2. Kakak

316 31 21
                                    

Alisya mengernyitkan dahi bingung kala melihat sebuah mobil taxi online terparkir manis di halaman rumahnya. Kebingungannya semakin bertambah ketika dirinya melihat pak Tayyib- supir pribadi dirumahnya mengeluarkan beberapa koper dari dalam taxi tersebut.

"Siapa yang pulang?" Alisya bertanya pada diri sendiri tetapi tetap saja tidak mendapatkan jawaban.

Setelah memarkirkan motornya, cewek itu berjalan menuju pintu utama rumahnya. Tanpa memencet bel terlebih dahulu, Alisya langsung masuk ke dalam rumah lalu berjalan menuju rak sepatu yang berada persisi di samping pintu masuk.

Kini Alisya sudah berada di kamarnya. Ruangan bernuansa biru putih itu yang semula gelap gulita sekarang sudah terlihat lebih terang. Ruangan itulah yang dulunya menjadi saksi bisu betapa sayangnya seorang papa kepada anak perempuan satu-satunya. Namun itu dulu bukan sekarang.

Alisya melompat ke atas kasur empuknya lalu memejamkan matanya. Tubuhnya sangat lelah hari ini membuat dirinya cepat terlelap. Terdengar suara dengkuran kecil keluar dari mulut gadis itu. Bahkan, jaket kulit berwarna hitam yang menunjukkan bahwa dirinya menjadi salah satu anggota inti geng Airon itu belum terlepas dari tubuhnya.

Cekelek!

Pintu terbuka dan menampakkan sosok seorang laki-laki berumur kurang lebih 21 tahun. Matanya mengedar mengamati setiap sudut ruang kamar Alisya. Kamar Alisya memang bisa dibilang cukup besar tetapi terasa sangat hampa. Isinya pun hanya sebuah ranjang tidur king size, meja nakas yang berada di sampingnya, meja rias, cermin full body, meja belajar dan juga satu buah tv.

Langkah kakinya berjalan menuju tempat tidur Alisya. Sejenak ia memandang wajah tenang Alisya yang sedang tertidur. Sangat tenang, itulah ekspresi wajah yang diperlihatkan oleh Alisya saat sedang tidur.

"Gak kangen kakak?" Tanya laki-laki itu. Kakak? Iya, itu adalah Venus-kakak Alisya yang pergi melanjutkan kuliah kedokterannya ke luar negri selama enam tahun terakhir.

Laki-laki itu mulai membenarkan posisi tidur Alisya. Menyelimutinya hingga batas dada lalu mematikan lampu yang sebelumnya menyinari kamarnya. Lalu mengecup kening Alisya lumayan lama.

Alisya menggeliat pelan saat merasakan keningnya dikecup oleh seseorang. Matanya mengerjap pelan. Sepasang bola mata cantik itu mengedar sana sini sebelum stuck di satu titik, wajah Venus.

"Hai," sapa Venus sambil tersenyum.

Alisya refleksi bangun dari tidurnya lalu memeluk Venus dengan sangat erat. Pelukan yang sangat ia nantikan selama enam tahun belakangan ini.

"Ini beneran kak Pluto?" Tanya Alisya memastikan. Cewek itu mengerjapkan matanya dua kali untuk memastikan apakah ia berada di dunia nyata atau dunia mimpi.

Venus terkekeh pelan. "Venus bukan Pluto," koreksi Venus.

Alisya kembali memeluk kakaknya dengan erat. Menghirup aroma parfum yang berada ditubuhnya. Jujur saja ia masih tidak percaya akan keadaan ini.

"Lisya gak mimpi kan?"

Venus mengacak rambut Alisya karena gemas. Adik kecilnya itu masih sama seperti dulu, selalu saja berhasil membuatnya gemas. "Ini nyata,"

"Kalau nyata kenapa kakak gak marah pas Lisya panggil Pluto tadi?" Alisya menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya.

"Mau kakak marah?" Tanya Venus dengan alis yang dinaik turunkan.

Alisya mengangguk mantap. Matanya menatap sebuah bantal tidur yang berada di sampingnya. Dengan mengulas senyum licik, tangannya mengambil bantal tersebut lalu memukulkannya ke kepala Venus.

"Biar bisa perang bantal sama kakak lagi," Alisya berucap setelah memukul kepala Venus dengan bantal. Cewek itu kemudian turun dari kasur lalu berlari keluar kamar sebelum Venus kembali membalas perbuatannya.

SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang