Konspirasi

60 4 0
                                    

Saat ini selir Ling Niu sedang berada di Istana Sekte Pedang Neraka untuk menemui sang ratu.

Tampak Mei Lan sedang duduk di atas kursi singgasana nya.

Dengan hanfu hitam berpadu merah, sebuah mahkota dihiasi berlian dan permata terpasang di atas kepalanya. Ia duduk menyilangkan kaki sambil menatap selir kedua yang berlutut di bawah singgasana.

"Ada apa kau datang ke mari?"

Suara wanita itu mengalun menyeramkan di telinga selir Ling Niu.

"Mohon ampun, Yang Mulia, hamba datang kemari untuk meminta bantuan Yang Mulia," ucap selir Ling Niu dengan kepala menunduk.

Mei lan mengangkat sebelah alisnya.

"Bantuan seperti apa?" Tanya Mei Lan. Ia cukup penasaran dengan permintaan selir yang satu ini.

"Hamba ingin Yang Mulia melindungi Kekaisaran Zang dari serangan pasukan Kaisar Wang, dan melenyapkan Putra Mahkota, serta  Kaisar Zang," jelas wanita itu, yang sekarang menatap Mei Lan.

Mei lan tersenyum miring, otak selir ini sangat kotor dan licik. Ia menyukainya.

"Imbalan apa yang akan Bengong dapatkan?"

"Saya akan menyerahkan anak dari Putri Mahkota untuk Yang Mulia," jawab selir Ling Niu tanpa ragu.

Mei lan cukup terkejut dengan tawaran selir Ling Niu. Ia menjadi tertarik, anak itu pasti mempunyai aliran meridian yang sangat besar, sama seperti ibunya. Ia bisa memanfaatkan itu.

"Setuju."

Satu kata, namun mampu membuat selir Ling Niu sangat senang. Ia semakin dekat dengan tujuannya.

Mei Lan menjulurkan tangannya, tak lama kemudian muncullah sebuah cincin giok hitam di telapak tangannya.

Wanita itu melemparkannya pada selir Ling Niu.

Selir Ling niu menangkap cincin giok itu, lalu menatap Mei Lan dengan wajah bingung.

"Ambil cincin itu, sebut nama sekte ini sebanyak tiga kali. Maka Bengong dan seluruh pasukan akan datang membantumu," ucap Mei Lan dengan senyum licik yang menghiasi bibirnya.

"Terima kasih, Yang Mulia, hamba izin undur diri."

Setelah itu selir Ling Niu menghilang setelah membaca mantra.

Sebuah tangan besar menepuk pundak Mei Lan.

Wanita itu menoleh dan mendapati Jun Xiang ada di belakangnya.

"Ubah kebiasaan mu itu, kau memiliki kaki untuk berjalan dari arah pintu," ucap Mei Lan yang sudah geram dengan tingkah suaminya yang selalu muncul tiba-tiba.

Jun Xiang duduk di kursi singgasana nya yang berada di sebelah Mei Lan, tanpa menghiraukan omelan istrinya  itu.

Jun Xiang duduk bersandar dengan tangan kanan yang menopang kepalanya, lalu menatap Mei Lan dengan wajah datar.

"Gunakan kekuatan mu untuk ber-teleportasi, aku terlalu malas berjalan," balas pria itu dengan wajah tanpa dosa.

Mei Lan menatap pria itu malas.

"Wanita bodoh itu datang lagi," ucap Mei Lan membuka pembicaraan.

"Apa yang dia inginkan?"

"Dia ingin kita melindungi Kekaisaran Zang dari pasukan Kaisar Wang, dan melenyapkan petinggi kursi singgasana," jawab Mei Lan disertai tawa kecil.

"Kau setuju?" Tanya Jun Xiang.

"Tentu saja. Bagaimana bisa aku tidak menyetujui tawaran menggiurkan selir itu?"

Mei Lan menatap pria itu dengan senyuman licik.

"Memangnya apa yang selir itu tawarkan?"

"Putra dari Xia Ai. Anak itu pasti sangat kuat, kita bisa memanfaatkannya," jawab Mei Lan dengan sederet rencana licik yang tersusun rapi di otak cantiknya.

"Sudah ku katakan, anak itu akan jatuh ke tangan kita," ucap Jun Xiang tersenyum misterius.

"Maksudmu, akan ada perang di antara dua kekaisaran itu?"

"Benar, sudah ku katakan. Kaisar tua itu sangat menyayangi si sampah itu, hingga rela mengibarkan bendera perang untuk membalas kematian Xia Ai," jawab Mei Lan sembari menatap jari-jari lentiknya.

"Tanpa dia sadari, akulah penyebab di balik semua ini."

Jun Xiang tersenyum puas.

"Bagus, kau memang layak menjadi ratu dari sekte ini," puji Jun Xiang.

"Mereka sudah merendahkan ku. Jadi tak apa, jika aku membalas air mata dengan darah?" Ujar Mei Lan, ia memegang dagu Jun Xiang dengan jari telunjuknya. Menatap pria itu dengan senyum licik di bibirnya.

Di sisi lain...

Kaisar, permaisuri, dan Chu mei tengah menangis di makam Xia Ai.

Mereka masih sangat berduka dengan hilangnya salah satu anggota keluarga mereka.

"Ayah,"

Kaisar Wang menatap putrinya.

"Ada apa Chu'er?" Tanya Kaisar Wang lembut.

"Aku rasa, ada campur tangan orang lain di balik kematian Kakak," ucap Chu Mei. Ia mengerutkan alisnya menerka-nerka kemungkinan yang terjadi.

Kaisar dan Permaisuri Wang menatap bingung pada putri mereka.

"Apa maksudmu, Chu'er?" Tanya Permaisuri Li Wei.

"Kakak tidak mungkin tiada begitu saja. Dia memiliki Hewan Roh Tingkat Tinggi, juga kekuatan kultivasi yang besar. Terasa sangat mustahil jika dia tiada semudah ini," jelas Chu Mei meyakinkan.

Kaisar dan Permaisuri Wang perlahan setuju dengan pendapat putri mereka.

"Apa Ayah ingat dengan ucapan biksu? Ada banyak kabut hitam yang ingin menyingkirkan ku dan Kakak, terutama Kakak,"

"En, Ayah ingat," ucap kaisar Wang membenarkan.

"Salah satu orang-orang dari Istana Kekaisaran Zang pasti terlibat. Bisa saja mereka ingin menyingkirkan Kakak dan juga anaknya,"

"Lalu? Siapa orang itu?" Tanya Permaisuri Li Wei penasaran.

"Siapapun itu, Ayah akan tetap berperang dengan Kekaisaran Zang. Sakit hati ini harus terbayarkan!!" Ucap Kaisar Wang, kemudian berlalu pergi.

"Ayah!!" Teriak Chu Mei. Namun pria paruh baya itu tetap melanjutkan langkahnya.

"Sudahlah, nak. Biarkan Ayahmu membalaskan dendam kakakmu" ucap Permaisuri Li Wei menenangkan putrinya.

"Berjanjilah jika kau akan selalu di sisi kami. Kami tidak memiliki siapapun selain dirimu, hanya kau yang tersisa,"

Permaisuri Li Wei memeluk Chu Mei dengan isakan tangis. Mengelus kepala putrinya dengan sayang.

Tempat pelatihan prajurit...

Seluruh prajurit dikumpulkan di tempat pelatihan atas perintah Kaisar Wang.

"KITA AKAN BERPERANG MELAWAN KEKAISARAN ZANG!! RATAKAN SELURUH KEKAISARAN ITU HINGGA TAK TERSISA!!" Teriak jendral perang menggelegar.

Sorakan semangat dan ambisi memenuhi tempat itu.

 Triplet Princesses [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang