Pizza limo tersaji di hadapan Diara dan Petto. Dua orang itu segera mengambil dan melahapnya. Petto lalu menatap Diara. "Enak?"
Diara mengangguk. "Ya. Cuma beda bentuk."
"Tapi, sensasinya beda, kan?" desak Petto. Dia yang memilih menu kesukaannya. Untungnya Diara kali ini nurut.
Sepotong pizza telah tandas. Diara mengambil lagi dan memakan sambil bersandar. Dia melirik Petto yang tidak mengalihkan perhatian. "Ngapain?"
Petto semakin terang-terangan menatap Diara. "Beneran gue kangen."
"Iya! Jangan dikasih tahu terus."
"Kenapa? Bikin deg-degan?"
Diara menahan tawa. Dia melahap pizza-nya dan meminum cola. Setelah itu dia melepas kacamatanya. Satu yang dia suka dari Petto kali ini, lelaki itu tidak memaksanya melepas kacamata. Padahal dia yakin, Petto penasaran.
Ekspresi Petto berubah melihat mata Diara yang tampak sayu dengan bagian sudut yang bengkak. Dia meletakkan pizza-nya lalu tangan kirinya terulur. Diara segera mendekat dan Petto mengusap sudut mata itu. "Udah berapa lama nangis?"
Diara menggeleng. "Nggak inget!"
"Pasti tiap malem nangis," ujar Petto. "Ini tangisan terakhir, ya!"
"Nggak bisa, dong! Kalau gue nangis bahagia?"
Petto menarik tangannya dan terkekeh. "Kalau itu boleh. Nangis bahagia karena gue."
Diara mengambil sepotong pizza lagi. Dia baru sadar beberapa hari terakhir makan sangat sedikit. Sekarang, nafsu makannya jadi bertambah. "Untung tadi pesen ini."
"Kenapa emang?"
"Laper!" jawab Diara dan melahap potongan pizza agak besar. Dia menutup mulut sambil menatap Petto.
Baru kali ini Petto melihat Diara begitu lahap, bahkan sampai mulutnya penuh. "Gue juga laper!"
"Kalau lo terus laper!" canda Diara yang dibalas kedipan oleh Petto.
Dua orang itu memilih menikmati pizza mereka. Tidak ada yang berbicara, hanya saling pandang dan menahan senyuman. Meski begitu, mereka sama-sama merasa jika suasana mulai mencair. Hubungan yang seperti seharusnya.
"Permisi."
Suara itu menginterupsi dua orang yang saling pandang itu. Diara dan Petto menoleh dan dibuat terkejut karena kehadiran wanita cantik yang mengenakan kaus tanpa lengan dan rok sepaha. Diara mengerjab, sebelum akhirnya menyadari.
"Ya!" jawab Diara.
Petto baru tersadar dari keterkejutannya. Dia seketika berdiri dan menggerakkan tangan. "Catrin, kan? Silakan."
Catrin duduk di samping Petto dan menatap Diara. "Gue nggak ada maksud ganggu."
"Nggak ganggu kok," jawab Petto sambil melirik Diara. Wanita itu mengangguk dan tersenyum sopan. "Sendirian?"
"Tuh!" Catrin menunjuk manajernya yang masih mengantre. "Gue inget lo yang dulu ikut syuting bantuin Jevar."
Diara menatap Catrin penuh selidik. Untuk apa wanita itu tiba-tiba menghampiri? Bahkan duduk di samping Petto.
"Ya. Masih inget aja." Petto terlihat malu.
"Gue boleh tanya sesuatu?" Catrin menatap Diara dan Petto bergantian.
Diara dan Petto saling pandang. Heran saja seorang model yang sedang naik daun ingin bertanya ke mereka, yang tentu saja berbeda. Diara dan Petto orang biasa yang tidak begitu mengenal dunia Catrin.
KAMU SEDANG MEMBACA
All Over Again
General Fiction[ALL SERIES 3] Diara memiliki hubungan rahasia dengan Petto, mantannya saat kuliah dan mereka sekarang satu kantor. Di saat seperti itu, ada Jevar yang banyak digandrungi wanita di kantor. Banyak yang menebak jika kelak Diara yang berhasil mendapatk...