Leece tidak bisa sepemahaman dengan Faydor yang ingin tetap bersama tapi sembari memperhatikan Rose yang sedang mengandung. Dia tidak pernah memberikan sang pria pilihan antara dirinya atau mantan kekasih. Jelas suaminya memilih istri. Ia tidak mau kalau Faydor sampai tak melimpahkan perhatian juga kasih sayang pada darah daging sendiri. Menyerah, mengalah, dan memilih pergi dari kehidupan prianya adalah pilihan terbaik menurutnya. Walau bukan bagi Faydor.
Sayangnya, Faydor tidak melepaskan begitu saja. Bahkan Leece dikunci, dipenjara bersama dengan pria itu. Hanya berdua di dalam kamar hotel.
"Aku akan membebaskanmu jika kau tidak ada niatan untuk meninggalkanku." Begitulah syarat yang Faydor berikan saat Leece memohon supaya diperbolehkan keluar. Ia sampai rela menahan hasrat agar tidak menyetubuhi sang istri karena jika bercinta, pasti akan berakhir kelelahan, lalu tidur damai.
Bahkan pulang ke mansion orang tuanya pun tidak boleh, apa lagi ke kampus. Wanita itu benar-benar menjadi tawanan suami sendiri hanya karena mau mengalah dan rela membiarkan Faydor dimiliki oleh orang lain yang lebih membutuhkan. Lagi pula, dahulu pria itu juga sering memanfaatkan Rose demi kepentingan pribadi. Jadi, seharusnya anggap saja konsekuensi dari masa lalu yang hidup seenaknya.
Namun, tentu saja Leece tidak akan mengatakan seperti itu. Dia bersikap sewajarnya, kembali seperti istri yang sangat membutuhkan suami. Tidak lagi mengungkit perihal masalah yang masih membuat hatinya ingin mundur.
Leece duduk di pegangan kursi tempat Faydor berada saat ini. Prianya tidak pernah memakai kaos atau baju apa pun jika sedang di dalam, memudahkannya untuk menatap bebas tato bunga mawar di bawah leher.
"Boleh ku tanya sesuatu?" kata Leece, sembari mengusap tato yang selalu menyita perhatiannya dan terkesan sangat bermakna baginya.
"Tentu, katakan saja, asal bukan tentang perpisahan kita berdua." Faydor sedikit mendongak ke kanan agar pandangannya teralihkan dari layar MacBook ke istrinya.
Leece terkekeh pelan, sebegitu enggan suaminya membahas perihal itu. Sayangnya, selama terus hidup berdua, ia merasa tak enak pada calon bayi Rose yang belum mendapatkan kasih sayang seorang Daddy sampai sekarang. "Ini tentang bunga mawar yang ku titipkan padamu."
Faydor berhenti menggerakkan jemari di atas keyboard. Fokusnya teralihakan pada Leece. "Kau sudah ingat?"
Kepala mengangguk mengiyakan. Sejak dia tahu alasan Faydor membuat tato mawar, rasanya seperti familiar dengan cerita di balik alasan pria itu menggores kulit dengan tinta hitam permanen. Jadi, secara berkala ingatannya ketika kecil mulai terulas kembali melalui mimpi.
"Boleh ku minta kembali bunganya?" pinta Leece. Jempolnya terus mengusap tato mawar suaminya.
"Sudah abadi di dalam diriku. Jika kau mau, maka harus menerima aku juga." Faydor menarik tubuh Leece hingga terduduk di pangkuannya. "Sebab, aku dan mawar itu telah menjadi satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan." Jemarinya sangat aktif mengusap wajah mulus sang istri, ditambah tatapan mata yang memancarkan cinta juga rasa takut kehilangan itu menambah aura Faydor kuat sekali oleh ungkapan penuh rasa.
"Tentu, aku akan menerima syarat itu," ucap Leece. Walau sebenarnya itu adalah kebohongan. Dia hanya ingin membuat Faydor merasa tidak akan ditinggalkan, lalu lengah dan membiarkan ia keluar dengan leluasa. Maka, dengan cara itu dirinya bisa pulang ke mansion orang tuanya.
"Kau sudah mendapatkan mawarmu, Sayang." Faydor mengecup bibir wanitanya. "Tato yang sejak tadi kau pegang, itu adalah milikmu."
"Aku ingin menciumnya," pinta Leece.
"Akan ku kabulkan." Faydor menggendong tubuh istrinya dan dibawa ke ranjang.
Merebahkan Leece pelan, lalu Faydor pun ikut juga berbaring di atas sana. Posisi pria itu memunggungi sang wanita. "Ciumlah sampai kau puas."
Semakin mendekatkan bibir, kecupan pun mendarat di goresan berbentuk bunga mawar yang Faydor sengaja abadikan untuk dirinya. "Aku bahagia ketika tahu kau membuat tato ini karena aku. Terima kasih karena kau memiliki banyak cara untuk menjaga mawarku," ungkap Leece.
Leece menarik pundak sang pria hingga berubah posisi dari miring menjadi terlentang. Tatapan mata keduanya bertemu pada titik yang sama. Hanya diam tanpa ada yang berbicara, tapi suasana justru membuat Faydor ingin sekali mencumbu istri yang sudah beberapa hari ini tidak dijamah akibat kejadian terakhir kali yang disebabkan oleh kemunculan Rose.
Kali ini Faydor tidak kuat menahan. Dia tarik pinggul sang istri hingga dada empuk itu menempel pada dada bidangnya. "Boleh aku bercinta denganmu, sekarang?"
Leece mengangguk seraya menyingkirkan rambut Faydor ke balik telinga. "Cumbu aku sampai kau puas." Ia menyerahkan diri, pasrah ketika tubuh digulingkan dan dikungkung oleh suami.
Bibir wanita itu terkesan mengulas senyum, mengelabuhi Faydor yang menganggap bahwa suasana hatinya sudah mulai membaik karena tidak mengungkit perihal perpisahan lagi. Padahal, apa yang Leece lakukan saat ini hanyalah untuk ucapan perpisahan karena setelah sang pria lengah, disitulah saatnya berpamitan.
Leece bersikap seperti tidak ada masalah apa pun. Dia menerima dan membalas setiap ciuman. Suara erotis keluar dari bibir dengan sangat sensual. Terlihat menikmati tiap sentuhan, hentakan, dan segala sesuatu yang dilakukan oleh Faydor.
Selamat menikmati hidangan terakhirmu, Sayang. Setelah ini, aku ingin kau fokus pada anakmu yang membutuhkan perhatianmu. Disaat Faydor aktif menghentak di atasnya, Leece justru berdialog dengan pikiran sendiri.
Dua puluh menit berakhir dengan indah. Faydor berhasil mengeluarkan cairannya dan ambruk di samping Leece. Memeluk tubuh wanitanya seakan tidak mau kehilangan. "Segera tumbuh lagi di perut Mommy, aku menantikan anak dari rahim istriku, bukan mantanku," ujarnya, seraya mengusap perut Leece.
Leece tidak membuat komentar apa pun. Cukup diam dan memiringkan tubuh. Dia menanti suara Faydor berubah lebih tenang yang menandakan tidur. Setelah ditunggu kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya tangan yang melingkar di tubuhnya kini terasa lebih mengendur. Pelan-pelan menyingkirkan itu.
Merasa tidak ada pergerakan dari sang pria, Leece bernapas lega. Faydor selalu tidur setelah bercinta, karena katanya seluruh energi seperti terkuras habis setelah cairan pembawa bibit kehidupan keluar dari tubuh. Leece sengaja mengambil moment itu sebagai celah untuk pergi diam-diam.
Leece menarik selimut untuk menutupi tubuh polos Faydor. Sementara ia memakai kain kembali. Sebelum pergi, menatap sejenak wajah Faydor yang keningnya mengerut bagai banyak pikiran.
"Terima kasih sudah membalas cintaku. Tapi, aku tidak mau egois dengan terus bersamamu walau sangat ingin melakukan itu. Sayangnya, aku pernah gagal menjaga anak dalam kandunganku, dan tak ingin membuatmu gagal menjadi seorang Daddy untuk calon bayimu." Leece tersenyum setelah berbicara lirih pada suaminya yang tidak bisa mendengarkan apa pun yang ia katakan.
"Selamat tinggal suamiku. Jadilah Daddy yang baik untuk keturunanmu, meski bukan bersama denganku. Luapakan aku, anggap saja kisah kita hanyalah sebuah selingan belaka dan kesalahan termanis dalam hidup." Leece membawa tasnya, berjalan sepelan mungkin tanpa menimbulkan suara gaduh agar tidak membuat Faydor terbangun dari tidur lelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge For A Heartbreak
ChickLitLeece baru saja patah hati. Dia tidak mau merasakan sedih yang berlarut, maka menyusun sebuah rencana untuk menunjukkan bahwa hidupnya lebih bahagia tanpa sang mantan dan bisa menemukan pria yang jauh lebih menawan. Bukan dengan cara menyakiti seseo...