Hari kelima, Diara baru diperbolehkan pulang. Sekarang, dia menunggu abangnya menebus obat. Mama dan papanya pulang dulu. Mereka yang mulai renta mulai mengalami beberapa keluhan. Beruntung, ada kakak yang begitu siap siaga."Diara...."
Pandangan Diara tertuju ke arah pintu, tapi tidak menemukan seorangpun. Dia tetap menatap ke pintu, hingga melihat sekelebat orang mengintip di jendela. Diara menahan tawa. "Gue tahu itu lo, Jev!"
Ceklek.... Jevar akhirnya membuka pintu. Dia tersenyum ke Diara dengan kedua tangan berada di belakang tubuh. "Coba tebak gue bawa apa?"
Diara tidak menjawab. Waktu itu, perbincangan berhenti begitu saja. Mereka melanjutkan menikmati matahari terbit dan bersikap seolah biasa saja. Tentu saja Diara tidak bisa melakukan itu. Sering kali dia merasa canggung, tapi sepertinya tidak dengan Jevar.
"Taraaa!" Jevar mengeluarkan sesuatu dari belakang tubuh. "Buat lo."
Perhatian Diara tertuju ke buket bunga krisan putih yang diberikan Jevar. Dia tidak kunjung menerima dan memperhatikan lelaki di depannya. "Lo masih cuti?"
"Enggak!" jawab Jevar sambil menggerakkan buket yang tidak kunjung diterima itu. "Gue habis ketemu klien terus mampir ke sini." Dia melirik arloji yang telah menunjukkan pukul tiga.
"Terus, nggak balik?"
"Lo bisa tebak jalan pikiran gue."
Diara geleng-geleng. Dia menerima bunga itu dan menciumnya sekilas. Kemudian menatap Jevar yang masih berdiri di depannya. "Gue pulang sama Kak Derio."
"Iya, tahu. Salah kalau gue ke sini?"
"Ya enggak, sih! Cuma keseringan aja!" jawab Diara sambil membuang muka. "Lo nggak ngerasa canggung apa?"
"Canggunglah, Ra!" Jevar menggaruk tengkuk. "Tapi, lebih baik hilangin canggung, kan? Daripada diem-dieman."
"Hati lo terbuat dari apa, sih, Jev?"
"Kayaknya dari baja!"
Diara menatap Jevar dengan mata memicing. Lelaki itu segera menghentikan senyumannya dan menatap serius. "Mending cari cewek lain selain gue, lo makan hati terus."
"Nggak apa-apa."
"Jev!" Diara lama-lama kasihan ke Jevar yang pasti akan sakit hati.
Jevar maju selangkah, menatap Diara yang terlihat cantik dengan rambut diikat sebagian. Rambut wanita itu terlihat rapi, tidak seperti yang dikeluhkan sebelumnya karena lepek. Wajah Diara juga kembali segar, meski pipinya begitu tirus. Intinya, Diara jauh lebih baik. "Gue bakal terus sayang sama lo, Ra!"
"Kalau gue nggak cinta sama lo?"
"Ya itu hak lo," jawab Jevar. "Gue cuma mau sama Diara. Sekali cinta, semuanya buat lo. Gue nggak mau mikir yang lain."
Diara mulai frustrasi menghadapi Jevar. "Tapi, lo butuh nikah juga, kan? Lo butuh cewek yang cinta sama lo."
"Gue masih belum kepikiran nikah." Jevar berkata apa adanya. Dia belum terpikir untuk menikah. "Selama itu gue bisa nunggu lo."
"Enggak!"
"Gue tahu lo butuh waktu, gue nggak akan maksa."
Mata Diara mulai berkaca-kaca. Mengapa Tuhan menciptakan Jevar begitu sempurna? Mengapa Tuhan mengirimkan Jevar untuk Diara? Dia tidak percaya diri bisa bersanding dengan Jevar. Ah, bahkan dia belum siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
All Over Again
General Fiction[ALL SERIES 3] Diara memiliki hubungan rahasia dengan Petto, mantannya saat kuliah dan mereka sekarang satu kantor. Di saat seperti itu, ada Jevar yang banyak digandrungi wanita di kantor. Banyak yang menebak jika kelak Diara yang berhasil mendapatk...