Sepanjang perjalanan menuju mansion mertuanya, Leece bisa menangkap jelas guratan keras di rahang sang suami. Faydor sejak keluar dari apartemen sudah terlihat kilatan penuh amarah, seolah menahan diri untuk meluapkan seluruh emosi pada orang yang diyakini akan ditemukan pada acara ulang tahun mertuanya. Beberapa kali ia coba usap permukaan tangan suami supaya lebih santai.
"Aku yakin kembaranmu tidak mungkin memantauku sampai seekstrim itu," ucap Leece, berharap Faydor berkendara dengan tenang.
Walau sebenarnya Leece juga tak begitu yakin dengan apa yang baru saja diucapkan. Setidaknya ia harus menyelamatkan nyawa mereka berdua dari kegilaan Faydor saat berkendara dalam kondisi dongkol. Sumpah, jantungnya terasa seperti mau copot karena dibawa menyalip asal dan seakan lupa jika di mobil sedang membawa istri, bukannya manekin yang tak bernyawa.
"Mana mungkin. Jelas-jelas sensor kameranya hidup," tampik Faydor.
"Iya, oke. Tapi, bisa kau jangan kebut-kebutan seperti ini? Lalu lintas sedang ramai, aku takut kecelakaan," pinta Leece. Ia tunjuk motor di depan dari arah berlawanan yang hendak menyalip hingga melewati batas tengah. "Itu ... awas!" serunya, supaya Faydor memutar kemudi ke kanan.
Faydor memutar stir sedikit ke kanan untuk menghindari terjadinya kecelakaan lalu lintas. Ia melirik di mana istrinya duduk, Leece memejamkan mata dengan tubuh bergetar. Akhirnya kaki pun mulai mengendurkan pijakan di gas.
"Aku minta maaf jika membuatmu ketakutan," ucap Faydor. Menggenggam tangan istri dengan sangat erat. "Buka matamu, kita hampir sampai," pintanya, seraya menarik punggung tangan Leece untuk didaratkan kecupan sebagai rasa menyesal sudah membahayakan.
Faydor saat marah selalu lepas kendali dalam berkendara. Itu adalah salah satu cara meluapkan kekesalan. Biasanya dia akan sedikit reda setelah kebut-kebutan. Tapi, kali ini sudah tak bisa melakukan itu lagi karena Leece tidak suka dengan apa yang ia lakukan.
Perlahan kelopak Leece terbuka, tangan yang tak digenggam pun mengusap dada. Menghembuskan napas lega. "Jangan seperti itu lagi. Iya kalau yang dirugikan diri kita sendiri, bagaimana jika orang lain juga terkena imbasnya?" Setelah tenang, baru dia bisa mengomel.
Faydor hanya diam dan mengangguk tanpa membantah. "Kau terlihat seperti ibu-ibu saat mengomel." Lalu jari pun mencubit bibir seksi Leece. Kemudi ia operasikan dalam mode autopilot supaya bisa sembari santai di dalam.
"Aku belum menjadi ibu, hanya wanita yang sudah tak gadis lagi," protes Leece.
"Nanti juga akan jadi ibu." Tangan Faydor berangsur turun menyentuh perut istrinya. "Kalau rajin membuat, lama-lama ada bayinya di sini, terus jadi ibu." Pandangan matanya kini terpatri dengan sorot Leece yang sedikit mengatakan sebuah keraguan. "Kau tidak berencana menunda, kan? Setiap hari aku tidak memakai pengaman dan selalu di dalam."
Kepala Leece bergeleng pelan sebagai jawaban awal. "Apa aku siap merawat anak diusia dua puluh satu tahun?" gumamnya. Dia belum pernah membayangkan bagaimana jadinya kalau menjadi orang tua di usia muda. Apa lagi emosinya kadang belum stabil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge For A Heartbreak
ChickLitLeece baru saja patah hati. Dia tidak mau merasakan sedih yang berlarut, maka menyusun sebuah rencana untuk menunjukkan bahwa hidupnya lebih bahagia tanpa sang mantan dan bisa menemukan pria yang jauh lebih menawan. Bukan dengan cara menyakiti seseo...