Semasa dulu usiaku baru menginjak kelas tiga Sekolah Dasar, aku pernah memergoki Ibu dan Ayah yang berdebat entah apa. Suara mereka timbul redam. Rendah, lalu naik. Saling berteriak dan memelan. Saat itu, aku tengah mati-matian menahan kantuk. Berusaha untuk tetap menatap buku catatan hafalan perkalian.
Masalah pertama yang sedikit kudengar, seperti biasa, adalah sikap dan komentar keberatan Ayah mengenai Ibu yang sering kali mendisiplinkanku dan Rika. Ayah berkata bahwa Ibu terlalu keras menuntut kami belajar.
Lalu masalah lain, masih sama tentang kekecewaan Ayah kepada Ibu karena aku yang tak sama dengan anak lain. Berkat didikan Ibu, aku menjadi anak yang terlalu pendiam, penyendiri, selalu mendekam di rumah bersama buku, kesepian, tak memiliki satu pun teman bermain selain Rika yang saat itu sangat kecil.
Ibu dengan lantang menjawabnya, "Nila harus belajar! Dia enggak boleh salah pergaulan sama anak-anak nakal di luar sana! Aku enggak mau putriku kelak ngelakuin kesalahan yang sama dengan yang pernah kita lakuin, Mas Pram!"
Suara Ibu goyah. Mungkin beliau menangis di sana. Namun, aku tak mau peduli. Tak mau mengerti dengan Ibu yang berteriak saat mengatakan kesalahan yang sama dengan yang mereka, dengan yang telah Ayah Ibu lakukan.
Ayah akan selalu bisa menenangkannya. Jadi, aku tak banyak khawatir dan tetap melanjutkan belajar sampai larut malam. Lalu, keesokan pagi, aku akan menemukan diri sendiri terlelap sambil duduk menelungkup di atas meja yang berserak buku.
Tiap kali Ayah berdebat dengan Ibu, beliau tak akan berkunjung ke kamarku lagi. Seringnya keluar hingga pulang keesokan pagi. Hal itu kemudian banyak terjadi di waktu-waktu terakhir kebersamaan kami sampai pada keputusan Ayah untuk tak pernah kembali ke rumah.
Salah pergaulan, kenakalan remaja, batasan pertemanan. Ibu sering mengingatkan sampai aku mempraktikkannya dengan benar. Sangat melekat.
Hingga tiap kali aku menatap teman-teman lain saling mengobrol, bercanda, bergurau ceria bersama rekan sejenis dan lawan jenis, yang kupikirkan hanyalah suara marah Ibu dan kalimat beliau, yang selalu mengaitkan masalah kenakalan remaja masa sekarang dengan langkah menyimpang yang banyak mereka pilih hanya demi menuntaskan hasrat pubertas jiwa muda yang baru tumbuh.
Mereka yang ceria dan memiliki banyak teman tidak sepertiku. Anak-anak itu bebas. Mereka memiliki pilihan benarnya sendiri. Pasti begitu, kan? Atau aku hanya salah menduga? Bagaimana kalau ternyata, mereka bukan diberi kebebasan, melainkan memberontak dari aturan yang sangat mengekang?
Lalu, karena sikap tertuduh durhaka itu, mereka diberi label nakal oleh orang tuanya, dan mendapat mata memicing orang-orang yang tak paham. Yang hanya merasa paling mengerti dan berpengalaman dari si pelaku sendiri akibat faktor dewasa yang hanya diukur dari umur. Merasa tak pernah ada cela dalam nasihat-nasihatnya tentang bagaimana kehidupan semestinya berjalan.
Sering kukutip dari beberapa buku dan internet, bahwa orang tua yang terlalu percaya diri dan keras kepala dengan keyakinan mereka, tak pernah luput dari mengatakan, "Kami lebih berpengalaman darimu sebagai anak kami. Kami hidup lebih lama dan jauh lebih mengerti bagaimana dunia bekerja. Kau tidak tahu apa-apa sebagai anak. Jadi, dengarkan dan jadilah anak yang patuh!"
Semua hal, diatur, dipilihkan tanpa memberi anak kesempatan untuk melihat apa benar keputusan orang tua bisa mereka terima dan jalani. Apakah memang begitu? Aku tidak tahu. Memusingkan saat memikirkannya lebih jauh.
Sama sepertiku yang diikat aturan ketat. Bedanya, anak-anak itu mungkin banyak melawan dan membuat jalurnya sendiri. Sedangkan, aku akan tetap dibuat berada di belakang boncengan, dengan Ibu sebagai pengemudi ke mana seharusnya aku mengarah.
Gagasan itu memang tak sepenuhnya salah. Aturan ada untuk menuntun, untuk membatasi hal-hal tak perlu. Sementara kebebasan ada untuk memberi napas, untuk memberi banyak pilihan yang tak begitu membuat mencekik, selama bebas yang dituju masihlah berada di jalan yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐁𝐑𝐄𝐀𝐊𝐒𝐈
Teen Fiction[A 𝐓𝐞𝐞𝐧𝐟𝐢𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 (𝐘𝐨𝐮𝐧𝐠 𝐀𝐝𝐮𝐥𝐭) 𝐏𝐬𝐲𝐜𝐡𝐨𝐥𝐨𝐠𝐲𝐜𝐚𝐥 Story] [𝐌𝐚𝐬𝐮𝐤 𝐝𝐚𝐟𝐭𝐚𝐫 𝐛𝐚𝐜𝐚𝐚𝐧 "𝐊𝐞𝐤𝐮𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐖𝐚𝐧𝐢𝐭𝐚" 𝐨𝐥𝐞𝐡 @𝐀𝐦𝐛𝐚𝐬𝐬𝐚𝐝𝐨𝐫𝐈𝐃] Nila tahu, di usianya yang sudah menginjak tujuh belas tahu...