1. Bertemu Kembali

8K 254 21
                                    

Katakan kalau ini mimpi, Tuhan. Ini bukan kenyataan kan?

Auristela Vanny sepertinya butuh yang lebih lama dari perkiraannya untuk benar-benar bisa meraba kejadian saat itu. Tapi, harus berapa lama? Bahkan setelah lima menit berlalu, Vanny sepertinya belum juga menunjukkan tanda-tanda akan menutup mulutnya yang menganga itu. Astaga. Ia tidak menunggu sampai lalat masuk ke dalam sana kan?

Nggak. Ini nggak mungkin. Nggak mungkin dia---

Atau mungkin saja memang seperti yang dipikirkan oleh Vanny. Karena kalau semua itu hanyalah halusinasi, mengapa senyum itu tampak amat nyata?

Apa mungkin ini karena aku sarapan tadi kelewat dikit? Ya ampun, Van. Udah aku bilangin juga. Seporsi lontong sayur dan dua butir telur rebus mana cukup untuk kamu. Tuh! Lihat kan akibatnya sekarang? Tubuh kamu kekurangan energi dan hasilnya otak kamu mikir yang aneh-aneh.

Itu adalah satu-satunya kambing hitam yang bisa Vanny temukan dalam waktu singkat. Benar. Sarapan yang terlalu sedikit. Tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Hingga pada akhirnya ia mendapati otaknya yang tidak bisa berkonsentrasi dan menyebabkan halusinasi itu memunculkan diri. Dalam bentuk satu pemandangan yang makin lama makin berhasil melemahkan detak jantungnya di dalam sana.

T-tapi, tunggu dulu.

Vanny meneguk ludah. Menyadari bahwa bukan hanya senyum menawan itu yang begitu nyata di matanya. Alih-alih yang lainnya pula.

Karena ketika sosok tinggi itu berjalan, Vanny merasa ada perubahan yang terjadi pada jantungnya. Kalau tadi organ kehidupan yang satu itu seolah tak ingin berdetak lagi, maka sekarang yang terjadi justru sebaliknya. Ia justru riuh bertalu-talu di balik dadanya. Seirama dengan langkah kaki cowok itu. Yang mendekat. Mengikis jarak. Dan kemudian sedikit menundukkan wajah tepat di depan Vanny yang membeku di kursinya.

Wajah tampan itu mengambil jarak yang tepat di depan Vanny. Dalam jarak yang tak terlalu dekat, tapi tentu saja tidak bisa dikatakan terlalu jauh. Karena pada kenyataannya, samar Vanny bisa merasakan belaian hangat napas dari cowok itu. Yang membuat ia sontak merinding. Merasa panas dingin seperti sedang terjangkit penyakit malaria.

Namun, itu belum seberapa. Hingga di detik selanjutnya Vanny mendapati kedua tangan cowok itu sudah mendarat di lengan kursi yang ia duduki, maka ia menyadari sistem metabolismenya makin kacau. Ia harus mengambil tindakan.

Vanny mencoba untuk menciptakan jarak. Dengan cara menarik tubuhnya. Tapi, sayangnya punggung kursi yang ada tidak memberikan dirinya banyak pilihan. Ia tersudut walau tanpa ada sudut. Ia terdesak walau tanpa ada desakan. Karena yang ada hanyalah sepasang tangan yang kemudian sedikit menekuk di lengan kursi itu. Membuat si empunya memiliki kesempatan untuk mencondongkan tubuh ke arah Vanny.

Dua pasang mata bertemu. Saling bertatap untuk beberapa saat lamanya. Seolah sedang meraba apa yang ada di benak keduanya satu sama lain.

Hening sesaat. Hingga beberapa detik kemudian Vanny seperti tersentak dari lamunannya. Ia tersadar dan segera membantengi diri.

Aroma maskulin yang memberikan imajinasi hutan liar dan pepohonan besar menguar di sekitar Vanny. Menerobos masuk ke dalam indra penciumannya. Memaksa cewek itu untuk buru-buru menahan napas demi menjaga akal sehatnya yang terbatas.

Namun, sepertinya semua sudah terlambat bagi Vanny. Karena di detik selanjutnya bukan hanya senyum yang ia lihat. Bukan hanya aroma yang ia hirup. Alih-alih ada pula suara yang ia dengar.

"Kita ketemu lagi, Vanny."

Detik itu juga, nyawa seperti lepas dari tubuh Vanny!

*

"PT Bumi Pertiwi adalah perusahaan dalam negeri yang bergerak di bidang kontruksi. Berdiri pada tahun 1993 atas gagasan Wahyudi Wiguna. Hingga saat ini PT Bumi Pertiwi sudah---"

Vanny menggeleng beberapa kali. Memutus perkataannya sendiri. Lalu merutuk.

"Aku bukannya mau tau sejarah perusahaan ini. Ehm ... CEO! Iya! Mana CEO-nya?"

Tangan Vanny dengan cekatan menggulir tetikus di tangan kanannya. Terus ... terus .... Hingga kemudian jari tengah gadis itu berhenti bergerak. Tepat ketika matanya menangkap tulisan di layar laptopnya itu.

"Ha-Haris ...," baca Vanny terbata. "Candra Wiguna?"

Vanny meragukan penglihatannya. Maka ia dengan cepat menyegarkan halaman itu. Sekali. Lalu ia melihat lagi nama yang ada di kolom CEO itu, tapi tidak berubah.

Dua kali. Vanny kembali mencoba. Tapi, tetap saja. Tidak berubah. Hingga Vanny pun meringis demi mengeluarkan suara teraneh yang pernah ia dengar dengan telinganya sendiri.

Namun, itu belum cukup. Vanny pun menyegarkan halaman tersebut berulang kali. Hingga tak terhitung lagi berapa kali jari telunjuknya menekan fitur yang sama. Dan hasilnya? Tentu saja. Tidak ada yang berubah. Apa yang tertulis di sana sama persis dengan apa yang ia baca pertama kali.

"Oh ... my ... God."

Harapan tinggal hanya sekadar harapan. Harapan tidak akan berubah menjadi kenyataan. Karena mau sebanyak apa Vanny menyegarkan halaman tersebut, informasi dan kenyataan yang ada memang tidak akan pernah berubah. Tidak akan serta merta menjadi apa yang ia inginkan.

Vanny mengerang dengan suara putus asa. Seolah tak sanggup melihat fakta tak terbantahkan yang tampil memenuhi layar laptopnya.

"Aaargh!"

Kedua tangan Vanny naik. Mendarat di atas kepala dengan ekspresi tak habis pikir yang amat dramatis. Dengan mata yang masih tertuju pada barisan nama yang ada di sana.

"I-ini beneran? Haris? Haris yang takut sama ulat bulu itu CEO?"

Menanyakan hal itu pada dirinya sendiri, sungguh Vanny tidak percaya dengan apa yang matanya lihat. Tak cukup dengan menyegarkan halaman itu berulang kali. Sekarang ia pun mengucek-ucek matanya. Tapi, bahkan setelah matanya tampak memerah dan berair, nama yang tertera di sana tidak berubah sama sekali.

"Ya Tuhan. Takdir hidup macam apa ini? Bisa-bisanya aku kerja sama mantan pacar sendiri?"

Benar-benar skenario hidup yang tidak pernah Vanny bayangkan selama ini. Ketika ia dituntut untuk mendapatkan pekerjaan secepat mungkin demi keberlangsungan nyawanya di muka bumi, adalah pekerjaan sebagai sekretaris kedua mantan pacar yang diberikan Tuhan padanya.

Maka tentu saja bayangan mengerikan itu dengan cepat memberikan visualisasi di benak Vanny. Di mana sebagai seorang sekretaris itu artinya dirinya dituntut untuk berada dalam jarak yang dekat dengan sang bos. Bahkan bila beruntung -atau tidak beruntung untuk kasusnya-, posisi sebagai seorang sekretaris membuat Vanny harus mengikuti ke mana pun Haris pergi. Ke berbagai jamuan, pertemuan, atau mungkin perjalanan dinas. Sesuatu yang menyenangkan bagi sekretaris kebanyakan. Tapi, dijamin tidak akan menyenangkan bagi Vanny.

A-aku harus berada di dekat Haris? Sang mantan pacar? Demi kerjaan?

Sungguh dalam mimpi terburuk sekalipun Vanny tidak pernah berpikir untuk kembali berhubungan dengan mantan pacar. Dan kali ini? Tuhan bukan hanya menuliskan takdir agar ia bertemu dan berhubungan lagi dengan Haris. Alih-alih justru membuat ia harus bekerja dengan cowok itu.

Apa? Kerja dengan mantan pacar?

Vanny menggeleng-geleng frustrasi. Ia kacau. Ia syok. Dan ia menjerit panjang.

"Tidaaak!"

*

bersambung ....

The Ex Who Trapped Me 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang