Terhitung sekitar 1 bulanan lagi bayi Jisoo dan Jeno akan lahir.
Jeno sang suami siaga benar-benar harus ekstra menjaga Jisoo.
Tapi, kesibukkan dan tanggung jawabnya sebagai seorang mahasiswa dan seorang pegawai di salah satu restoran kecil membuat Jeno tidak bisa dengan mudah berada di samping Jisoo selama 24 jam.Hal itu membuat Jeno harus memutar otak.
Jisoo tidak bisa ditinggal sendiri. Dia harus ada yang menemani di akhir masa kehamilannya.
Akhirnya Jeno memiliki ide yang memang menurutnya kurang tepat.
Setelah sedikit berdebat dengan Ibunya serta mendapat sindiran dari Ayahnya. Jeno memutuskan untuk tinggal di kediamannya.
Awalnya Jisoo menolak, merasa tidak enak, apalagi sikap dara yang cenderung ketus kepadanya. Tapi, Jeno terus menyakinkan Jisoo karena Jeno yakin hal inilah yang terbaik.
Lantas mengapa mereka tidak tinggal di rumah orangtua Jisoo.? "
Jawabannya adalah, Jeno memiliki prinsip hidup. Seorang istri adalah tanggung jawab suaminya, dan akan tidak baik jika seorang suami merepotkan Ibu dari istrinya untuk hal yang menurutnya adalah tanggung jawab suami. Apalagi mengetahui fakta jika yonna itu berkerja dan tidak selalu berada dirumah, itu jugalah yang menjadi pertimbangan Jeno.
Setelah drama yang cukup panjang. Akhirnya di sini lah Jisoo.
Kamar megah milik Jeno.
Sebelum pergi bekerja, Jeno berpesan kepada Jisoo, agar dia tidak sampai lelah dalam beraktivitas.
Tapi, saat ini Jisoo tengah di landa rasa bosan.
Tidur dan makan, membuat Jisoo cukup jenuh. Ia ingin bergerak, merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku.
Jisoo yang dalam posisi duduk di atas kasur memilih bangkit. Kemudian ia melangkah keluar dari kamar Jeno.
Tak lupa Jisoo menutup kembali pintu kamar Jeno, kemudian ia melangkah dengan santai menuju lantai dasar.
Anak tangga sudah terlihat. Dengan perlahan Jisoo mulai menapaki kakinya di anak tangga. satu tangannya berpegang pada pinggiran tangga.
Satu persatu Jisoo mulai menuruni anak tangga, ia juga sudah bisa melihat dara sang mertua yang tengah duduk di sofa ruang kelurga.
Dara duduk dengan santai, ia sedang membaca majalah. Menyadari ada suara derap kaki di anak tangga, dara mendongkak. Kemudian menghela nafas pelan.
" hati-hati, kamu itu gak sendiri " ketus Dara.
Jisoo yang sebentar lagi akan menginjakkan kakinya di lantai bawah tersenyum tipis.
Itulah Ibu mertuanya, meski terlihat jutek dan cendereng ketus dalam berkata. Tapi, Dara masih memiliki sisi bijak yang mampu membuat Jisoo terpana.
Satu langkah lagi Jisoo akan mendaratkan kakinya di lantai bawah.
Tapi.
Bruugg.
Entah mendapat terpaan angin topan dari mana, satu kaki Jisoo tergelincir. Jisoo jatuh dengan perut buncitnya yang lebih dulu mendarat di lantai.
" JISOO .. "
Dara panik. Bergegas bangkit dan menghampiri menantunya.
Bukan hanya Dara, Art di rumahnya pun datang menghampiri Jisoo.
Dara segera menyentuh Jisoo, menaruh kepala Jisoo di pangkuannya.
Dara semakin panik, Jisoo begitu merintih kesakitan. Kepanikan dara semakin menjadi, tatkala ia melihat darah mengalir di kaki Jisoo.
" KELUAR MOBIL CEPETAN " teriak Dara frustasi.
Art Dara yang lain bergegas berlari. Meminta sopir pribadi keluarga Jeno untuk segera mengeluarkan mobil.
" Jisoo, tahan sebentar ya sayang, ya. Kita kerumah sakit " kata Dara ia semakin takut.
Jisoo tak menjawab, ia terus merintih kesakitan.
" LAMA BANGET SIH, AYO CEPETAN BAWA JISOO KE MOBIL " Dara kembali berteriak.
Tak lama sopir pribadi Dara datang, kemudian ia menggendong Jisoo dan membawanya keluar. Mereka akan membawa Jisoo kerumah sakit.
Sebelum menyusul menantunya yang lebih dulu di bawa keluar, Dara berlari kearah sofa yang tadi ia duduki.
Dara mengambil ponselnya, kemudian ia mencoba menghubungi seseorang sembari berlari keluar menyusul Jisoo.
Dalam perjalanan kerumah sakit, Jisoo yang bersandar di bahu Dara, tak henti merintih. Dara menenangkan dengan cara mengusap lengan menantunya dengan lembut.
" Pak, Bisa lebih cepet gak sih bawa mobilnya " sentak Dara, benar-benar kesal.
Dara kembali mencoba menghubungi seseorang, kali ini Jeno.
Tapi, Dara di buat menggeram kesal, pasalnya jeno tak menjawab telephonenya.
" lagi ngapain sih dia, sampai Ibunya nelphone di abaikan "
Dara menggerutu, kini ia kembali mencoba menghubungi seseorang. Kali ini suaminya, dan beruntung tersambung.
Setelah telephone di angkat, Dara pun mulai berbicara. Ia menceritakan apa yang tengah terjadi.
Suara terkejut dari suaminya terdengar jelas di telinga Dara.
Mengakhiri sambungan telephonenya, Dara kembali mendengar rintihan Jisoo. Ia kemudian berusaha menenangkan Jisoo, meskipun itu tak akan berhasil. Dara kembali mengusap lembut lengan Jisoo.
..
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
TANPA TAPI ..!
FanfictionAKU MENCINTAI MU TANPA TAPI AKU MENYAYANGI MU TANPA TAPI