Kilas XLII: "Sebuah Harapan"

65 11 3
                                    

"Kakak ini bagaimana sih?! Sudah kubilang kalau aku akan pergi ke kamar Kakak saat makan malam! Kenapa malah pergi ke restoran duluan?! Sendirian pula!"

Itu merupakan omelan panjang-lebar dari Serene, yang mau tak mau harus Morey hadapi untuk kesekian kalinya. Bahkan ketika dirinya, Serene sendiri, beserta sepasang tak terpisahkan seperti Jasver dan Cherlyn, sudah selesai melahap makan malam mereka di meja restoran, yang telah disesuaikan dengan nomor kamar pesanan mereka.

"Habisnya..."

Dalam kondisi melangkah kembali menuju kamar mereka masing-masing, masih berlatarkan suara deburan ombak yang menerjang badan kapal dengan pelan, maupun taburan langit berbintang bertahtakan bulan di kegelapan langit yang pekat. Morey sengaja menggantung perkataannya sebagai balasan, karena hingga kini pun ia masih kebingungan untuk mengungkapkan sebuah alasan, yang sekiranya masuk akal untuk dimaklumi oleh Serene.

Tentu saja.

Mana mungkin kan Morey bisa secara jujur mengatakan. Kalau alasan dirinya langsung pergi berkeliaran hampir ke seluruh penjuru kapal sepeninggalan Serene dari kamarnya, adalah karena dirinya ingin mencari keberadaan Hazelle, demi memastikan bila keselamatan dari sahabatnya itu benar-benar terjamin selama pelayaran ini?

Meski pada akhirnya, Morey harus menelan kenyataan pahit. Karena segigih apapun dirinya berjuang untuk menjelajahi hampir seluruh pelosok kapal, dirinya tetap saja tak mampu menemukan jejak-jejak keberadaan Hazelle.

Yah.

Apa mau dikata?

Sebenarnya pun Morey sendiri sadar. Bila kecil kemungkinan harapannya untuk bisa bertemu dengan Hazelle, mengingat status sosial dari jati diri asli sang sahabat yang tampaknya begitu tinggi, hingga membuat Morey tak mampu menapakkan kakinya di lantai dek tertinggi yang dimiliki oleh kapal megah ini.

Iya.

Hanya lantai dek tertinggi itulah, satu-satunya tempat yang tak mungkin bisa Morey tembus. Karena selain tangga menuju lantai tertinggi itu dijaga dengan begitu ketatnya oleh rombongan pengawal bersenjata. Status sosial penyamaran Morey saat ini yang terlabel sebagai rakyat jelata pada umumnya juga sama sekali tidak membantu apapun.

Apalagi dengan jati dirinya aslinya sebagai Lemurian. Tentu saja semua itu semakin membahayakan, oleh karena berkemungkinan besar malah menimbulkan ancaman pada dirinya dan rombongan. Seandainya pihak Atlantis yang ia ketahui masih berada di Kerajaan Sumer, sampai mengetahui perjalanan rahasia mereka ini.

"Habisnya apa?!"

Serene sendiri, secara tiba-tiba berucap dengan nada berseru, saking tidak sabarnya ia mendengar alasan dari Morey yang tak kunjung membalas perkataannya tersebut, gara-gara malah terjebak pada lamunan tak berujungnya.

"Itu..." lanjut Morey seraya memutar otak dengan cepat. "...aku... bosan?"

"Bosan?!"

"Ugh..." ucap Morey sambil mengelus tengkuknya. "Mu-Mungkin lebih tepat kalau ku katakan aku ingin mencari angin segar apa ya?" lanjutnya dengan cepat usai merasa menemukan alasan yang masuk akal. "Maksudku, siapa tahu sepoi-sepoi angin laut bisa membuat kondisiku jadi lebih membaik?"

"Begitu?!" timpal Serene dengan kelopak mata yang menyipit penuh curiga.

"I-Iya!" balas Morey setelahnya. "Bu-Buktinya kondisiku jadi lebih mendingan sampai aku bisa pergi sendiri ke restoran kan?"

Bohong.

Tentu saja semua itu kebohongan yang lagi-lagi diutarakan oleh Morey.

Sebab.

Pada kenyataannya alasan mengapa Morey sengaja pergi ke restoran terlebih dahulu adalah, harapan optimisnya tentang dirinya yang bisa saja bertemu dengan Hazelle secara tanpa sengaja saat makan malam.

Soul: Atlantis & LemuriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang