Leece baru saja patah hati. Dia tidak mau merasakan sedih yang berlarut, maka menyusun sebuah rencana untuk menunjukkan bahwa hidupnya lebih bahagia tanpa sang mantan dan bisa menemukan pria yang jauh lebih menawan. Bukan dengan cara menyakiti seseo...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Leece masih tidak menyangka bisa mendengar kalimat yang luar biasa manis dari mulut Faydor, di hari pernikahannya pula. Itu sangat tak terprediksi. Andai mereka bukan menikah bohongan, pasti dia akan menangis karena terharu. Sayangnya, dipukul mundur oleh kenyataan kalau semua yang terjadi akan berakhir pada waktunya.
Kedua mempelai telah bertukar cincin, saatnya melakukan sesi berikitnya yaitu ciuman. Riuh teriakan supaya Faydor dan Leece saling mendekatkan bibir pun mendominasi.
Sedikit mendongak dan berdiam diri, Leece menanti apakah Faydor mau melakukan ciuman padanya setelah resmi menjadi suami istri. Dia tidak mau kalau mendahului, nanti dikira agresif.
"Kenapa menatapku begitu? Kau berharap dicium suamimu?" Bukannya langsung serang saja bibir yang seksi di depan mata, Faydor justru mengajukan pertanyaan dengan satu sudut bibir tersungging.
Leece tidak boleh menunjukkan kalau memang benar dia menginginkan itu. Bukan karena ketagihan ciuman, walau ia akui bibir Faydor manis dan hangat, tapi setidaknya pernikahan mereka terlihat sangat nyata di depan semua orang, bukan sekadar pura-pura.
"Tidak, kalau kau enggan melakukan itu, maka skip saja," elak Leece, diakhiri dengan sebuah senyum manis penuh pesona.
"Tapi sayangnya—" Faydor menggantungkan kalimatnya, mulai meraih pinggul Leece, sedikit menarik istrinya hingga posisi mereka tiada jarak. Bagian dada wanita itu telah mendempel persis di tubuhnya.
Faydor bisa melihat keterkejutan dari reaksi wajah Leece. Oh ... ekspresi kesukaanku. Jelas sekali kalau Leece sampai menahan napas.
Entah apa lagi yang membuat jantung Leece berdebar, Faydor selalu saja memiliki hal mengejutkan yang tidak pernah ia tahu sebelumnya, dan sekarang satu persatu mulai ditunjukkan padanya. Pria itu sangat piawai dalam mempermainkan perasaan wanita. Nyatanya, kini ia mulai terbuai, penilaian tentang Faydor yang menyukai sesama jenis pun sirna.
Disaat Leece mematung dan tidak berkutik, Faydor kian mendekatkan kepala hingga berhenti di samping telinga wanita itu. "Aku akan menciummu di depan semua orang, sampai bibirmu kebas," bisiknya kemudian.
Sempat-sempatnya Faydor menyeringai, padahal aliran darah Leece sudah mulai mendidih akibat perlakuannya yang sangat mengerikan. Bukan dalam konotasi horor, tapi efek dari bisikan pria itu sangat bahaya untuk hati.
Menelan ludah, Leece terkesan pasrah ketika dagu mulai disentuh oleh jemari kekar suaminya. Tatapnya dipaksa untuk tertuju pada netra tegas dan tajam bagaikan elang yang mampu membuatnya tidak berkutik sama sekali.
"Jangan mempermalukan ciumanku di depan semua orang, aku tidak suka kalau lawannya kaku." Itu lebih condong pada kalimat memerintah. Faydor pun menangkup sisi kanan dan kiri pipi istrinya.
Tidak ada kata perlahan, mempelai pria langsung menyambar bibir Leece. Kali ini bukan sekadar kecupan seperti saat di ruang makan. Lidah Faydor mengetuk bibir yang masih tertutup rapat, seolah tengah permisi supaya ia diberikan akses masuk.
Leece bagai terhipnotis oleh suaminya. Mempersilahkan Faydor menyesap bibir yang katanya akan dibuat sampai kebas. Merasakan lidahnya dipermainkan dan ditarik dengan penuh kelembutan. Naluri untuk membalas pun muncul, dia tidak lagi kaku dan pasrah. Keduanya saling membelit lidah satu sama lain, di depan semua orang yang hadir di pernikahan.
Sesaat Leece terbuai, bahkan lupa kalau pernikahan yang baru saja berlangsung hanyalah pura-pura dan atas kesepakatan belaka. Tapi memang semua terasa sangat nyata. Bahkan berjalan sakral, tidak sekadar formalitas atau gurauan saja.
Faydor dan Leece berhasil mengelabuhi semua. Mereka terlihat seperti suami istri sungguhan. Melebur menjadi satu dalam sebuah ciuman yang belum juga usai sampai sekarang. Entah mendalami peran atau memang keenakan. Keduanya justru semakin kalut dan bisa jadi lupa bahwa saat ini berada di depan banyak orang.
"Woi ... sudah lima menit!" teriak Manfred, kakak kedua Leece. "Kalau mau dilanjutkan, kalian langsung ke kamar saja. Kami sudah sangat lapar."
Mendengar suara lantang itu, barulah Leece tersadar dari buaian kelembutan bibir Faydor. Dia mendorong dada suaminya hingga belitan lidah mereka saling terlepas.
Punggung tangan Leece mengusap sisa basah di sekitar bibir. Ciuman Faydor ... memabukkan. Ia lalu memalingkan wajah supaya tidak terlihat gugup dan salah tingkah.
Sementara Faydor, pria itu masih berdiri tegak dan tidak memiliki perubahan ekspresi. Justru mata sedang tertuju pada bibir yang berhasil membuainya. Sial! Kenapa aku bisa seperti orang kesetanan saat menyesap Leece? Apa dia sebenarnya penyihir?
*****
Aduhhh gemesss banget 😭😭😭 tolong turunkan sifat dingin menyebalkan bapakmu saja. Ini mah namanya meresahkan, justru perpaduan bapakmu + unclemu alias sifat Gege dan Dadar jadi satu
Jangan lupa tekan bintang di kiri bawah ya buat kasih vote
Tinggalin komen kalian yuk, masukan, atau apa pun. Biar aku makin semangat buat nulis lanjutannya
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.