29. Mall

3.3K 298 21
                                    

GEMES NGGAK SIH SAMA PAPA JANU?


HAHAHAHA







"NADA!" Yang dipanggil namanya tersentak. Refleks menoleh, Janu berjalan mendekat dengan wajah marah. Pria itu lantas menarik pergelangan tangannya dan menyembunyikan tubuh kecilnya di balik punggung. Tatapan Janu tertancap sinis pada manik elang Faro. "Nggak usah lo cariin dia kerjaan, gue masih bisa nafkahin dia."

"Kita udah pisah, Mas," cicit Nada, menunduk.

"Aku tahu," sahut Janu, melirik ke belakang. "Tapi aku nggak keberatan."

"Aku yang nggak mau," balas Nada, hendak beralih ke sisi Faro, tapi dengan sigap Janu menyeretnya dengan kasar agar kembali ke posisi semula. Sontak Nada merintih kesakitan ---karena cekalan Janu kelewat kencang.

"Santai, Bro. Perempuan lho ini," tegur Faro, tenang.

Kembali melayangkan tatapan sinis, ia gertak mantan temannya itu. "Diem!"

"Heh!" Tiba-tiba tangan Ify mendarat di telinga Janu, menjewernya. Janu mengaduh, meminta ampun. Sementara Eila tampak tidak peduli, anak itu berlari mendekati ibunya, dan memeluk pinggang wanita itu dari sisi. "Bisa nggak, kalau cemburu lihat tempat?!"

"Aku nggak cemburu!" sangkal Janu begitu Ify melepas jeweran.

"Terus?"

"Ya ... aku nggak suka aja, Mi, kalau si berengsek ini---"

"Itu 'kan Om Doktel," celoteh Eila, menatap ayahnya. "Papa, itu Om Doktel," beritahunya. Barangkali ayahnya tidak tahu.

Seakan mendapat dukungan, Ify menjetikkan jari. "Tuh. Anakmu aja ngerti." Berganti menatap sang cucu, Ify menyungging senyum haru. "Pinter banget sih cucu Gemi," pujinya. Eila nyengir. "Gih, ajak Papa sama Mama ke mobil! Kita beli es krim."

"Ayo, Ma!" ajak Eila, mendongak sambil menggenggam pergelangan tangan ibunya, lalu tangannya yang lain segera menggapai pergelangan tangan sang ayah. Mendongak lagi. "Papa, ayo!"

"Iya, Sayang," jawab Janu, melunturkan emosi di wajah. Pria itu mengulum senyum.

"Mas," Nada menoleh, menatap Faro yang balik menatapnya.

Diinterupsi Janu. "Sstt, jangan panggil dia Mas! Dia bukan abangmu!"

"Kamu tu kenapa sih? Tiap aku manggil laki-laki lain Mas, kamu selalu sewot!" Nada geram, tentu saja. Padahal dulu ---saat mereka berumah tangga, Janu tidak pernah peduli padanya. Bahkan menafkahinya saja tidak ---baik secara materi maupun batin. Tapi setelah mereka resmi berpisah, lihat apa yang dilakukan pria itu! Janu selalu bersikap seolah ia cemburu.

Janu berdecak. "Aku nggak sewot, Nada Judhitia! Cuma risih aja."

"Ya udah, nggak usah didenger!"

"Mana bisa? Aku nggak tuli ya!" balas Janu, makin sewot.

Ify sampai memijat pelipis. Entah apa yang dirasakan anaknya sekarang, tapi ia berani bertaruh apa pun, rupanya si sulung mulai menjatuhkan hatinya pada Nada. "Ayo!" pungkasnya, usai menghaturkan maaf pada Faro.

Mereka berderap menuju Bentley Continental dengan Janu yang menggendong Eila. Dan setelah membukakan pintu belakang untuk sang ibu, Janu juga membukakan pintu sebelah kemudi untuk Nada. Ia bahkan menghalangi tepi mobil agar tidak bertabrakan dengan kepala Nada saat wanita itu hendak masuk.

"Eila dipangku Mama atau duduk belakang sama Gemi?" tanya Janu.

"Sama Gemi," jawab Eila.

"Paham banget cucu Gemi," puji Ify, melongokkan kepala ke luar jendela. "Sini, Sweetie." Janu menyerahkan Eila pada ibunya dan dengan riang gembira, nenek dua cucu itu memangku bocah empat tahun tersebut. Lantas, Janu memutari mobil, hingga berakhir di kursi kemudi.

Repair [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang