Kilas XLVI: "Sebuah Nama"

72 12 8
                                    

Kenapa dirinya; Hazelle, menangis?

Tak kunjung mendapat jawaban dari Hazelle. Dengan ekspresi sangat khawatir Morey berinisiatif untuk kembali berkata.

"Ah, a-apa jangan-jangan rasanya tetap sakit?" tanya Morey dengan nada panik. "Ma-Maaf! Ka-Kalau begitu tunggu se-sebentar ya! A-Aku akan—"

Secepat refleks Morey hendak pergi meninggalkan Hazelle untuk mengambil benda lain yang sekiranya mampu membuat Hazelle berhenti merasa kesakitan. Secepat itu pula jemari Hazelle meraih ujung baju yang dikenakan oleh Morey, hanya untuk menahan pergerakan sahabatnya itu agar tetap berada di posisinya.

"Se-Sedikit sakit," balas Hazelle setelahnya, entah mengapa malah memilih untuk berbohong. "Ta-Tapi tidak apa-apa," lanjutnya seraya menyungging senyum kecil. "Aku bisa menahannya."

"Kau yakin?"

Tak lantas mengiyakan ucapan Hazelle. Morey justru balas meraih jemari Hazelle yang sempat singgah di ujung bajunya, diiringi manik obsidiannya yang masih saja memancarkan kekhawatiran tak terhingga pada sahabatnya itu.

Tentu saja.

Apalagi saat Morey juga turut mendapati, kondisi dari ujung jemari Hazelle yang sedikit memerah, yang Morey duga sebagai akibat dari Hazelle yang menggenggam piyama di pangkuannya sendiri begitu erat, saking berusahanya sahabatnya itu dalam menahan rasa sakit yang dirasakannya seperti barusan.

Maka dari itu.

Morey yang tidak serta-merta mempercayai ucapan Hazelle pun hendak kembali berkata. Andaikata niatnya itu tidak didahului oleh Hazelle yang segera mengatakan.

"A-Aku sungguh bisa menahannya, Tu-Tuan."

"Tapi—"

"Semakin cepat Tu-Tuan mengobatiku, bu-bukannya rasa sakitnya juga akan cepat hi-hilang?"

Tak lantas menjawab, Morey yang memahami bila sisi kekeraskepalaan Hazelle mulai muncul jika keinginannya tidak dituruti pun, secara perlahan menghela napas kecil. Meski semua itu tak menghalangi sebuah senyum tipis yang menghiasi sudut bibir Morey setelahnya, akibat merasa gemas pada tingkah sang sahabat, yang sama sekali tidak berubah walau dalam keadaan sedang tidak menyamar sebagai Hazent sekalipun.

"Bukan berarti aku tetap akan membiarkanmu merasa kesakitan, oke?" balas Morey pada akhirnya lebih memilih untuk mengalah, dengan meletakkan seluruh jemari Hazelle di pundaknya sendiri.

"Tuan—"

"Setelah ini aku akan membalut pergelangan kakimu," ucap Morey sambil meraih segulung kain perban yang tergeletak di sampingnya. "Kau bisa meremat pundakku sebagai pelampiasan jika terasa sakit," lanjutnya sambil menatap Hazelle dengan lembut. "Jangan ditahan sampai melukai ujung jarimu sendiri seperti tadi ya?"

Tanpa menunggu balas persetujuan apapun dari Hazelle. Morey segera melaksanakan niatnya untuk membalut pergelangan kaki Sang Sahabat. Hingga tidak menyadari bila saat ini Hazelle tengah melukis senyum manis di bibirnya, lantaran merasa begitu tersentuh dengan kelembutan sikap Morey yang sama sekali tidak berubah sejak... dulu.

"Tu-Tuan—"

"Morey."

Di sela-sela kedua tangannya yang begitu fokus membalut pergelangan kaki Hazelle dengan telatennya. Morey menyempatkan diri untuk melirik pada Hazelle seraya kembali berkata.

"Namaku. Kau bisa memanggilku dengan 'Morey'."

"E-Eh—"

"Itu pun jika kau berkenan memanggilku demikian, Yang Mulia Putri."

"..."

"..."

"..."

"..."

Soul: Atlantis & LemuriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang