Leece baru saja patah hati. Dia tidak mau merasakan sedih yang berlarut, maka menyusun sebuah rencana untuk menunjukkan bahwa hidupnya lebih bahagia tanpa sang mantan dan bisa menemukan pria yang jauh lebih menawan. Bukan dengan cara menyakiti seseo...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ini pertama kalinya Faydor sakit dalam kurun waktu lama. Delapan hari, baru ia sembuh. Daya tahan tubuh terlalu lemah terkena udara malam di pantai Croatia saat itu. Apa lagi tidak ada alas maupun selimut. Badannya juga lebih banyak tersapu oleh angin karena jaket sengaja dibuat menutupi Leece saja. Ditambah sering lembur dan kurang tidur juga. Jadi, paket kombo untuk membawa ke gerbang demam tinggi.
Untungnya ada Leece yang selalu merawat. Lebih tepatnya banyak mengomel karena Faydor susah sekali disuruh makan dan minum obat. Juga selalu memaksanya untuk tidur cukup, serta melupakan pekerjaan sejenak. Namun, pada kenyataannya hanya mengurangi waktu kerja saja. Karena dia tidak mau banyak menumpuk tanggungan.
Selama delapan hari itu Leece merasa menjadi istri sungguhan. Tenaganya sangat dibutuhkan. Setidaknya ada timbal balik diantara keduanya.
Ada kemajuan juga dari hasil kursus memasak yang diikuti oleh Leece. Dia mengambil kelas dua jam sehari. Jadi, ketika Faydor tidur siang selama sakit, ia keluar untuk belajar.
Meski belum mahir sekali, setidaknya kini Leece bisa membuat makanan dari kedua tangannya tanpa melihat tutorial. Belum seenak restoran karena tujuannya belajar adalah ingin membuat perut suami kenyang. Jadi, targetnya hanya mendapat pujian dari Faydor dan tidak akan dibuang ke tempat sampah jika tak enak.
Hari ini Leece membuat paella, masakan khas negara Spanyol. Beras yang dimasak dengan berbagai bumbu rempah-rempah dan disajikan dengan berbagai lauk di atasnya, bisa ayam, udang, ikan, sesuai selera. Tapi, kali ini ia mau udang.
"Wanginya sampai ke dalam kamarku," ucap Faydor. Ia muncul dari balik pintu dan berjalan mendekat.
Baru juga Leece mau panggil untuk makan siang, ternyata sudah keluar sendiri. "Ku jamin kau akan suka sekali dengan hidangan kali ini. Sudah ku cicipi dan sangat lezat." Ia mengambil dua piring, lalu meletakkan ke atas meja untuk mereka berdua.
Faydor mengangguk, buktikan saja. Tapi, dia sangat menghargai kerja keras Leece yang pantang menyerah demi bisa memasak. Walau sebenarnya saat awal-awal tidak layak makan, tetap dimakan supaya tak berkecil hati.
Bukannya duduk di kursi biasanya, Faydor justru mendekati Leece. Berdiri tepat di depan istrinya. Tiba-tiba meraih kepala dengan rambut dikuncir asal, dan mendaratkan kecupan singkat pada puncak. "Terima kasih sudah mengurusku selama sakit."
Leece mematung. Tiap mendapatkan sentuhan dari Faydor, selalu bisa membuatnya mati gaya dan lupa bernapas. Kehadiran pria itu sangat mempengaruhi reflek tubuh yang lebih banyak membeku dan seolah pasrah mau diapakan saja. Setidaknya ia tak lupa tersenyum setelah mendapatkan perlakuan manis suami. Sejak malam di pantai itu, setelah ia mengatakan ingin memiliki kenangan manis, Faydor jadi mulai berubah. Tidak lagi terlalu ketus, sinis, kaku, ataupun menatap tajam. Walau masih sering sulit menunjukkan ekspresi, tapi ia merasa sekarang hubungan menjadi lebih dekat.
"Kau masih mau berdiri di situ? Aku sudah sangat lapar," tegur Faydor. Sepertinya dia biasa saja dan sangat santai memperlakukan Leece semanis tadi. Atau mungkin saja tidak sadar jika apa yang ia lakukan berhasil memporak porandakan hati wanita itu.
"Oh ... ya, maaf." Leece melepas apron, lalu bergabung di meja makan.
Keduanya pun menikmati paella tersebut. Sesekali Leece bertanya, meminta pendapat tentang masakannya, dan Faydor menjawab dengan anggukan pertanda memang enak. Lega rasanya jika berhasil membuat suami betah berada di dalam apartemen, jarang keluar juga. Jadi, tidak ada kesempatan untuk bertemu Rose si bunga bangkai.
"Kebutuhan dapur sudah habis, setelah ini aku mau belanja," izin Leece. Sembari menarik piring kotor dan dibawa ke washsink.
"Sendiri?" tanya Faydor. Meneguk minum, tapi tatapan mata bisa melihat punggung wanita yang sedang mencuci piring.
"Ya. Aku tahu setelah beberapa hari sakit, membuatmu menumpuk pekerjaan. Jadi, tidak ingin mengganggu waktumu. Pasti mau buru-buru menyelesaikan semuanya, kan?"
"Ku temani. Lagi pula tidak dua puluh empat jam juga perginya," putus Faydor. Ia bawa gelas kosong itu mendekati Leece. Sengaja berdiri di belakang wanita itu, mengulurkan tangan hingga kulit bersentuhan satu sama lain.
Mata Leece membola, jantung rasanya mau berhenti berdetak saat aliran darah seakan beku dan bulu-bulu halus meremang. Ia menelan ludah kala menengok dan tatapan mata saling bertemu.
"Kenapa tegang begitu? Kita sudah tujuh minggu menikah, tapi kau belum terbiasa denganku, ya?" Faydor tersenyum miring. Dia sangat senang melihat ekspresi istri penyihirnya ketika tidak berkutik. Lucu dan seksi.
Leece meringis kecil. "Lebih tepatnya, karena kau selalu memancing aku tapi tidak pernah bertanggung jawab menuntaskan hasrat yang kau bangunkan." Sedikit nakal pada suami tak masalah 'kan? Bibirnya mencuri kecupan di bibir. Sekarang ia jauh lebih berani dari sebelumnya. ..... Leece dan Faydor sudah siap pergi untuk belanja persediaan kebutuhan sehari-hari, terutama bahan memasak karena sekarang Leece sangat senang belajar di dapur. Membuat berbagai percobaan makanan. Sampai-sampai wanita itu lupa kalau ada tugas akhir yang belum selesai. Ide saja belum terpikirkan. Jadi, sekarang masih sedikit santai, temannya banyak yang belum selesai juga. Toh ia bukanlah manusia kompetitif yang harus menang atau lulus paling awal. Sejauh ini tidak didesak untuk buru-buru wisuda juga. Apa lagi Faydor yang membayarkan biaya kuliahnya pun terkesan santai dan tak pernah bertanya tentang progres.
"Kita belanja di supermarket dekat perusahaan daddymu saja, ya? Di sana lengkap, semua ada," ajak Leece, seraya memasukkan kaki ke sandal.
"Terserah," jawab Faydor singkat. Cukup menurut, lagi pula tugasnya hanya mau menemani saja.
Keduanya pun keluar dari pintu secara bergantian. Leece paling awal, lalu Faydor. Mereka membeku di tempat karena melihat seseorang sedang berdiri tegak, dengan mata dingin yang tajam.
Faydor menghela napas kasar. Dia sangat tahu arti tatapan sang Daddy. Pasti sedang menyimpan kemarahan. "Mau mencariku?" Namun ia masih bisa memberikan tanggapan dengan santai.
"Ya." Gerald memandang sang menantu. "Bisa tinggalkan kami berdua? Aku ada urusan penting dengan putraku satu ini," pintanya.
"Oh, ya." Leece tidak tahu apa yang terjadi. Tapi, dia merasa ada ketegangan diantara dua pria itu.
Faydor memijat puncak kepala Leece sebentar. "Tunggu di mobil, nanti aku susul." Ia memberikan kunci.
Sementara dua pria kembali masuk ke dalam, Leece menuju lift. Awalnya ingin menguping karena penasaran. Tapi, diurungkan, apartemen suaminya kedap suara. Jadi, percuma juga mau menempelkan telinga di pintu pun tidak akan mendengar apa-apa.
Di dalam, ada dua pasang mata yang saling tatap penuh ketajaman. Sama-sama dingin dan keras kepala. Nyaris tidak ada celah untuk menutupi bahwa kondisi sedang tidak baik-baik saja.
"Daddy terlihat marah sekali, ada apa?" tanya Faydor.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.