AGAIN-36

193 44 6
                                    

Tangan kanan Diara terkepal erat. Dia menatap pipi Jevar sambil menahan senyuman. Mumpung ada orang yang mau ditonjok, dia bisa meluapkan emosinya. "Satu...."

Jevar memejamkan mata semakin erat. "Cepetan."

"Dua...." Diara mengangkat tangan sambil fokus menatap pipi Jevar. "Tiga!"

Bugh... Srek....

Tubuh Diara menegang. Tepat setelah dia meninju pipi Jevar agak pelan, pingangnya langsung ada yang menarik. Diara mengerjabkan mata beberapa kali kemudian menunduk. Dia mendapati sebuah pundak yang menempel di tubuhnya.

Glek.... Diara menelan ludah. "Jev...."

Jevar masih membungkuk dan memeluk Diara. Dia tidak tahu mengapa tangannya dengan cepat memeluk wanita itu. Padahal, pikirannya tidak menginginkan itu. Dia yakin akan tersiksa setelah ini.

Diara bergerak berusaha meloloskan diri, tapi pelukan itu tidak melonggar sedikitpun. "Wah! Lo cari kesempatan?" Dia memukul pundak Jevar beberapa kali.

Tidak ada respons dari Jevar. Dia memejamkan mata sambil menyandarkan kepala di lengan Diara. "Bentar!"

Tubuh Diara menegang merasakan pelukan erat itu. Dia merasa ada yang tidak beres dengan Jevar. Entah, perasaannya mengatakan seperti itu. "Jev!"

"Seinget gue di ruangan ada!" Tiba-tiba terdengar suara.

Diara mendorong Jevar hingga pelukan itu terlepas. Dia lalu masuk toilet dan menguncinya dari dalam. Tentu saja dia panik, takut ketahuan orang lain dan menimbulkan salah paham.

"Huh...." Jevar berdiri tegak dan mengintip ke lorong. Dia melihat Prita dan Bu Sesha masuk ke ruangan. Setelah itu Jevar bersandar di dekat pintu toilet.

Di balik pintu, Diara berdiri dengan satu tangan mendekap ponsel di dada. Kejadian tadi berlangsung cepat. Dia tidak memprediksi Jevar akan seperti itu. "Emang dia nyebelin," gerutunya. "Gue sempet lupa."

"Ra! Sorry."

Tubuh Diara menegang. Dia menjauh dari pintu lalu memasukkan ponsel ke tas. Lantas dia pura-pura mencuci tangan.

Mendengar suara gemercik, Jevar tersenyum kecut. Dia merasa Diara biasa saja, berbeda dengan responsnya. "Ra...."

"Setelah ini gue harus tidur." Suara Prita kemudian terdengar.

Jevar mengintip, melihat wanita itu masuk lift disusul oleh Bu Sesha. Dia lalu berbalik menatap pintu toilet yang tertutup rapat. "Mereka udah pulang."

Diara mematikan kran setelah mendengar kalimat itu. Dia menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya memerah lagi. "Gara-gara Jevar, nih! Gue emosi lagi."

"Ra!" Jevar hendak membuka pintu, tapi yakin Diara pasti akan marah. "Bisa keluar nggak? Gue mau jelasin sesuatu."

"Duh!" Diara menghentakkan kaki kemudian membuka pintu. Dia terkejut karena Jevar menutup akses keluar. Diara berusaha mendorong dan menyelinap keluar. Sayangnya, Jevar tidak bergeming. "Bisa minggir?"

Jevar menunduk menatap Diara yang tidak meliriknya sama sekali. "Gue tadi...."

".... gue harus pulang!" Diara mendorong Jevar sekuat tenaga. Setelah lelaki itu bergeser, dia buru-buru keluar dan tanpa sadar memilih lewat tangga darurat. "Duh! Semoga dia nggak ngikutin!"

Di posisinya, Jevar terdiam dengan senyum kecut. Harusnya memang dia bisa menahan diri. Justru yang dia lakukan membuat Diara semakin jauh.

Brak....

Jevar menendang pintu di depannya hingga penyok di bagian bawah. Dia lantas menjauh dan tidak begitu memedulikan. Urusan pintu, biarlah menjadi urusan besok.

All Over AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang