Faydor mengedikkan bahu. "Entah, aku tak pernah mencari tahu kehidupan Rose lagi. Nomorku juga sudah diganti oleh Daddy. Jadi, tidak ada urusan dengannya."
Ternyata seacuh itu Faydor sekarang pada mantan partner sex. Tidak menyangka saja kalau pria itu bisa cepat melupakan. Baiklah, Leece tidak perlu overthinking tentang apa pun. Tadi sempat merasakan ada firasat buruk kalau benar yang dilihat adalah Rose mantan suaminya. Namun, setelah mendengar kalau tidak ada lagi berhubungan setelah putus, dia sedikit lega.
Tepat berhenti di parkiran kampus, Faydor mendapati sang istri sedang melamun. "Masih memikirkan wanita yang katamu mirip dengan Rose?" tanyanya seraya memencet seatbelt di jok Leece.
Leece meringis karena ketahuan. "Sedikit," kilahnya.
"Dia mana mungkin ke New York, untuk urusan apa juga. Jadi, ku pastikan itu bukan orang yang kau maksud." Faydor mengusap puncak kepala wanitanya dengan gemas. "Dulu aku selalu bermain dengan aman, Rose juga konsumsi obat supaya tidak hamil. Jadi, berhentilah berpikir berlebihan." Ia tangkup pipi kanan dan kiri Leece, lalu mengecup kening. "Fokus pada apa yang ingin kau capai saja."
Leece mengangguk dan meninggalkan Faydor di dalam mobil. Tadinya mau ditemani untuk masuk ke dalam, tapi ia tolak karena ponsel suaminya bunyi terus ada telepon dari klien. Jadi, dia tidak mau kalau dua puluh empat jam harus untuk dirinya semua.
Sementara Leece bimbingan, Faydor bekerja dari dalam kendaraan sembari menunggu. Sampai sosok wanita itu keluar lagi dari gedung yang sedang diamati, dia bisa menyimpulkan kalau rancangan tugas akhir yang diajukan berlangsung lancar. Sebatas dugaan dari penilaian mimik wajah tengah berseri.
"Sudah accepted, boleh dilanjutkan lagi buat rincian anggaran biaya dan maket." Leece yang baru masuk ke dalam mobil itu langsung menghambur memeluk Faydor dengan suka cita.
"Hebat," puji Faydor, seraya telapak lebarnya mengusap punggung sang istri.
.....
Suara deburan ombak bisa terdengar jelas di indera pendengaran. Pantai selalu bisa membuat hati nyaman, menikmati sisa-sisa waktu di bulan-bulan terakhir musim gugur.Leece merentangkan tangan di balkon, menghirup udara pagi yang masih sangat segar. "Thanks God, sudah memberi kehidupan yang sangat luar biasa nikmat. Dilimpahi banyak uang, suami kaya dan pengertian, keluarga penyayang, mertua baik hati. Tidak ada lagi yang aku inginkan. Sepertinya semua sudah diberikan padaku." Ia berteriak lantang pada alam yang membentang luas.
Dari dalam kamar, Faydor bisa mendengar, ia menyusul ke balkon, dan memeluk sang wanita dari belakang. "Suka suasana untuk melanjutkan tugas akhirmu?" tanyanya. Dagu sengaja diletakkan pada pundak Leece, dan ikut menikmati pemandangan.
Leece mengangguk, menumpukkan telapak di atas tangan yang melingkari perutnya. "Aku selalu ingin pergi ke Hawaii bersama pria yang ku cintai, dan sekarang sudah kau wujudkan."
Sudah dua minggu ini Faydor dan Leece berada di sebuah resort yang ada di Hawaii. Si pria dengan inisiatif sendiri mengajak ke sana karena ia sangat ingat kalau sang istri cepat berpikir dalam kondisi liburan. Jadi, sebagai bentuk dukungan Leece mengerjakan tugas akhir, dia mengajak untuk honeymoon kedua. Anggap saja mempersiapkan untuk pembuatan anak lagi supaya kali ini bisa dijaga dengan baik.
Perlahan mengurai pelukan, tangan kekar Faydor beralih bersemayam pada pinggul, dan memutar tubuh wanitanya agar menghadap ke arahnya. Tangan Leece tertuntun dengan sendirinya untuk melingkar di leher kokoh.
"Kalau aku berhasil membuatmu senang, lalu kau akan memberiku apa?" Sembari tangan Faydor mengusap pantat istrinya dan tersenyum penuh arti.
"Mau sekali-kali kita coba di pantai?" tawar Leece, mata melirik ke arah hamparan pasir yang ada di depan mata, tak jauh dari resort.
Kepala Faydor menggeleng. "Jangan gila, aku tidak menyewa satu pulau. Jadi, ada banyak wisatawan yang bisa melihat kita telanjang di pantai." Secara langsung itu adalah sebuah penolakan.
Leece terkekeh sendiri, lucu saja membayangkan bermain di atas pasir putih pinggir pantai. "Aku juga tidak mau, nanti pasirnya masuk, bingung juga bersihinnya." Tangannya menarik Faydor untuk kembali masuk ke kamar.
Tanpa diminta, Faydor melepaskan celana pendeknya hingga menyisakan sepotong kain penutup di bawah sana. Dia lemparkan ke sembarang arah. "Ayo, aku sudah sangat siap menanti hari ini terjadi lagi."
Alis Leece terangkat sebelah saat berbalik badan sudah mendapati suami dalam kondisi minim pakaian. Padahal maksudnya mengajak ke dalam bukan untuk penyatuan tubuh seperti yang dipikirkan oleh suaminya. "Ini masih pagi, aku ingin jalan-jalan ke pantai."
Telunjuk Faydor mengarah ke bawah, memberi tahu pada Leece jika kali ini tidak bisa ditahan. "Sudah berdiri, tidak ada negosiasi, hanya sebentar saja." Percayalah sebentar versinya paling tidak dua puluh menit karena selalu senang melakukan foreplay lama.
Menarik sang wanita supaya menuju ke ranjang, Faydor tindih tubuh Leece hingga ada di bawah kendalinya. "Kau sudah tak pendarahan lagi, kan?" Maksudnya pasca keguguran saat itu. Dokter mengatakan padanya untuk tidak berhubungan intim sampai pendarahan berhenti, demi kesehatan dan kebaikan juga.
Leece menggeleng. "Sejak satu minggu yang lalu sudah tidak."
"Baguslah. Jadi, aku tidak perlu meminjam tangan atau mulutmu lagi untuk menuntaskan hasrat." Faydor yang tak sabaran pun menarik kaos Leece ke atas, melempar ke sembarang arah, begitu juga dengan bra yang menutupi dada.
Leece meraup wajah suaminya dengan satu telapak, walau tidak bisa mencakup keseluruhan karena tangannya kecil. "Dasar om-om, pikirannya mesum terus." Dia tahu risiko menikah dengan pria yang lebih tua memang harus bisa mengimbangi nafsu pasangan yang sedang menggebu-gebu. Apa lagi Faydor hampir tiga puluh dua, satu bulan lagi, tepat sekali saat usia pernikahan mereka yang ke setengah tahun. Mungkin akan ia rayakan saat itu. Masih tiga puluh hari juga.
"Tapi kau suka, kan?" Pertanyaan itu lolos bersamaan dengan bibir meraup bibir istrinya hingga Leece tidak bisa langsung memberikan jawaban.
Hanya anggukan, barulah saat lidahnya terbebas, Leece hendak menanggapi. Namun, justru pertama kali keluar adalah desah erotis akibat gelenyar geli yang dihasilkan oleh sapuan lidah suami yang berhasil membuatnya kegelian karena merasakan ada gerakan di area sensitif utama. Tentu di bawah sana.
"I like it," ucap Leece. Tangan reflek menjambak rambut suami.
Awalnya tidak ada niatan ingin bercinta pagi ini. Tapi, semua rencana berubah seketika. Faydor membuat Leece melayang, terbang ke atas nirwana kenikmatan hingga lupa segalanya. Termasuk pintu balkon yang dibiarkan terbuka begitu saja. Untunglah resort yang mereka tempati ada di bagian paling atas, jadi aman dari orang yang mengintip, kecuali jika ada yang iseng dan niat melihat dari teropong.
Masa bodoh lah, tidak mungkin juga ada manusia yang kepikiran untuk mengintip di kamar paling ujung atas. Yang penting Faydor melancarkan aksinya. Padahal setelah menikah pun terkesan mau menyentuh Leece adalah hal paling tak mungkin. Sekarang justru melangsungkan honeymoon sebanyak dua kali demi merasakan sensasi syahdu dari proses pembuatan buah hati.
"Hilang satu, maka ku gantikan lagi yang baru," bisik Faydor. Lalu menyatukan tubuh keduanya untuk sama-sama mendaki pada titik kenikmatan yang sesungguhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge For A Heartbreak
ChickLitLeece baru saja patah hati. Dia tidak mau merasakan sedih yang berlarut, maka menyusun sebuah rencana untuk menunjukkan bahwa hidupnya lebih bahagia tanpa sang mantan dan bisa menemukan pria yang jauh lebih menawan. Bukan dengan cara menyakiti seseo...