Kilas II: "Sebuah Siluet"

490 40 7
                                    

Malam hari, lukisan langit yang identik dengan kesunyian, berhiaskan gemerlap kristal langit tak berawan. Sungguh waktu yang tepat bagi para penghuni semesta untuk terlelap sejenak, dari segala hiruk-pikuk lelahnya kehidupan.

Setidaknya suasana semacam itulah yang senantiasa diharapkan oleh sesosok laki-laki bersurai hitam tersebut, yang kini sedang berandai-andai di tengah siluet bara kemerahan yang senantiasa membelenggu dirinya.

Namun naas.

Tak butuh waktu lama bagi angan Sang Lelaki untuk terhempas hingga luluh lantak tak bersisa, akan realita yang tak bisa ia hindari lagi dari hadapannya. Sebuah realita, berupa ekspresi tercekat dari wajah menawannya yang tengah terukir jelas, pada sebilah mata pedang yang sedang teracung dengan jarak beberapa senti dari lehernya.

Hal tersebut lantas membuat Sang Lelaki berkulit putih bak porselen itu untuk menahan napasnya penuh kewaspadaan, berbekal manik obsidian mengkilau miliknya yang mulai bergerilya secara was-was, dari balik surai hitam yang sedikit menjuntai di keningnya.

Meski dengan demikian, Sang Lelaki tetap tak mampu untuk memastikan, siapa gerangankah sosok bertopeng yang hendak menghilangkan nyawanya ini. Bukan berarti keinginannya untuk bertahan hidup dengan balas menyerang pun menjadi hilang. Semua itu terbukti dari rematan busur panah yang ada di genggamannya saat ini terlihat semakin mengerat, seakan-akan sedang mengumpulkan seluruh kekuatan yang masih tersisa di dalam dirinya.

Dan benar saja.

Di detik berikutnya, Sang Lelaki dengan tangkasnya menangkis acungan pedang tersebut dengan busur panahnya, hingga pedang yang sempat mengancam nyawanya itu terpelanting jauh dari tangan Sang Sosok Bertopeng. Segera, Sang Lelaki pun memanfaatkan keadaan tersebut untuk melompat mundur, sebelum menarik tali busurnya dengan cepat.

Setelahnya, untaian cahaya layaknya kilat yang menggelegar di tengah deraian hujan lebat pun, secara perlahan muncul di sela-sela busur panah miliknya, hingga membentuk sebuah anak panah dengan ujung yang mengarah pada Sang Sosok Bertopeng.

Setelahnya, untaian cahaya layaknya kilat yang menggelegar di tengah deraian hujan lebat pun, secara perlahan muncul di sela-sela busur panah miliknya, hingga membentuk sebuah anak panah dengan ujung yang mengarah pada Sang Sosok Bertopeng

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanpa ragu, Sang Lelaki lantas melepaskan kaitan jemarinya pada tali busurnya, yang seketika itu juga membuat anak panah miliknya melesat begitu cepat menuju Sang Sosok Bertopeng.

Bersamaan dengan itu, kilatan-kilatan cahaya yang berasal dari anak panah tersebut tampak berpendar ke udara, sebelum melesat lebih cepat dari lesatan anak panah itu sendiri, demi menjalankan tugas mereka untuk melumpuhkan sistem syaraf Sang Sosok Bertopeng, agar lesatan anak panah tersebut tidak meleset dari obyek bidikannya.

Selama itulah, Sang Lelaki mulai terbatuk begitu hebatnya, hingga menyisakan percikan darah yang menghiasi sudut bibirnya. Tak hanya itu, seketika Sang Lelaki turut jatuh terduduk, dengan salah satu lututnya yang mendarat terlebih dahulu menyentuh tanah, berbekal salah satu tangannya yang tampak mencengkram bagian dadanya sendiri dengan begitu erat. 

Soul: Atlantis & LemuriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang