17. Cemburunya Anak Perempuan

4.7K 337 16
                                    

"Laporin aja ke polisi. Biar keluarganya malu sekalian!" putus Nimaz, berapi-api.

Semalaman panjang mereka menunggu kabar, berharap Janu membalas pesan yang dikirim Nada, tapi nihil! Janu tidak merespons. Bahkan sampai pagi menjelang, masih belum ada tanggapan dari Janu. Nada mengulang pesan yang sama berkali-kali, ia juga sempat menelepon mantan suaminya, tapiiii ... bapaknya Eila emang cari masalah!

"Awas aja kalau ketemu, Ibu smackdown anak itu!" ancam Nimaz, memancing tawa si bungsu. "Anak pejabat kok kelakuannya kayak maling murahan. Hih, amit-amit." Bergidik dengan tampang mencela. "Mending kita ya, Pak. Miskin tapi paham etika."

"Sekarang tuh kelakuan baik dan buruk sama harganya, Bu," Nara ikut berpendapat, menarik seluruh atensi. "Yang ngebedain backingan-nya. Ada yang kesalahannya ringan, hukumannya berat. Nggak sedikit juga yang ngelakuin kesalahan fatal, tapi karena sopan, jadi patut dimaafkan."

"Aduh, Ra. Ngeri Ibu ngomong sama kamu." Nimaz bergidik lagi. "Gayamu kayak calon pejabat yang minta dukungan."

Nara mendengkus.

Tatapan Nimaz teralih pada si sulung. "Coba hubungi lagi."

"Nggak diangkat, Bu."

"Ya udah, laporin aja," final Nimaz, lelah bersabar.

"Tapi Janu itu ayahnya Eila, Kanjeng Ratu." Hartomo mengingatkan istri tercinta-yang di matanya, dari dulu sampai sekarang mirip Maudy Koesnadi. "Tolonglah jangan bikin suasana makin keruh."

"Bapak nih kalau Ibu lihat-lihat kayak santai banget. Sama sekali nggak marah, biarpun anak kita udah diperalat," sindir Nimaz, menggebu-gebu. Nyatanya, Hartomo selalu terlihat tenang. Anomali dengan Nimaz yang bersumbu pendek. Yang paling nggak bisa disenggol dikiiiiit aja. "Oh, atau Bapak mau pindah KK jadi keluarganya Adhiyaksa? Biar sering-sering nongol di TV, dielu-elukan banyak orang. Kan selama jadi keluarganya Ibu, kita diinjek-injek mulu."

"Mau diinjek-injek kayak apa pun, pokoknya Bapak tetap satu hati sama Ibu," balas Hartomo, sedikit bergurau. "Kan kita sudah menobatkan diri sebagai keluarga keset." Nyengir konyol, ayah dua anak itu menyikut putri sulungnya. "Ya nggak, Kak?"

"Bapak nih, udah dong, jangan bikin Yang Mulia ngamuk," tegur Nada, berbisik.

"Justru kalau nggak diginiin, Kanjeng Ratu kita bakal meledak-ledak," Hartomo ikut berbisik. "Tapi omong-omong, kalau Eila dibawa Janu ke Jakarta, gimana kalau kamu sama Bapak nyusul mereka? Bapak yakin alamat rumah mereka masih yang lama."

Nada berdecak pelan. "Tapi kondisi Bapak-"

"Demi cucu Bapak, Nad." Hartomo mendesah, kepalanya mengangguk samar. "Ya?"

"Okay, Bapak alihin perhatian Ibu, biar aku siap-siap."

"Beres." Hartomo mengacungkan ibu jari, berpaling ke sang istri yang sibuk scroll Facebook. Kakek satu cucu itu memulai aksi tengilnya. "Sayangku. Wahai Kanjeng Ratu tercinta."






***





Bangun sebelum ayam jago berkokok, kini Eila sudah rapi dengan gaun pesta yang dibelikan ayahnya kemarin. Bocah empat tahun itu mematut diri di depan cermin. Tersenyum lebar lalu berputar-putar, mengagumi dirinya sendiri. Sesekali cekikikan. Hingga suara heboh dari luar menarik perhatian. Gadis kecil itu berderap menuju pintu kamar, membukanya sedikit untuk melihat siapa yang datang.

Repair [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang