Kupikir, mengikuti rencana Wisnu adalah hal bodoh. Kendati begitu, aku tak bisa mengabaikan lebih jauh mengenai jam pulang yang sudah seharusnya dua jam lalu.
Entah pertanyaan dan raut curiga jenis apa yang akan Ibu berikan andai beliau tahu anak gadisnya telah memberi cacat pada aturannya, aku tak mau memikirkan itu lebih banyak.
Meski penjelasan akan kuberi hingga tidak ada kata-kata lagi yang mampu dikeluarkan, Ibu akan tetap kecewa. Mengira bahwa putrinya sudah penuh menjadi anak pembangkang. Itu pernah terjadi di hari yang sama ketika Dika memaksa mengantarku pulang dengan menembus deras hujan.
Mengingat kembali, lantas menyimpulkan satu gagasan bahwa ideologi yang Ibu bentuk tak bisa sedikit pun digoyahkan. Selayaknya, ia adalah dinding kokoh yang tak bisa ditembus atau diruntuhkan dengan apa pun.
Tidak, Nila. Enyahkan bayangan itu. Semuanya akan baik-baik saja.
Setidaknya, waktu yang kuhabiskan di sekolah demi menunggu hujan belum membuat jam kerja Ibu habis begitu saja. Beliau tak akan tiba-tiba duduk di rumah dan mengetahui aku diantar anak lelaki.
Sepanjang jalan berada di boncengan, aku hanya berani berpegang erat pada tali tas dengan tangan kiri. Sementara satunya kugunakan untuk memegangi payung.
Selama itu pula, tak ada suara antara aku dan Wisnu sebagai pelebur hening yang terasa canggung.
Hujan telah mereda beberapa saat yang lalu. Bulir sebesar biji jagung dari langit tak lagi sama. Mereka berubah. Terganti gerimis. Pula langit kelabu bersemu merah di ufuk barat sudah sepenuhnya menjelma menjadi ungu gelap.
Di sisi-sisi jalan kecil yang kami lewati, sempat aku menyaksikan beberapa anak-anak berlarian menenteng sandal dalam keadaan tubuh mereka seperti tercebur. Bahkan, dua di antaranya—satu bocah laki-laki plontos, dan satu yang lain kehilangan satu gigi samping atasnya—memeluk bola yang telah ternoda pekat oleh lumpur sambil tertawa-tawa.
Kutebak, bahwa mereka habis bermain dari lapangan di sisi sawah di belakang Perumahan Utara yang baru kemarin-kemarin dibajak. Riuh anak-anak itu sama sekali berbeda denganku yang jelas merasa risi dan ingin segera tenggelam ke dalam selimut.
Dalam teriakan-teriakan mereka pada rekannya yang mengekori langkah, janji temu di esok hari menjadi perpisahan. Sebelum akhirnya anak-anak itu lenyap di balik gang-gang kecil.
Suara kecipak air pada genangan-genangan kecil yang mereka ciptakan melalui entakan langkah sepenuhnya ikut lenyap. Berganti suara rintik yang masih enggan menyingkir.
Melihat itu, aku kembali teringat pada momen di mana halaman berumput rumah yang basah oleh hujan menjadi taman bermain air dadakan olehku dan Rika. Namun, tak berselang lama setelah kami menceburkan diri di antara rintik deras itu, suara lengking Ibu mencegah kami berdua untuk menikmati hujan lebih lama. Ia turut melempar tanya pada Ayah mengapa tak menegur, yang beliau tanggapi dengan kalimat, "Biarin aja, Hana. Bentaran hujan-hujanan enggak bakal sakit."
Lalu, Ibu tak pernah tampak ingin menyetujui dengan bersungut sebal.
"Kamu, tuh, jangan manjain anak-anak kayak gitu. Apa-apa dibiarin. Nanti mereka ngelunjak kalau dibilangin"
Aku dan Rika berhenti menginjak-injaki rumput sampai kusut yang makin parah sebab tanah halaman yang licin kini hancur dan makin berlumpur.
Kami berdua berbalik demi mendapat pembelaan pads Ayah atas amarah Ibu. Namun, Ayah yang duduk di kursi kayu coklat di teras tak banyak membantu. Beliau hanya menggeleng dengan senyum lebar untuk kemudian menyeruput secangkir kopi panas.
Gelengan beliau seolah mengingatkanku pada larangan yang aku dan Rika abaikan di waktu sebelumnya untuk tak mandi hujan.
Tanpa kusangka sama sekali, Wisnu tertawa. Tawa yang terdengar ringan. Suaranya dalam dan halus dengan nada rendah. Karena hal itu, aku jadi tersadar dari nostalgia ntuk kembali ke kenyataan. Sepeda yang kami naiki sedikit oleng. Membuatku tanpa sengaja spontan meremat seragam bagian pinggang anak itu. Wisnu mengucap maaf, tetapi tawanya tak kunjung reda ketika aku memberinya balasan kikuk agar lebih berhati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐁𝐑𝐄𝐀𝐊𝐒𝐈
Novela Juvenil[A 𝐓𝐞𝐞𝐧𝐟𝐢𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 (𝐘𝐨𝐮𝐧𝐠 𝐀𝐝𝐮𝐥𝐭) 𝐏𝐬𝐲𝐜𝐡𝐨𝐥𝐨𝐠𝐲𝐜𝐚𝐥 Story] [𝐌𝐚𝐬𝐮𝐤 𝐝𝐚𝐟𝐭𝐚𝐫 𝐛𝐚𝐜𝐚𝐚𝐧 "𝐊𝐞𝐤𝐮𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐖𝐚𝐧𝐢𝐭𝐚" 𝐨𝐥𝐞𝐡 @𝐀𝐦𝐛𝐚𝐬𝐬𝐚𝐝𝐨𝐫𝐈𝐃] Nila tahu, di usianya yang sudah menginjak tujuh belas tahu...