NVJ Part 32

603 91 24
                                    

Happy reading all 🥰



          Jangan lupa vote + comen ✨
Spam comen juga!!! Awas aja kalo enggak 🤧

     (Tandai kalo ada typo!)














Pagi-pagi sekali, satu bis dengan ukuran sedang dan satu mobil Avanza sudah terparkir rapih di depan ndalem. Matahari saja baru saja menampakkan diri , tapi kedua kendaraan tersebut sudah stand by di sana.

Sedangkan para manusia berbeda gender tengah diberikan wejangan oleh seseorang yang dipanggil Buya.

Setelah diberi wejangan, Buya mengkode mereka untuk segera menaiki bis tersebut. Satu persatu para santri dan santriwati dari kelas 10-12 yang mengikuti lomba masuk ke dalam dan mencari tempat duduk.

Nur duduk dengan Nabila di kursi ke tiga dari depan. Kemudian, di bangku sebrang mereka ada Ana yang duduk dengan Arvi. Sedangkan dibelakang kursi Ana dan Arvi, ada Suci yang duduk dengan Mirza.

Di seberang kursi Suci ada Azzam yang duduk dengan Jidan. Dan belakangnya ada Uky yang duduk dengan Bagus.

Bis yang ditumpangi merek melaju meninggalkan pesantren, mengikuti mobil Avanza yang sudah melaju terlebih dahulu.

Arvi menoleh ke arah Ana yang duduk dengan tenang sambil membaca buku. Di menoleh kepada Nabila dan Nur yang asik memakan cemilan. Dia mendengus, sebal. Baru beberapa menit dia duduk di dalam bis, tapi dia sudah di Landa kebosanan.

Arvi berdiri sambil merapihkan jilbabnya, Hal itu membuat Ana menoleh kepadanya. "Mau kemana?"

Arvi menunduk sambil menggelengkan, "Nggak kemana-mana kok."

Usai mengatakan itu, Arvi membalikkan badannya dan menaikan kedua lututnya ke atas kursi. Pandangannya menatap Mirza yang tengah menatap ke luar jendela.

Suci yang melihat temannya menatap Mirza menaikan sebelah alisnya, "Ada apa?"

Arvi menggeleng dengan mata yang tak lepas menatap wajah tampan Mirza. Senyum dibibir merah ranum itu juga tidak pudar sedikit. Ya meskipun, sang empu tidak melihat senyum nya.

Suci memilih abai dengan kelakuan Arvi dan memejamkan matanya.

"Mirza." Panggil Arvi.

Mirza hanya berdehem tanpa menoleh. Dia lebih memilih menatap pemandangan di luar sana dari pada menatap wajah cantik Arvi.

"Lihat sini dong. Nggak sopan tau kalau ada orang ngomong tapi nggak di tatap matanya." Kata Arvi membuat Mirza terkekeh kecil.

"Malah ketawa lagi."

"Kalo yang bukan mahram, nggak lihat matanya, justru itu baik. Kalau sampai tatap-tatapan malah nggak baik. Dosa." Celetuk Suci tanpa membuka matanya.

Arvi menoleh sekilas dan mendesah pelan.

"Ada apa?" Tanya Mirza membuat Arvi menoleh ke arah Mirza. Ia kira, Mirza menatapnya. Tapi nihil.
Meskipun begitu, dia tetap senang karena dengan ini, dia menjadi leluasa menatap Mirza dari samping.

"Mirza tuh kayak nilai 100 tau." Ceplos Arvi membuat Mirza mengangkat sebelah alisnya sambil menatap Arvi sekilas.

"Sempurna?"

Arvi mengangguk. "Iya. Selain itu ada lagi."

"Apa?"

"Harus diliatin ke mami. Hihihi...."

Arvi terkekeh kecil mendengar gombalan yang dia lontarkan sendiri. Dia bingung, kenapa setiap bersama Mirza, mulutnya selalu mengeluarkan gombalan. Aish.

NANAS vs JAMBU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang