21. Runtuhnya Sebuah Istana

4.3K 344 27
                                    



Banyak peran utuh, nyatanya jauh.

Ada yang nampaknya kukuh, padahal rapuh.









"Eila! Papa datang bawa sepeda!"

Janu sengaja pulang ke apartemen hanya untuk mengambil sepeda dan menjadikan benda itu sebagai alasan untuk menemui Eila lagi. Dan seperti dugaannya, Eila langsung meninggalkan keseruan demi menyambut kehadirannya, bersorak gembira.

"Papa Eyaaa!"

Berjongkok-usai meletakkan roda sepeda tiga tersebut di sisi, ia tangkap tubuh mungil yang menghambur ke pelukannya. "Cantiknya Papa." Mengecup pipi chubby si kecil dan meniupnya hingga anak itu terkikik geli, Janu lantas mengurai pelukan. Menatap putrinya dengan pendar hangat. "Happy nggak dibawain sepeda?"

"Happy!" jawab Eila, antusias.

"Kiss-nya mana?" Janu sodorkan pipi kanan, menunjuknya dengan jari.

Paham maksud sang ayah, Eila parkirkan kecupan sayang di sana, lalu ganti ia sodorkan pipinya-mengikuti gaya si bapak. "Mau dikiss jugaaa," rengeknya, manja. Buat Janu tertawa, lalu melirik Restu yang menatapnya di ujung sana sebelum kemudian mengindahkan permintaan si kecil setelah melempar senyum pongah. Ia cium seluruh wajah anaknya dengan gemas. Eila terkikik sambil sesekali protes dan mengadu. "Udah, Papaaaa. Mamaaaa, Papa jail!"

"Tadi katanya minta dikiss?" Janu menghentikan aksinya, menatap sang putri dengan lembut.

"Papa, Eya jualan Pop Ice. Papa mau beli tidak?" tawar Eila, menunjuk kitchen set mainannya yang berserakan di dekat sofa.

Janu mengikuti arah jari telunjuk Eila dan menemukan bocah perempuan seumuran anaknya duduk anteng di sana. Menatapnya dengan cengir lucu. Janu berdecih pelan, kemudian kembali menatap sang putri. Tersenyum lagi. "Sepedaan aja yuk?"

"Sama Papa?" Binar ceria berpijar terang di sepasang mata bulat Eila.

"Iya dong!" Janu mengangguk. "Pokoknya hari ini, waktu Papa full buat Eila!"

"Besok?" tanya Eila, mengerjap penasaran.

"Hm?" Alis tebalnya saling bertaut, bingung harus jawab apa. Tapi karena tidak ingin mengecewakan, Janu mengangguk menyanggupi. "Iya dong buat My Eya."

Eila tertawa, mencecar lagi. "Besoknya lagi?"

Okay, mampus aja sekarang!

"Besoknya ..." Janu berpikir sejenak, menimbang-nimbang jawaban yang tepat. Bukan apa-apa. Ia hanya takut tidak bisa memenuhi ekspektasi sang putri, walau di sisi lain, ia ingin selalu ada di dekatnya. Tapi masalahnya ... dia rela menetap sementara di sini untuk menemani menyelesaikan project.

"Papa nggak bisa?" tebak Eila, lirih.

Tatapan Janu tertuju pada iris bening sang anak.

Mata itu tampak berkaca-kaca. "Ya udah." Berbalik, dengan segera Janu meraih pergelangan tangannya yang agak gendut, menggiringnya agar putar badan-menatapnya.

Repair [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang