Kilas LXXVIII: "Sebuah Debaran"

48 13 3
                                    

Di tengah jerat pesona memukau dari manik hazel Hazelle yang masih membias indah tepat di depan manik obsidiannya itu. Morey menerka-nerka dengan sangat gigih tentang penyebab awal dari mengapa mereka berdua bisa terjebak ke dalam situasi penuh debaran kegugupan seperti ini.

Sungguh.

Apa?

Kenapa?

Bagaimana bisa?

Bukankah awalnya Morey hanya berencana membuat Hazelle membongkar penyamarannya, sekaligus menguak motif apa yang melatarinya?

Tapi kenapa justru mereka berakhir saling merengkuh satu sama lain?

Tapi kenapa justru mereka berakhir saling menautkan bibir satu sama lain?

Tapi kenapa justru mereka berakhir saling terduduk berpangkuan satu sama lain seperti ini?

Morey menerka.

Morey menerka-nerka lebih dalam lagi.

Morey sungguh menerka-nerka apapun hal yang berkemungkinan menjadi penyebabnya, dengan memaksa seluruh sel kelabu di otaknya untuk menyusun kepingan-kepingan ingatannya yang mendadak tercerai-berai.

Dan ketika arah pandang Morey tak sengaja jatuh pada bibir Hazelle, di saat itulah jantungnya langsung disentak oleh rasa perih, akibat dirinya yang merasa telah berhasil menemukan sumbu pemicunya.

Iya.

Bibir itu...

Bibir ranum Hazelle, yang nyaris menyatakan perpisahan di antara mereka sebelumnya...

Tampaknya berhasil menjadi momok yang sangat menakutkan bagi jiwa Morey. Hingga pada tahap mampu meluluh-lantahkan kewarasannya, akan kekacauan dari seluruh spektrum emosi yang sedang bergejolak di hatinya.

Dengan demikian, Morey tak bisa menyalahkan refleks tubuhnya, yang bertindak sangat cepat untuk mencari rasa aman. Dimulai dari kedua tangannya yang terulur untuk merengkuh Hazelle terlampau erat.

Erat sekali.

Seolah-olah sangat takut Hazelle akan langsung menghilang dari hadapannya, apabila celah sedikit apapun itu tercipta dari pelukan mereka.

Lalu...

Kemarahan yang terlontar dari bibirnya sendiri setelahnya, adalah bukti dari ia yang telah kehilangan pengendalian dirinya secara utuh.

Bagaimana pun.

Walau Morey memang menginginkan seluruh kepura-puraan Hazelle tentang penyamarannya untuk lenyap saat itu juga di hadapannya. Bukan berarti Morey juga menginginkan sahabatnya itu menghilang dari sisinya akibat kosa-kata perpisahan.

Tidak.

Justru sebaliknya.

Sama sekali tidak pernah terlintas di relung hati Morey, untuk menyudahi ikatan yang telah ia bangun dengan Hazelle selama lima tahun belakangan ini.

Maka dari itu.

Ketika Morey meluapkan amarahnya pada Hazelle setelahnya. Semua itu tak lebih dari rasa kecemasan hebat yang menghantui diri Morey, akan kebenaran dari rangkaian kata-kata Hazelle yang terdengar begitu tenang saat menyatakan perpisahan dengannya.

Oleh sebab itu, Morey marah karena menuntut.

Morey marah karena mendesak.

Morey marah karena mencari jawaban yang sangat ia inginkan dari Hazelle.

Dan ketika Hazelle pada akhirnya mengaku secara jujur, bahwa dirinya sama sekali tidak menginginkan jarak apapun di antara mereka, Morey menciumnya.

Ciuman dari rasa bahagia yang menyelimuti seluruh diri Morey, karena dengan gamblang Hazelle menyatakan bila ia ingin terus bersamanya.

Soul: Atlantis & LemuriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang