Pernikahan (2)

88 7 0
                                    

Mei Lan segera menuju kediaman yang dimaksud pelayan tadi. Ia berjalan dengan seanggun mungkin dan mengangkat dagunya tinggi. Menunjukan statusnya yang tidak bisa dipermainkan.

Mei Lan mengenakan hanfu merah yang senantiasa digunakannya setiap hari maupun di acara manapun. Dengan hiasan tusuk emas yang menjuntai di kepalanya, dan juga pakaian yang menambah kesan seksi. Baginya, warna merah adalah warna kebanggaan dan berani, karena itulah ia selalu menggunakannya. Tidak perduli apapun.

Setibanya di Kediaman Mawar. Mei Lan masuk tanpa permisi dan menemukan bahwa kedua saudaranya sedang asik berbincang tanpa mengetahui keberadaannya.

"Ekhem... tampaknya kalian sudah melupakan saudara kalian yang satu ini," ujar Mei Lan, berhasil menarik perhatian kedua gadis yang sedang berbincang itu.

Chu Mei yang mendengar suara familiar itu pun langsung menoleh ke arah suara. Matanya berubah menjadi datar dan menatap malas.

Orang ini lagi! Ada kepentingan apa hingga rubah bermulut ular ini datang dan mengganggu waktunya bersama kakaknya.

"Saudara? Rupanya kau masih ingat. Ku pikir hubungan kita hanyalah sebatas orang asing dalam satu atap," ujar sinis Chu Mei. Matanya melirik ke arah lain, enggan menatap gadis itu.

Mei Lan meremas hanfu nya guna menahan tangannya agar tidak menampar wajah sok cuek itu.

"Mei Lan," sambut Xia Ai hangat dan menampilkan senyuman manis dan cantik. Apalagi dengan hanfu merah emas khas pengantin yang indah.

"Ya," balas Mei Lan dengan suara penuh kebencian. Ia sangat benci ketika melihat hanfu pengantin yang dikenakan Xia Ai. Seharusnya ialah yang menggunakan hanfu itu, bukan si sampah tidak berguna di hadapannya ini!

"Kakak, sudahlah, jangan perdulikan dia. Siapa tau dia datang kemari hendak membunuhmu lagi," sindir Chu Mei pedas.

Mei Lan yang merasa geram, langsung menatap nyalang Chu Mei.

Chu Mei yang ditatap nyalang pun membalas tatapan Mei Lan tak kalah sengit. Apa dia pikir bahwa dirinya sangat penakut? Ia tidak akan terpengaruh dengan ancaman kosong Mei Lan ini. Ia akan berusaha melindungi kakaknya apapun yang terjadi.

"Apa yang kau katakan?" tanya Mei Lan sok polos.

"Apa kau tuli? Masih muda tapi sudah tidak bisa mendengar," kata Chu Mei sarkas.

"Kau!!" geram Mei Lan, ia menunjuk Chu Mei tepat di depan wajahnya.

"Apa?! Kau pikir aku tidak berani melawan putri sombong sepertimu? Aku tidak mengerti mengapa Ayah dan Ibu sangat menyayangi anak rubah seperti mu," bentak Chu Mei.

"Kau iri! Dan kau tetaplah anak yang tidak dianggap! Jadi jangan bersikap besar kepala. Aku tidak akan sudi membagi kasih sayang Ibu dan Ayah dengan kalian!" Sentak Mei Lan tak kalah keras.

"Sudahlah kalian berdua. Aku tahu bahwa hubungan kita tidak baik selama ini, Mei Lan. Tapi kita tetaplah saudara," ucap Xia Ai melerai.

Mei Lan yang sedang beradu mulut dengan Chu Mei pun beralih menatap Xia Ai yang berusaha melerai mereka.

"Apa kau bilang? Kita? Saudara? Aku tidak salah dengar, kan? Aku tidak sudi menganggap kalian saudara!" bentak Mei Lan di depan Xia Ai.

Xia Ai yang dibentak seketika terkejut dan mulai menitihkan air matanya.

Tapi sesaat kemudian ia sadar akan keadaan ini, ia tidak boleh lemah seperti ini.

"Apa kau mencoba membohongi dirimu?! Kita mempunyai Ayah dan Ibu yang sama, dan kau masih tidak mau menganggap kami saudara mu? Apa matamu buta!!" bentak Xia Ai melawan.

Ini tidak benar, ini harus diluruskan.

Mei Lan yang dibentak Xia Ai pun terkejut dan tanpa sadar melangkah mundur ketika mendengar suara keras Xia Ai, yang dikenalnya sangat lembut dan lemah.

Chu Mei yang melihat kakaknya mulai kuat dan berani pun sangat senang dan bahagia, kemudian lanjut menonton aksi kakaknya dan Mei Lan.

"Beraninya kau membentak ku!" gertak Mei Lan. Berharap bahwa Xia Ai akan kembali takut padanya.

Sayangnya hal itu tidak terjadi. Dan malah semakin memburuk.

"Apa alasan ku untuk takut padamu?! Aku adalah kakakmu! Dan kau tidak bisa lari dari kenyataan itu!" Sentak Xia Ai dengan nafas memburu. Ia Mulai terbawa suasana.

"Kalian! Awas saja! Aku akan membalas kalian nanti!" Ucap Mei Lan kemudian pergi dari Kediaman Mawar dengan amarah.

Xia Ai yang melihat reaksi Mei Lan pun menghela nafas pasrah. Mengapa harus ada perbedaan di antara mereka?

Chu Mei yang melihat kakaknya pasrah pun menenangkannya.

"Jangan urusi dia, Kak. Fokus saja pada pernikahan mu sebentar lagi," hibur Chu Mei.

"En, kau benar Chu Mei," balas Xia Ai membenarkan ucapan Chu Mei. Ia tidak boleh terlalu memikirkan kejadian tadi dan hanya berfokus pada pernikahan nya.

Di tempat lain.....

Mei Lan melangkahkan kakinya kesal dan melupakan cara berjalan anggun nya tadi. Sungguh ia sangat kesal saat ini dan semakin tak tahan untuk melenyapkan kedua orang itu, yang sialnya adalah saudaranya!

"Akgghh!!" geram Mei Lan dan melempari kolam dengan batu-batu kecil. Hingga sebuah suara pria menghentikannya.

"Salam, Yang Mulia Putri," ucap hormat pria itu dengan membungkuk an badannya.

Mei Lan yang masih kesal langsung beralih menatap pria yang menganggu acara mengamuknya. Seketika kekesalannya sirna ketika melihat wajah tampan pria itu.

Pria itu adalah sahabat Zang Xuen Chi, sekaligus Jendral di Kekaisaran Zang. Luo Mo Chen. Jendral muda tampan pangkat tinggi yang sudah memenangkan perang-perang besar dan mengalahkan musuh bagi Kekaisaran Zang.

Mei Lan seketika melupakan kekesalannya dan sibuk mengangumi wajah tampan dan tegas pria di hadapannya ini.

"Emm.. Yang Mulia Putri?" panggil Luo Mo Chen sambil melambaikan tangannya di depan wajah Mei Lan yang melamun.

"Eh.. iya," jawab Mei Lan yang Baru  sadar. Kemudian merapihkan hanfu nya dan memasang senyum terbaik.

"Kau.. siapa namamu, tampan?" tanya Mei Lan genit.

"Nama hamba Luo Mo Chen. Jendral di Kekaisaran Zang," jawab pria itu salah tingkah dengan ucapan genit Mei Lan padanya.

"Kau sangat hebat pastinya. Perkenalkan, aku Putri Bungsu Wang Mei Lan." Mei Lan memperkenalkan dirinya dengan lembut.

"En, hamba sudah mendengar banyak tentang tuan putri," ucap Luo Mo Chen menyanjung Mei Lan.

"Benarkah?" tanya Mei Lan tersipu malu sambil menutup bibirnya dengan kipas yang ia bawa.

"Tentu saja putri, sedang apa Yang Mulia Putri berada di sini dengan suasana hati kesal?" tanya Luo Mo Chen penasaran.

"Ah, tidak ada. Itu hanya masalah kecil," jawab Mei Lan dan berusaha menutupi kekesalannya tadi.

"Jangan se-formal itu, Jendral. Anggap saja aku temanmu," tawar Mei Lan yang modus agar lebih dekat dengan jendral tampan ini.

"Hamba tidak berani Yang Mulia Putri, hamba hanya seorang jendral," tolak Luo Mo Chen halus. Ia tadi hanya tidak sengaja lewat dan menyapa tuan putri bungsu Wang ini.

"Ssstttt... tidak apa, hanya ketika kita berdua," goda Mei Lan genit.

Luo Mo Chen yang digoda pun mulai berbincang dengan Mei Lan dengan akrab

 Triplet Princesses [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang