Kita apa? pt.2

579 58 23
                                    

Happy 100 part AOY 🥳
Untuk teman teman yang berhasil baca sampe sini, kalian HEBAT. gak bohong. i realize that this might not be the kind of story you wanted to read, but terimakasih sudah bertahan sampai sini🥰 bukan akhir, jangan kaget kalau story ini aku masukkan kategori komplit.

.
.
.

Aku, kamu dan dia.

Kita itu tidak pernah ada.

Kendaraan ber ton ton yang bisa melayang di udara itu, mendarat dengan selamat pada bandara jantung kota Britania Raya. Eric masih sedikit mengantuk saat Sunwoo membangunkannya.

"Kita sudah sampai..."

"Oh..." merenggangkan badan sedikit.

Eric melihat ke jendela luar yang hitam pekat, bulir rintik hujan kini kian besar dan menjadi intim. Hari pertama untuk Eric memulai kuliah dokter spesialis. Disambut gerimis—

"Ada yang lain selain tas ini di kabin?" Sunwoo bertanya, sambil mengeluarkan tas berukuran sedang dari bagian atas pesawat tempat menaruh barang.

"Nggak ada... makasih Nu" Eric berkata tulus, matanya menyipit tanpa tau. Sehabis sembab berpisah dengan Yeonjun untuk satu tahun.

Tapi, batin Eric masih menerima ketika Sunwoo menjulurkan tangannya untuk digandeng keluar pesawat. Tertaut satu sama lain bak kekasih padahal Eric sudah tetap memantapkan hati pada Yeonjun yang ditinggal pergi. Kisah ini terlalu rumit, karena diantara banyak pilihan untuk Eric bersama Sunwoo adalah hal yang wajar dan tidak bisa ditawar-menawar.

"Langsung ke apart atau mau mampir makan..."

"Apart aja, makannya pesan antar..." sabda Eric didengar Sunwoo.

Pintu penumpang mobil yang tersedia dibandara milik si Kim sepenuhnya terbuka untuk Eric jelajah. Duduk dengan tenang sembari yang tua sibuk dibelakang memasukkan barang. Mereka akan bertolak ke hunian yang dekat dengan universitas.

Agenda ini biasa saja untuk dua orang sahabat yang akan mengenyam pendidikan dikota dan negara orang, tapi berbeda tanggap ketika urusannya menyangkut Sunwoo yang meminta pada Eric penuh harap. Padahal Eric sudah cukup untuk menjadi dokter umum tanpa embel embel gelar lain dibelakang nama. Memenuhi kartu saja.

Perjalanan yang singkat untuk seorang ahli mengemudi seperti Sunwoo, dan akhirnya sampai pada pelataran sederhana gedung tua tujuh lantai dengan restauran pada lantai bawah. Tempat Eric dan Sunwoo tentunya menghabiskan waktu tidur saat menempuh studi magister bersama.

Si Kim tergopoh gopoh karena hujan semakin lebat, dengan koper yang dipegang erat dan tali sepatu rapat. Menaiki tangga yang tidak curam untuk sampai lantai tiga dimana apartement yang sudah mereka sewa. Tidak ada niat bersama untuk tinggal, Eric masih ingat ia masih memiliki tunangan.

Sunwoo dikamar depan dan Eric sebrang.

"Aku akan pesan makan... kamu mau pasta? Atau burger penuh keju seperti biasa?"

"Yang berkuah... mungkin makanan dari Korea" permintaan Eric sedikit nyeleneh, membiarkan Sunwoo berpikir pusing dengan itu agar Eric bisa lebih lama sendiri dan menyesali kenapa ia setuju untuk ikut.

Pintu tertutup, tubuh Eric merosot jatuh. Lantai yang dingin, dan hawa mendukung untuk menangis. Eric bahkan sengaja untuk membuat Sunwoo membencinya, hingga si Kim akan tak sudi dengan bentuk validasi serta eksistensi. Tapi, netra itu malah menatap sendu berharap dari abu menjadi utuh.

Eric sudah tidak bisa kembali, pada masa lalu manis yang Sunwoo ingin. Si Kim terlambat, pada Eric yang sudah berharap bahwa ia akan mengacaukan segalanya untuk permusuhan mereka agar Sunwoo tidak perlu melihat sesak yang Eric derita ditambah ia tak tega.

Dering telpon terdengar, Yeonjun hadir disana bertanya apa Eric sudah sampai. Sengguk masih ada dalam jawab. "Su.. dah"

Pertanyaan selanjutnya adalah membutuhkan jawaban mengenai makanan. "Enggak tau, gak mau makan..." Dan serentetan protesan dari tunangan ia dengar disebrang. Maksud Yeonjun baik tapi Eric tidak dalam tahap yang perlu makan hanya Yeonjun datang untuk menenangkan.

Lagian kenapa Eric menerima tawaran Sunwoo untuk sekolah bersama hanya karena rasa bersalah didalam dirinya. Sunwoo sudah terlambat menyatakan cinta, Eric lebih dulu menjawab iya pada Yeonjun yang berani padanya.

Hanya karena Sunwoo pergi sebentar, hilang ditelan bumi. Dan kembali tanpa rasa bersalah telah pergi tanpa pamit. Eric geli tergelitik pada saat ia gila setengah mati mencari keberadaan Si Kim yang hilang ditelan bumi.

"Eric..."

Ketukan pintu dan Sunwoo memanggil. Eric menghapus air mata, menutup telpon yang terhubung dengan Yeonjunnya.

"Level satu atau dua?"

Ah, sempat sempatnya Sunwoo bertanya perihal seberapa pedas makanan mereka.

"Level lima..." Tantang Eric muak, mendengar Sunwoo terus mendesak.

"Okay... butuh bantuan membereskan barang.."

"Tidak, bangunkan aku saat makanannya datang"

Dengan dingin Eric meninggalkan pintu, Sunwoo terdengar menghela nafas dibalik situ. Eric tidak peduli, rencananya akan ia mulai kini. Sedikit demi sedikit, memberikan balas rasa sakit dari penantian pahit saat kemarin- kemarin.

...

Makanan tersaji banyak di meja makan, Sunwoo menyambut Eric dengan hangat walau Jung dengan enggan. "Aku membeli susu, mungkin nanti kepedesan" Sunwoo menuangkan segelas penuh, susu rasa strawberry kesukaan Eric.

Sendokan pertama makan malam itu terasa pedas dan pahit. Sampai rintikan air mata itu membuat Sunwoo terkaget dan bangkit mengambil tisu, memberikan pada Eric yang sesenggukan memakan sup tahu pedas pesanan Sunwoo.

"Kan, harusnya tadi pesan yang nggak pedas sama sekali"

Eric tidak peduli saat Sunwoo mengelap air matanya dengan tissu, "jangan dimakan lagi...." Ucap si Kim, Eric menaruh sendok di piring.

"Nu... kamu sudah tahu pasti. Kita adalah— bukan kita. Aku dan kamu adalah sepasang ego yang benar-benar keras kepala. Kadang kamu sengaja atau tidak sengaja telah melukai aku, akupun begitu buruknya. Namun, kita masih saja bertahan pada ketidak jelasan, entah sampai kapan aku sudah mulai bosan. Aku tau ujung kisah ini bagaimana. Mungkin lebih baik sekarang aku kembali ke kamar, aku akan takut merusak suasana persahabatan tentang apa yang aku rasa."

Eric berdiri, menyudahi makan tetapi meminum susu strawberry. Pamit tanpa permisi, pergi dari hadapan si Kim yang terdiam dengan tissu menggantung di udara tanpa membersihkan tangis sisa Eric.

Entah apa yang bergemuruh dalam kepala Sunwoo yang pasti ketika Eric hendak membuka pintu, Sunwoo roboh dengan nafas sesak, meremat dada agar terus memasok udara untuk otak pada kepala. Begitu sakit dan menderita, Eric panik. Tanpa paham yang harusnya Eric lebih dulu tau, alasan Sunwoo hilang dulu. Pergi tanpa pamit itu untuk apa hingga hilang dari peradaban dunia. Dan kembali tiba-tiba tanpa rasa bersalah dihadapannya.

Age Of YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang