Terhitung sudah lima hari, keberadaan Dika masih belum bisa kutelusuri. Bahkan dengan bantuan Ari sekali pun kami mencari, hasilnya sama-sama nihil.
Ponsel Dika mati. Aku, Ari, atau ibunya yang khawatir tak bisa menghubungi anak itu. Haikal juga kelimpungan. Berkata bahwa si bos di tempatnya bekerja akan memecat Dika sebab telah ketahuan berbohong soal cuti yang anak itu janjikan hanya tiga hari karena sakit.
Aku menduga segala perkiraan, bahwa mungkin besar Dika berada di suatu tempat yang aman. Di rumah temannya, entah siapa pun orang itu. Atau ke mana pun. Dengan keyakinan teguh Dika tak akan melakukan hal-hal menyeramkan seperti Bayu. Dia cukup penakut. Seharusnya, anak itu akan tetap baik-baik saja atau setidaknya dia akan berpikir ribuan kali untuk melakukan hal-hal nekat yang membuat celaka.
Anak itu pundung, bahkan sepertinya tidak sesederhana itu. Bibi Rani pun sampai menekan-nekan sisi kepalanya begitu aku dan Ari beri kabar putra satu-satunya belum kami temukan. Rental komik di ujung jalan selatan pasar yang berbatasan dengan rel, yang pernah kukunjungi dua kali bersama Dika, juga tak menunjukkan keberadaan anak itu.
Seorang perempuan sekitar tiga puluhan, si penjaga toko bertubuh sintal mengatakan, "Dia udah lama sih, Dek, enggak ke sini. Emang Dika ngilang, ya?"
Aku dan Ari saling tatap. Untuk selanjutnya tersenyum dan berkata bukan apa-apa.
Padahal, itu harapan terakhirku. Yang sempat berpikir toko tua—dengan pernak-pernik antik mirip toko-toko tua dalam film berlatar zaman lama—yang memajang komik, novel, majalah, dan literatur Jejepangan itu akan menjadi tempat paling masuk akal untuk Dika melarikan diri.
Meski pada dasarnya, aku tidak tahu mengapa ia harus ke sana. Tentu saja, aku hanya berusaha meyakini diri hanya agar tak terlalu merasa cemas.
Di titik ini, aku merasa payah pada diri sendiri. Selama lima tahun mengenal Dika—dimulai sejak Lana pindah sekolah. Dika adalah murid baru kelas enam dari sekolah lain yang pindah ke sekolahku—apakah ada satu hal khusus yang benar-benar bisa kumengerti tentang dia?
Jika kembali pada kenyataan awal, aku hanya mengenal Dika tak lebih dari batas penting pertemanan lelaki dan perempuan. Kedekatanku dengan anak itu bisa disamakan setara keakraban teman perempuan yang biasa menyapaku sehari-hari di sekolah. Teman perempuan yang biasa menjadi rekan kelompok belajar atau berbagi bekal, atau bahkan teman bermain yang akrab. Hanya itu.
Apakah ... ini semua salahku? Seberapa jauh aku mengenal Dika selama ini? Apakah keterlaluan bahwa yang kuketahui darinya tak sebanyak Dika dalam mengertiku?
Aku jadi bertanya-tanya, sebenarnya, apa gunaku dalam posisi sebagai teman anak itu?
Di atas kasur, dalam posisi duduk bersila aku memangku buku pelajaran. Di depan, beberapa alat tulis berserak bersama dua buku paket dengan halaman terbuka yang telah kutandai.
Sejak awal masuk kamar dan belajar, sama sekali belum kusentuh buku untuk membaca. Hanya membolak-balik halaman dengan kening mengerut bergantian menatap ponsel yang tergeletak di bantal.
Layarnya masih gelap. Itu artinya, panggilanku percuma karena Dika mematikan ponselnya.
Kuputuskan untuk turun dari kasur, menyambar ikat rambut biru muda di atas meja rias. Bergegas mengambil sepeda yang terparkir di garasi kecil samping rumah sambil mengumpulkan rambut ikal sepunggungku. Kutuntun sepeda keluar pagar.
Rika pergi ke rumah Anin. Jadi, tak ada kekhawatiran berarti saat kutinggalkan rumah dalam keadaan terkunci. Aku butuh kegiatan lain selain belajar suntuk di rumah semasa hari libur.
Sebenarnya, di mana Dika sekarang? Apa yang anak itu lakukan dalam kurun waktu lima hari menghilang tanpa kabar?
Sampai dua hari yang lalu aku mengunjungi Bibi Rani bersama Ari. Mengira Dika telah pulang. Namun, Bibi menggeleng. Terpaksa membuatku memberi tahu hasil pencarian kami. Mengenai kabar putranya yang tampaknya masih enggan kembali ke rumah, beliau sedikitnya terisak. Menyalahi diri sendiri. Bibi Rani berpikir, kemarahan beliaulah yang membuat Dika menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐁𝐑𝐄𝐀𝐊𝐒𝐈
Teen Fiction[A 𝐓𝐞𝐞𝐧𝐟𝐢𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 (𝐘𝐨𝐮𝐧𝐠 𝐀𝐝𝐮𝐥𝐭) 𝐏𝐬𝐲𝐜𝐡𝐨𝐥𝐨𝐠𝐲𝐜𝐚𝐥 Story] [𝐌𝐚𝐬𝐮𝐤 𝐝𝐚𝐟𝐭𝐚𝐫 𝐛𝐚𝐜𝐚𝐚𝐧 "𝐊𝐞𝐤𝐮𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐖𝐚𝐧𝐢𝐭𝐚" 𝐨𝐥𝐞𝐡 @𝐀𝐦𝐛𝐚𝐬𝐬𝐚𝐝𝐨𝐫𝐈𝐃] Nila tahu, di usianya yang sudah menginjak tujuh belas tahu...