Leece baru saja patah hati. Dia tidak mau merasakan sedih yang berlarut, maka menyusun sebuah rencana untuk menunjukkan bahwa hidupnya lebih bahagia tanpa sang mantan dan bisa menemukan pria yang jauh lebih menawan. Bukan dengan cara menyakiti seseo...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sejak pulang dari bertemu klien, Faydor terus memandangi ponsel. Bahkan layar MacBook yang biasanya selalu menyita perhatian pun tak lagi sama. Telepon dari istri jauh lebih dinanti daripada pekerjaan. Sampai detik ini perasaan masih merasa tak enak. Tapi, dia tidak tahu apa penyebabnya.
Faydor melihat jam. Sudah pukul enam sore. Seharusnya pesawat yang ditumpangi Leece telah mendarat di Helsinki. Namun, hingga detik ini belum ada panggilan masuk.
Akhirnya tidak tahan, Faydor pun meraih ponsel dan membuka kontak istrinya. Melihat apakah sudah online atau belum. Tidak ada tanda-tanda aktif, ia mengirimkan pesan untuk memastikan sekali lagi.
Faydor Jangan lupa telepon aku jika sudah sampai
Ternyata centang satu, pertanda belum aktif. Faydor mencoba untuk kembali fokus pada layar MacBook, dan menanti sampai dihubungi.
Fokus yang tidak dituangkan sepenuhnya pada pekerjaan, membuat hasil coding yang ia buat pun merah. Eror entah di mana. Sekarang harus mencari letak kesalahan hingga menyebabkan seperti itu. Menjadi programmer memang butuh ketelitian, salah input maupun kurang simbol pun bisa berakibat fatal.
Disaat sepasang mata tajam Faydor meneliti kode-kode buatannya, terdengar dering ponsel amat nyaring. Langsung fokusnya berpindah pada layar yang lebih kecil. Tertera caller id bernama Leece di sana.
Yang dinanti pun tiba juga, tanpa pikir panjang langsung disentuh logo bulat berwarna hijau, dan menempelkan benda itu ke telinga.
"Hi, akhirnya kau ada kabar juga. Perjalanan tak ada kendala, kan? Kau selamat sampai New York?"
"Ya, ini baru menanti bagasi."
"Syukurlah, aku lega mendengarnya."
Tak bisa dipungkiri, Leece memang mendengar nada Faydor yang awalnya menyapa dengan penuh penekanan bercampur sedikit panik, sekarang mulai normal seperti biasa. "Maaf baru telepon, tadi sempat go around karena angin di sini kencang. Jadilah gagal mendarat dan harus berputar di udara sampai kondisi memungkinkan untuk landing," beri tahu kemudian.
"Yang penting kau sudah sampai di tujuan. Ke mansion orang tuamu dijemput siapa?" Faydor menyandarkan punggung dan bersantai dahulu untuk berbincang dengan istri. Baru berpisah sembilan jam tapi sudah terasa rindunya. Dia tidak pernah seperti itu sebelumnya. Bahkan saat bersama mantan pun nyaris biasa saja jika tak bertatap muka dalam waktu lama. Namun, dengan Leece semua jadi berbeda, kebiasaannya tidak lagi sama.
"Naik taksi, aku tidak bilang kalau mau pulang, supaya menjadi kejutan. Pasti mereka kaget tiba-tiba sudah melihatku—sebentar, kopernya sudah kelihatan, telepon nanti lagi, ya?" pinta Leece supaya diakhiri.
"Jangan dimatikan, kantongi saja dulu. Biarkan tetap tersambung. Aku ingin memastikan kau aman sampai mansion."
Faydor mendengar suara kasak kusuk dari ponsel yang dimasukkan entah ke tas atau saku, yang penting masih tersambung saja. Tak lama, ia kembali menangkap suara Leece.