𝐄𝐈𝐃𝐄𝐓𝐈𝐊 [𝙿𝙴𝙻𝚄𝙰𝙿𝙰𝙽]

45 6 0
                                    

Setelah perjalanan melelahkan sekaligus menyenangkan, Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di titik tamat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah perjalanan melelahkan sekaligus menyenangkan, Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di titik tamat ini. Selama hampir tujuh bulan, aku bisa menamatkan ABREAKSI dengan kekonsistenan yang naik-turun tak tentu.

Seneng banget pokoknya pas tik kata terakhir dan bubuhin titik buat cerita ini.

Sedikit kilas di balik penulisan ABREAKSI (yang juga udah kuberi spoiler di bab kedua dari bagian akhir ESKAPISME), buku ini sebenernya kutujukan sebagai manifestasi diriku sendiri selama masa-masa berat di SMA yang dalam kehidupan sebenarnya, enggak bisa kulewatin dengan baik sampe sekarang. Nila sendiri merupakan esensiku dalam banyak hal di dunia nyata.

Dalam menulisnya pun, banyak yang kudasari dari beberapa pengalaman pribadi yang paling memorial dan buat trauma. Tapi, ya, gimanapun, cerita ini tetep fiksi. Enggak sepenuhnya bisa dikatakan kisah nyata meski porosnya di situ. Karena, banyaknya tambahan dan rekaan peristiwa maupun adegan yang ada tentu saja kutulis demi mendukung latar cerita. Terutama buat beberapa scene yang halu-able di sini.

Kalau baca di bab pertama sesudah 'Daftar Isi', aku sempet bilang kalau buku ini ditujukan buat fanfiction, kan? (Sebelum akhirnya kuhapus). Itu emang iya, tapi akhirnya enggak bener karena yang kugunain cuma visual idol. Tapi, beranjak waktu, aku jadi kepikiran soal gambaran idol yang berkesan "dilokalin" dalam cerita ini.

Dan, dengan banyak pertimbangan, aku bener-bener jadiin ABREAKSI sebagai cerita murni tanpa foto visual idol yang membantu gambaran cerita. Yang awalnya hampir jadi fanfiction, malah berubah ke original fiction. Tapi tetep, sih, idol-idol itu kujadiin role model yang kusimpen sendiri dalam kepala.

Alasan keputusan itu bukan apa, karena aku lihat banyak kasus di mana di luar sana author-author nulis cerita mereka dengan visual idol, dengan nama lokal, dibikin sedemikian rupa. Jadinya, image yang dilekatin ke si idol di fiksi tertulis itu justru dibawa-bawa ke dunia nyata sama fans cerita si author.

Aku inget, ada satu member dari grup idol (aku masuk fandomnya), dijadiin visualisasi. Kalau bisa bedain fiksi sama dunia nyata, sih, enggak apa-apa. Tapi, si fans dari cerita si author ini malah bawa-bawa ke real life. Masa iya idolku sehat wal afiat malah fotonya diposting terus dikasih caption RIP?

Plis, deh!

[Kembali ke topik awal sebelum kepalaku meledak beneran]

Jujur, buku ini hadir enggak lain sebagai peluapan perasaanku yang selama ini ketahan banyak hal dan keadaan. Jadi, kupikir, kenapa enggak dijadiin cerita tertulis aja?

Selain alasan itu, aku juga semangat buat nulis buku ini, terjadi menjelang tamatnya ESKAPISME, yang mana titik itu hampir buat aku nyerah buat nulis sampe tamat proyek yang itu. Alesannya masih sama, karena aku capek dan berdampak negatif tiap kali selesai nulis bab-bab ESKAPISME. Penyegaran yang kulakuin juga kurang berdampak.

Di waktu-waktu suram itu, aku justru sering terbawa sama kepribadian Ranu. Entah kenapa, dia persis kayak ada dalam diriku sendiri. Mengendap, dan bener-bener bertindak, cuma badan yang mutlak milikku. Tapi, kalau soal apa-apa yang ada di dalem, itu semua Ranu Ranu dan Ranu.

Nyaris sebulan, baru aku bisa lepasin sosok dia. Dan, ya, meski begitu, aku berterima kasih banyak.

ABREAKSI lahir di tengah kekacauan itu. Jadi, sebagai pelarian, aku nulis buku ini di detik-detik Wattys hampir tiba. Mungkin, kalau dulu aku enggak sesayang itu sama Ranu, yakin dia bakal jadi debu. Aku lari ke ABREAKSI buat healing. Buat seneng-seneng.

Ada banyak lika-liku juga selama proses namatin buku ini. Selain mood, seret ide, dan males yang jadi biang utama, aku juga kewalahan buat ngatur outline. Mau gimana pun aku pakek cara itu buat rancang cerita, akhirnya tetep terbengkalai dan enggak kepakai.

Ujung-ujungnya cuma sinopsis singkat yang kujadiin patokan.

Outline kebuang, karena pada akhirnya pun enggak kerja di aku.

Hanya, kabar baiknya adalah, ABREAKSI adalah work pertama yang buat aku seantusias dan semenikmati ini dalam ngegarapnya sampe tamat. Kayak, aku enggak rela buat pisah sama Nila dan temen-temen, cuma mereka emang harus berakhir segimana mestinya.

Juga, di buku satu ini, aku enggak pakek prolog-epilog dalam pembukaan dan penutup. Entah kenapa, nulisnya ngalir gitu aja.

Tiap hari, mood-ku sering membaik pas nulisnya. Ada aja ide keselip meski sempet ngalamin writer’s block yang cukup nyebelin! Pokoknya, aku tiap hari ikutin rencana, harus nyisihin waktu buat hasilin seenggaknya beberapa ratus kata. Dan, hasilnya, karena ide-ide meluap itu, aku enggak nyangka sama target bab yang awalnya tiga puluhan mentok dalam, malah melar jadi 55 bab.

Sinting, tapi setelah kurevisi, bab sebanyak itu emang perlu buat beberapa penjelasan di scene-scene yang sok dibikin misterius. Aku bahkan percaya diri, beberapa bab yang kuanggap filler sebelumnya pun, justru pas dibaca ulang waktu revisi malah berguna buat tegasin jalan cerita.

[Sampai jumpa buat akhir tahun nanti, semoga aku dapet pecah telor buat work ini. Dan, kalau ada yang baca dan ngeh sama ABREAKSI, aku selipin spoiler untuk work selanjutnya yang mau kugarap. Entah selanjutnya yang mana, karena ada banyak draft outline kasar yang tinggal aku putusin salah satu-dua buat dikerjain.]

Aamiin!

•••

©2022-2023 | AURIN

©2022-2023 | AURIN

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

[Cerita ini tamat dengan total 117.100-an kata]

JUMAT: 06 JANUARI 2022 [16:36]

𝐀𝐁𝐑𝐄𝐀𝐊𝐒𝐈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang