AGAIN-58

295 60 41
                                    

"Lo yang nyakitin Diara, kan?"

Mama Diara menoleh mendengar suara anaknya. Dia mengerjab melihat Derio yang hendak memukul Jevar. "Rio!" Seketika dia berdiri dan menarik tangan anaknya.

"Ma! Pasti cowok ini, kan?" tanya Derio sambil melepas tarikan mamanya.

Jevar tersenyum kecut, tapi tidak marah. Andai dia jadi kakak Diara, pasti akan mencurigai setiap lelaki yang datang. "Cinta gue aja ditolak sama Diara."

"Pasti karena itu lo dendam ke adik gue!" Derio menatap Jevar tajam.

"Sekalipun enggak!"

"Derio!" Mama Diara menarik tangan anaknya. Dia sendiri tidak tahu lelaki yang tadi membantunya ada hubungan dengan Diara. Namun, dia yakin, jika bukan lelaki itu. "Kayaknya bukan dia."

Derio menatap Jevar, tapi lelaki itu tidak ketakutan. Matanya memicing, mencari sorot mata tersembunyi. "Terus lo siapa?" tanyanya sambil bergerak mundur.

"Huh...." Jevar menghela napas lega. Dia membenarkan kemejanya kemudian menatap dua orang di depannya. "Saya teman kerja Diara."

"Nggak ada hubungan apapun?" selidik Derio.

"Nggak ada. Diara bahkan nolak gue."

"Serius?"

"Serius! Gue nggak ada hubungan apa-apa sama Diara," jelas Jevar. Dia melirik ke arah pintu dan ada seorang lelaki yang keluar. Lelaki itu langsung menatapnya tajam. Jevar merasa terus dicurigai.

Derio mendekati papanya. "Kayaknya bukan dia, Pa."

Papa Diara menuju kursi dan membingkai kepala. "Papa udah nggak peduli itu, yang penting adikmu sadar."

Tubuh Jevar seketika menegang. "Kondisi Diara gimana, Tan?"

Mama Diara berbalik dan duduk di samping suaminya. Derio yang melihat orangtuanya bersedih, segera menarik Jevar menjauh. "Bayinya nggak bisa diselametin."

"Ha?" Jevar tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia terbayang, bagaimana reaksi Diara nanti. Pasti wanita itu akan sedih dan frustrasi. Dia tidak ingin melihat Diara seperti itu. "Terus kondisi Diara?"

Derio menggerakkan ibu jari ke arah pintu. "Gue belum lihat."

"Gue boleh masuk?" Jevar hendak menerobos, tapi Derio menahan.

Mata Derio tertuju ke wajah Jevar yang berkeringat, selain itu pakaiannya pasti kotor. "Lo harus bersih dulu."

"Nggak bisa sedikitpun gue lihat?"

"Cuma dari jendela."

Jevar menerobos masuk dan melihat Diara berada di ruangan dengan alat bantu bernapasan. Kedua tangannya perlahan menyentuh kaca yang dingin. Dia bisa membayangkan Diara pasti kedinginan di sana.

Sorot mata Jevar berubah sendu. Senyum yang dia lihat kemarin saat Diara mengobati lukanya, bisa jadi senyum terakhir. Wajah cantik yang kemarin terlihat serius saat mengobati lukanya, kini begitu putih pucat.

Jevar membingkai kepala. Dia mencoba mengenyahkan pikiran buruk yang berdatangan. "Dia pasti bangun. Dia pasti bisa senyum lagi."

Diam-diam, Derio memperhatikan. Dia bisa melihat lelaki tadi begitu peduli ke Diara. Pandangannya lalu tertuju ke adiknya yang berbaring dengan mata terpejam. Bangun, ada cowok yang nungguin lo.

"Kata dokter kapan Diara sadar?" tanya Jevar sambil menatap Derio.

Derio membalas tatapan Jevar. "Lo cinta ke adik gue?"

***

Tengah malam, Jevar kembali. Dia sudah membersihkan diri, tidak seperti sebelumnya. Selain itu dia datang sambil membawa snack. Dia yakin kedua orangtua Diara bahkan tidak terpikirkan untuk makan.

All Over AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang