AGAIN-19

227 42 12
                                    

"Jevar penakut!"

"Salah gue curhat ke lo!" Jevar mengejar Diara hingga berhasil menggenggam tangannya. Wanita itu menoleh sambil menahan tawa. Jevar ikut tersenyum. Jarang-jarang Diara tersenyum di hadapannya, biasanya selalu jutek.

Diara mengernyit melihat ekspresi Jevar. Dia melirik ke tangannya dan mendapati tangan Jevar. Sontak, dia menarik tangannya. "Ya udah, duluan sana!"

Pandangan Jevar tertuju ke motor yang terparkir. Dia menoleh ke belakang dan melihat mobilnya tidak jauh di sana. "Gue aja yang bawa motor."

"Gue ogah dibonceng!"

"Gue sendirian yang bawa motor," jawab Jevar sambil menahan tawa. "Berharap banget gue bonceng?"

Diara menggaruk pelipis. "Kalau lo bawa motor, terus?"

Jevar merogoh saku dan menyerahkan kunci. "Lo pakai mobil gue."

"Ribet amat, sih? Enggak gue bawa motor aja."

"Lo pikir gue setega itu?" tanya Jevar sambil melepas tas dan menyampirkan ke pundak Diara. Setelah itu dia menarik tangan Diara dan meletakkan kunci di telapak tangan. "Udah, gue nggak mau debat!"

Diara menghela napas berat. Sebenarnya perlakuan Jevar memang manis. Hanya saja, di matanya Jevar tetap menyebalkan. "Ya udah!" Dia lalu menyerahkan kunci motor.

"Ikuti gue, ya!" Jevar menuju motor dan memakai helm. Dia mulai duduk di jok dan saat itulah dia sadar Diara masih berada di tempatnya. "Ra! Bengong mulu!"

"Ah, iya!" Diara buru-buru menuju mobil Jevar. Bibirnya dia tarik ke dalam, karena rasanya ingin terus tersenyum. Namun, gengsi.

Begitu masuk mobil, aroma musk seketika tercium. Diara meletakkan tas di bawah kemudian duduk bersandar. Aroma parfum Jevar semakin menguar saat Diara duduk. Ditambah, ada aroma sampo.

Tin....

Diara menatap depan melihat Jevar yang keluar dari parkiran. Dia menyalakan mesin dan mengemudi pelan. "Kok tumben, sih, lo manis?"

Di depannya, Jevar mengendarai motor agak santai. Sudah lama dia tidak mengendarai kendaraan roda dua. Sebenarnya untuk menghilangkan penat, lebih seru naik motor. Sayang, motor Jevar telah dia berikan ke adiknya yang masih kuliah.

Beberapa saat kemudian, Jevar sampai di kedai bakso tidak jauh dari bank. Begitu dia memakirkan motor, dia segera menghadap ke mobil yang baru berbelok. Dia menggerakkan tangan, meminta Diara memilih tempat terdekat.

"Dia kayak juru parkir," gumam Diara sambil membelokkan mobil ke parkiran samping. Setelah mobil berhenti, dia melepas sabuk pengaman. Namun, tidak kunjung keluar.

Pandangan Diara tertuju ke Jevar yang berjalan ke arahnya setelah melepas helm. Dia tetap memperhatikan hingga Jevar berusaha membuka pintu. Diara membuka kuncinya, lantas Jevar membuka pintu kemudi.

"Ayo!" ajak Jevar.

Diara menghela napas pelan. "Sebenernya nggak perlu nyamperin."

"Pengen aja." Jevar mundur dua langkah, tapi tangannya tetap memegang pintu mobil. "Tasnya mana?"

"Tuh!" Jari telunjuk Diara terarah ke bawah bangku penumpang. "Aman, kan?" Dia turun dari mobil dan bergeser ke samping.

Jevar mencabut kunci mobil dan menguncinya. "Aman kayaknya!"

"Makan bentar aja," ingat Diara sambil berjalan menuju kedai.

Di belakangnya, Jevar mengikuti.

Begitu masuk kedai, mereka menuju meja besar dekat kasir. Kedai bakso itu ternyata membiarkan para pembeli memilih bakso kesukaan mereka. Yah, bisa dibilang prasmanan.

All Over AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang