Part 46

5.1K 234 4
                                    

Leece jadi lebih sering diam semenjak mengetahui mantan kekasih suaminya hamil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Leece jadi lebih sering diam semenjak mengetahui mantan kekasih suaminya hamil. Pertemuan terakhir kali dengan Rose di lounge hotel tiga hari lalu membuatnya terus berpikir banyak. Benarkah ia egois jika membiarkan janin dalam kandungan itu tidak merasakan kasih sayang seorang Daddy? Haruskah merelakan dan melepaskan cintanya demi seorang calon bayi yang butuh orang tua lengkap? Masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang berputar di dalam otak. Semuanya mendorong supaya ia mengalah dan melepaskan cintanya.

Leece menyeka air mata yang mendadak luruh begitu saja. Hati dan pikiran sedang tak selaras. Dia ingin tetap bersama suaminya. Tapi, selama Faydor ada di sampingnya, semua terasa berbeda. Bagaikan ada kesedihan mengganjal jiwa. Ia pikir itu dari rasa bersalah karena menahan sang pria terus berada di sampingnya, sementara ada calon anak dan seorang wanita yang mengandung keturunan Faydor sedang butuh perhatian lebih.

"Apa aku melukai hatimu?" tanya Faydor. Kakinya terayun mendekat dan duduk di samping Leece yang tengah memandangi luar jendela dari lantai sepuluh di hotel tempat mereka menginap. Ia usap lengan sang wanita yang akhir-akhir ini tidak dilihat ukiran senyum pada bagian wajah.

Leece menggeleng. Kesedihan itu karena diri sendiri yang terlalu banyak berpikir. Seandainya hubungan Faydor dan Rose tidak ada anak, sepertinya semua akan baik-baik saja. Dia bisa menerima masa lalu sang pria. Namun, kini kacau, jalan hidupnya tak semulus itu.

Faydor meraih dua pundak Leece, lalu memutar tubuh wanitanya supaya menatapnya. "Lantas, kenapa beberapa hari ini kau mendiamkan aku? Banyak melamun dan tiap kali ditanya hanya dijawab anggukan atau gelengan saja?"

Kepala Leece menunduk. Bingung harus menjawab apa. Semua karena perasaannya sedang tidak keruan. Dia membayangkan juga kalau berasa di posisi Rose, hamil sendiri tanpa ada yang membantu, melewati masa-masa sulit. Tidak mudah dan pasti sangat berat. Seluruh kalimat yang dikatakan oleh Rose saat itu berhasil mempengaruhi pikirannya.

"Jangan diam saja, Leece. Masalah tak akan selesai jika kau terus begini." Faydor menarik istrinya ke dalam dekapan saat tak lagi mendengar suara sang wanita. Rasanya tak enak dan bingung sendiri harus memperlakukan Leece bagaimana. "Apa kau begini karena takut aku akan meninggalkanmu?" tebaknya.

Dalam dekapan hangat itu Leece menggeleng hingga kepala bergesekan dengan dada bidang Faydor. "Jika aku meminta kau untuk memperhatikan darah dagingmu yang sedang dikandung oleh mantanmu, bagaimana?"

"Aku pasti akan lakukan." Faydor sedikit mengendurkan tangan, berubah menangkup kedua pipi Leece dan pandangan keduanya kini saling bertemu. Dia mendapati sorot mata istrinya yang sendu. "Tapi, aku tetap mau bersamamu juga."

"Aku tidak terlalu butuh perhatianmu—" Bohong, Leece hanya ingin membuat Faydor merasa tidak diperlukan dalam kehidupannya. Berusaha tak menghindari tatapan agar terlihat kesungguhan dari setiap kalimatnya. "Rose dan anak itu jauh membutuhkanmu." Ia tepuk punggung tangan sang pria dan mengulas senyum di bibir walau rasanya sangat kaku. "Pergilah sesuai peranmu, Fay."

Revenge For A HeartbreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang