19. Cemburunya Seorang Mantan

5.4K 369 24
                                    








Ku rayu semesta
Tuk singgahkan rasa
Di palung hatinya

Takdir menolak
Mencipta jejak
Berupa sesak

Ku tinggal harap
Dalam sekejap
Walau 'tak hirap





Perayaan masih berlanjut. Para kerabat sibuk dengan aktivitas masing-masing. Beberapa dari mereka sempat menyapa Nada, sisanya melengos tak kenal, sementara anak-anak asyik bermain di playground dadakan-yang didesain khusus, dan si pemilik hajat yang menyadari atmosfer tak enak, mempersilakan kedua orang tuanya membawa Janu, Nada, dan Hartomo ke halaman belakang, berdiskusi di sana. Jihan sempat mengajak Eila bergabung dengan Chilla dan yang lain, tapi keponakannya itu menolak. Memilih duduk di pangkuan sang ibu sambil mengoceh ini dan itu, menceritakan kegiatannya selama tidak bersama wanita itu.

Dari momen saat ia jatuh karena didorong Rafa, lalu ayahnya datang tepat waktu dan menolongnya. Bahkan pria itu langsung membelikannya sepeda. Nggak cuma itu, papanya juga membelikan gaun pesta, boneka, camilan, dan masih banyak lagi. Sesuatu yang biasa Eila dapatkan di waktu tertentu, kemarin dengan ajaibnya bisa ia miliki dalam sekali waktu dan tunjuk.

Ayah dan ibunya memang beda.

Dengan Nada, Eila harus tahu waktu dan batasan. Tidak semua keinginannya akan dipenuhi. Atau ... akan diindahkan, tetapi tidak detik itu. Nada selalu mengajari anaknya bersabar dan berproses, bahwa setiap hal ada fasenya.

Berbeda dengan Janu. Eila tinggal tunjuk atau bilang. Lalu dengan privilege juga kemampuan yang pria itu miliki, keinginan Eila akan terpenuhi tanpa basa-basi atau menunggu hari berganti.

"Eila," panggil Hartomo, lembut.

Si bocah noleh, nyengir. "Iya, Akung?"

"Eila main dulu ya sama kakak-kakak di sana," tunjuk Hartomo pada segerombolan bocah TK hingga SD yang asyik bermain perosotan, ayunan, dan masih banyak lagi. Eila mengikuti arah jari telunjuk sang kakek. "Akung, Mama, Papa, Gemi, sama Opa mau ngobrol bentar. Boleh?" izinnya.

Kembali pada sang kakek, bibir Eila mengerucut bete. "Tapi Eila tidak kenal."

"Kan tadi udah kenalan," sela Ify, mengingatkan.

"Chilla!" seru Joni, membuat cucu pertamanya menoleh seketika, lalu mendatanginya.

"Iya, Opa?" sahut Chilla, begitu tiba di samping sofa.

"Ajak adikmu main," titah Joni, dingin.

Chilla mengangguk lalu beralih menatap Eila, senyumnya tersungging lebar. "Adek, ayo main!" ajaknya.

Tak lama si cibul alias cilik bule-aliasnya lagi Clay-nongol. Berdiri di belakang Chilla sambil memeluk bola basket. Tatapan tajamnya mengarah pada Eila, masih berusaha menantang. Menyadari itu, Janu langsung melempar peringatan. "Hei, Cibul! Awas kamu ya, nakal sama anaknya Uncle. Uncle copot telingamu!"

"Anak Uncle jelek banget! Bukan tipeku!" kata orokannya Adit.

Otomatis bapaknya terpingkal-pingkal.

Dihadiahi cubitan di pinggang oleh istrinya.

"Mama ..." Dengan wajah murung, Eila menatap ibunya. "Eya jelek ya?"

Repair [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang