AGAIN-51

218 54 11
                                    

"Lo nggak blokir nomor gue, kan?" ulang Jevar melihat Diara yang menatapnya aneh. "Soal yang waktu itu."

Diara terdiam. Dia tidak merasa Jevar melakukan kesalahan besar hingga dia harus memblokir kontaknya. Lantas, apa yang dipikirkan Jevar?

"Waktu itu, kan, telepon lo." Jevar mengingatkan.

"Gue lupa, sih!"

"Lupa?"

"Iya. Emang kita bahas apa?"

Senyum Jevar seketika pudar. Bagaimana mungkin Diara bisa melupakan kalimat menyakitkan itu? Sedangkan Jevar selama beberapa hari dibuat kalut. Memang hanya Diara yang berhasil membolak-balikkan perasaan Jevar.

"Malah ngelamun!" geram Diara sambil merebut kardus itu.

Jevar kembali menghindar. Dia mengedarkan pandang dan tidak mendapati karyawan lain. Lantas dia meletakkan kardus itu dan fokus menatap Diara. "Cukup jawab gue."

"Males," jawab Diara asal.

"Cukup ngangguk atau geleng." Jevar menatap Diara penuh harap. "Lo nggak blokir nomor gue, kan?"

Diara menggeleng. Dia mengernyit melihat Jevar yang tersenyum senang. Cowok ini kenapa, sih?

"Lo nggak marah ke gue?" tanya Jevar hati-hati.

Kali ini Diara mengangguk dan membuat Jevar memegang kepala. Satu alisnya tertarik ke atas mendapati Jevar yang tiba-tiba frustrasi. "Lo selalu bikin gue marah," jawabnya. "Nyebelin, sok iya, sekarang aneh."

"Oh, gitu?" Jevar merasa Diara membahas kelakuannya dulu. "Tapi, dalam hal lain lo nggak marah, kan?"

"Ini udah jam kerja, tapi ngajak ngobrol mulu!" Diara melewati Jevar dan mengambil kardus yang tergeletak.

"Biar gue aja," ujar Jevar sambil berusaha merebut. Tidak disangka, kepalanya begitu dekat dengan Diara. Dia menoleh, melihat wanita itu juga menatapnya. Jevar tanpa sadar tersenyum, tapi Diara segera menegakkan tubuh.

"Ya udah, anter sana."

Jevar mengangkat kardus itu. "HRD, kan?" tanyanya sambil berjalan menuju lift.

Diara bertolak pinggang. Kenapa lelaki itu mengira dia memblokir nomornya dan marah? Diara lupa kapan terakhir kali Jevar menghubunginya. Tentu saja dia juga lupa apa yang telah diucapkan. "Aneh banget." Dia berbalik dan menuju ruang kerja.

***

Dia nggak marah. Dia nggak blokir nomor gue.

Jevar bertopang dagu sambil menatap video akhir yang telah dikerjakan. Dia tersenyum tanpa peduli sekitar. Bahkan beberapa kali dia tersipu.

"Tumben banget Jevar kayak gitu?"

Seli menoleh, menatap Ihsan yang juga menatap Jevar. Perhatiannya lalu tertuju ke Jevar yang kembali tersenyum. Entah apa yang sedang dialami Jevar, sepertinya lelaki itu bahagia. Sebelumnya tidak pernah sampai seperti itu.

"Oke! Kalau gitu gue coba!" Jevar tiba-tiba duduk tegak, membuat Seli dan Ihsan segera membuang muka.

Jevar mengambil ponsel dan mencari kontak Diara. Tanpa peduli sekarang masih jam kerja, dia menghubungi wanita itu. Saat terdengar nada dering, dia segera mematikan sambungan, berganti mengirimkan pesan.

Jevar: Tes doang lo beneran blokir gue atau enggak.

"Tuh! Kumat lagi senyumnya," ujar Ihsan.

Tiba-tiba Jevar menoleh. Dia mengernyit melihat Seli dan Ihsan buru-buru menatap komputer. "Ehm...." Mendadak dia canggung. Dia membenarkan posisi duduknya dan menatap dua orang itu. "Ada perlu?"

All Over AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang