24. Jatuh

3.9K 306 10
                                    










"Jadi, kamu dipecat gara-gara deket sama Restu?"

Nada mengedikkan bahu. Tidak menyangkal, pun membenarkan.

Nimaz tertawa sinis. "Ibu bilang juga apa. Kasta kita itu beda, Nada. Kamu nggak belajar dari yang udah-udah?" ketusnya, berapi-api. "Mending kamu fokus ngurus anakmu, daripada mikirin laki-laki. Ujungnya apa? Kamu yang rugi!" imbuhnya, "Sama Janu, kamu hamil tapi nggak mau jujur, dan akhirnya kamu sendiri yang susah. Sama Indra, kamu nggak cari tahu dulu dia-"

"Aku sama Indra cuma temenan, Bu!" bantah Nada, memotong.

"Terus, kenapa kamu dituduh pelakor sampai dikeluarin dari kerjaan?"

Sebelum bekerja di butik, Nada pernah bekerja di minimarket bagian kasir. Awalnya, semua berjalan sebagaimana mestinya. Sampai di tahun ke tiga, Nada dan beberapa temannya, termasuk Indra, menghadiri perayaan ulang tahun. Di momen tersebut, Nada beserta rombongannya foto bersama. Kebetulan sekali, Indra bersebelahan dengan Nada-dan tangan laki-laki itu iseng merangkul pundaknya. Cuma sebatas pose persahabatan. Tapi istrinya yang lagi hamil muda itu nggak terima waktu lihat di timeline Instagram.

Dan kebetulan yang sangat merugikan, Indra diduga main belakang dengan perempuan bernama Nada, tapi bukan Nada Judhitia. Indra sendiri yang mengaku kalau Nada selingkuhannya bukan dia, tapi istrinya yang kadung sakit hati malah melaporkan Nada ke manajer dan mengancam akan memviralkan minimarket tersebut.

Cari aman.

Nada yang dikeluarkan.

"Kamu nggak bisa jelasin, 'kan?" lanjut Nimaz.

Dan Nada tetap bungkam. Lelah membela diri.

"Sekarang gini," Nimaz menetapkan netranya pada si sulung. "Kamu pilih jelasin ke Bu Widia atau Ibu yang maju?" tawarnya, memberi opsi. "Biarin aja kalau kesannya kita nantang. Masalahnya di sini ... apa yang beliau ributkan tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan."

"Nggak perlu, Bu. Aku bisa cari pekerjaan lain," sergah Nada.

"Nggak bisa, Nad! Jangan diam aja kamu diinjak-injak orang! Walaupun kita miskin, nggak berpendidikan tinggi, jangan nyerah karena nggak ada backingan. Hukum negeri emang semrawut, tapi hukum alam tetap berlanjut," tegas Nimaz.

Kali ini Nada sependapat, hanya saja berurusan dengan manusia berduit ibarat menghadapi tikus. Susah-susah mencari celah, tahunya si tikus lagi duduk nyantai sambil ngopi. Belagak serius, padahal modus. Makanya daripada buang-buang waktu, lebih baik Nada serahkan semua pada semesta. Biar alam saja yang bekerja.

Bukankah barusan ibunya bilang; hukum alam tetap berlanjut?

"Hidup berjalan maju, Bu. Kalau emang rezekiku nggak lagi disitu, ngapain aku capek-capek nyari ke sana?" Nada berusaha objektif. "Aku nggak punya banyak waktu untuk bertele-tele. Anakku nggak akan kenyang dengan kata sabar demi menuntut yang nggak pasti."

"Nad-"

"Waktu Mas Restu datang ke aku dan bilang tertarik, tanpa Ibu ingatkan atau semesta sadarkan, aku lebih dulu tahu diri," tandas Nada. "Lihat perbedaan diantara kami, aku nggak mungkin berharap lebih. Ditambah statusku sebagai janda dan single parent. Udahlah, Bu, kebayang kok gimana ributnya dunia kalau aku nekat sama dia." Bibirnya melengkung, mengulas senyum getir. "Pas sama Mas Janu aja aku sering dihujat."

Repair [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang