Faktanya, Eric adalah seseorang yang jahat dimata teman-teman terdekatnya dulu karena meninggalkan Sunwoo.
Pinjakan kaki itu kurang mantap untuk Eric menghirup kembali udara kota kelahiran sang ibu. Negeri gingseng yang terpaksa kali ini ia untuk datang kembali setelah luka lama yang membuat ia benci untuk sekedar mendengar keadaan bahwa Seoul memang cantik.
Bandara yang penuh sesak pada gate kedatangan tak membuat Eric meromantisasi suasana sedikit. Delapan belas jam penerbangan, ia tak cukup punya waktu untuk melihat sekitar dan terus berjalan memanggil taksi guna mengantarnya ke sebuah tempat tinggal yang memang sudah disediakan kantor selama ia menyelesaikan project di Korea.
Bangunan gedung pencakar langit bukan hal yang baru bagi Eric, tapi salju putih yang turun lebih dulu disini membuatnya membayang ke masa lalu— jelas betul ia hindari ketika menghabiskan lima tahun setelah pergi ke Los Angeles untuk menenangkan diri.
"Aku bicara dari sisi yang aku rasa nu!" Setelahnya suara piring makan dibanting beserta sup panas yang baru mendidih. Pada saat itu Eric gemetar takut, diluar apartement salju lebat turun dan badai dikatakan segera datang dari infomasi televisi ruang tengah.
Katanya jangan selalu diam kalau memang benar, tapi kenyataannya ketika Eric mencoba untuk mengutarakan dan membela diri dari situasi sulit. Eric akan terlihat seperti orang yang paling tidak mengerti, paling tidak sopan, paling jahat dan paling egois.
Kepala Eric rasanya mendidih berbanding terbalik dengan dingin yang menusuk ketika dia sudah sampai di apartement yang disedikan kantor untuk ditempati. Penghangat belum terpasang, debu sana sini di lantai dan furnitur yang memang disediakan. Tidak ada yang menyambutnya pulang. Tidak ada yang mengucapkan selamat datang.
Butuh tiga hari untuk membersihkan tempat tinggal menjadi rumah yang layak huni dan pakai. Entah berapa lama Eric akan menetap— ia hanya berharap bahwa dapat diselesaikan dengan cepat.
Kantor tempatnya untuk kerja adalah perusahaan besar yang bergerak dibidang finansial dengan jejaring luas yang berada lumayan di pusat kota. Hari itu setelah selesai mengurus berkas dan lain sebagainya. Ada hal menarik yang menjadi perhatian Eric.
Teman kantor nya mengatakan dari yang Eric curi curi dengar bahwa ada pembukaan sebuah galeri seni yang berjarak dua blok dari gedung tempat Eric berdiri. Terlihat ramai, seperti baru dibuka, dilihat dari mobil yang berlalu kesana Eric tau kalau itu bukan pameran seni rupa kontemporer biasa.
Sepertinya bukan permanen, Eric sudah berdiri di lobi yang didatangi orang ramai. Kakinya melangkah sendiri masuk dengan memegang brosur. Ada beberapa patung abstrak dan lukisan aneh yang Eric baca keterangannya dibawah dari bingkai kaca. Ada makna tersirat dan mendalam bahwa sang seniman menggambarkan sebuah karya indah bercerita.
Hingga sebuah suara yang harusnya Eric tidak dengar untuk selamanya, masuk telinga tepat beberapa langkah disamping kirinya.
"Disini Sunwoo..."
Bentuk respon segera, gerakan cepat yang dilakukan tanpa sadar serta merupakan tanggapan tepat setelah adanya rangsangan. Eric menoleh ke arah sumber suara.
Ada berapa ribu nama Sunwoo di Korea yang membuat Eric merutuki takdir bahwa yang dilihatnya sekarang adalah si Kim yang harusnya tidak bersitatap dengan matanya. Karena yang memanggil Sunwoo bukan dia.
Kilas balik kisah romantis klasik berputar dalam kepala Eric sebelum ia sadar sosok yang tadi memanggil Sunwoo dengan lantang ditengah keramaian memeluknya dengan penuh kerinduan. Felix Lee.
Sunwoo hanya mematung tidak dapat berkata kata, sebelum interupsi Hyunjin Hwang yang baru datang melontarkan kata sapaan pada Eric setelah lama tidak berjumpa. "Hai. Lama gak ketemu" selanjutnya adalah celotehan Felix yang masuk kuping kiri keluar kuping kanan karena Eric tidak fokus ada Sunwoo disitu berdiri dengan tatapan yang sulit diartiakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Age Of Youth
Historia CortaIni cerita Sunwoo dan Eric. Cerita pendek🥂 Dari kapalgetek © Sep 2020 [Mulai] - Maret 2022 [Selesai]