekap. Dia memang sengaja datang terlambat dan mengulur waktu.

"Wah! Siapa yang gue lihat?"

Perhatian Diara teralih. Dia melihat Prita yang mendekat sambil menggerakkan kedua tangan. Diara merentangkan tangan dan temannya itu memeluknya. "Kangen?"

"Lo ngapain aja, sih, sampai nggak masuk dua minggu?" tanya Prita sambil mengurai pelukan. Dia memperhatikan Diara yang jauh lebih kurus. "Turun berapa kilo?"

Diara menunduk. "Gue nggak sadar kalau kurus."

"Nggak mungkin. Emang di rumah lo nggak ada kaca?"

"Ada. Cuma males aja."

Prita tidak menganggap itu serius. Dia mengamit lengan Diara dan menghadap lift. Saat itulah benda itu terbuka. "Kerjan gue banyak selama lo nggak ada."

"Haha. Enak, dong!"

"Enak apaan?" Prita melepas rangkulannya.

"Tunggu!" Terdengar teriakan dari luar.

Prita yang berdiri dekat pintu segera menekan tombol henti. Dia melihat Ihsan yang masuk dengan napas ngos-ngosan. "Nggak telat kok."

"Tetep aja panik!" Ihsan lalu berdiri di samping Diara.

Napas Diara tiba-tiba terasa sesak. Dia bergeser ke belakang Prita dan menatap ke pegangan lift. "Huh...."

"Udah lama nggak ketemu Mbak Diara," ujar Ihsan melihat wanita cantik yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan. "Sehat, Mbak?"

Diara melirik sekilas. "Ya."

Prita berbalik, tapi Diara menahan pundaknya. Dia melirik Ihsan yang menatap Diara dengan bingung. Tangannya lalu terulur, menepuk lengan Ihsan. Barulah lelaki itu mengalihkan pandang.

Tring....

Mendengar suara itu, Diara segera menyelinap keluar. Dia bahkan tidak sengaja menyenggol lengan Prita. Dia bergegas ke ruangan dan menuju dispenser.

"Wah! Diara udah balik kerja," ujar Bu Sesha.

Diara tidak menjawab. Dia menegak minumannya hingga tandas. Bahkan, ada beberapa tetes air yang mengenai kemeja.

All Over AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang