Hari sudah mulai siang dan Jevian masih tidur lelap di atas brankar dengan masih ditemani oleh mamanya, yang tak lain adalah Tirany. Di kedua lubang hidungnya masih terpasang nassal canula sebagai alat untuk membantunya bernapas. Suhu badannya masih belum turun, membuat kecemasan Tirany semakin bertambah. Namun, Tirany lega akhirnya Jevian bisa tidur dengan lelap sekarang setelah semalam ia dikabari oleh suaminya bahwa putra bungsunya itu tidak bisa tidur lelap hingga pagi karena demam. Ia membaca pesan dari suaminya tentang kondisi Jevian semalam yang mengalami demam tinggi, namun ia sengaja hanya membacanya tanpa membalasnya.
Kini Tirany duduk di kursi yang berada di samping brankar sambil memandangi wajah Jevian yang sedang tidur. Sebelumnya Jevian tidur dalam posisi tubuh miring membelakangi Tirany. Namun, sekarang ia sudah merubah posisi tidurnya menjadi terlentang dengan kepalanya yang sedikit ia miringkan menghadap ke arah Tirany, sehingga Tirany pun bisa melihat wajah Jevian yang sedang tidur saat itu. Tirany mengelus lembut tangan Jevian yang terbebas infus dengan sesekali menciumnya. Perasaannya masih belum tenang hingga kini, mengingat Jevian yang masih bersikap acuh padanya. Ia masih dihantui perasaan bersalahnya pada putra bungsunya itu.
Setelah jam menunjukkan pukul setengah satu siang, Jevian akhirnya terbangun dari tidurnya. Ia melirik ke arah Tirany yang duduk di kursi yang berada di samping brankarnya. Ia lalu menatap ke sekeliling ruang rawatnya. Ia sepertinya mencari-cari seseorang.
"Oma mana, ma?" tanya Jevian.
"Oma udah pulang tadi, dek. Oma harus ngurus klinik dulu. Nanti sore oma ke sini lagi," ucap Tirany.
"Kok ngga pamit sama aku dulu?" tanya Jevian.
"Tadi adek lagi tidur. Oma ngga mau ganggu tidurnya adek," ucap Tirany.
Jevian hanya mengangguk mengerti mendengar jawaban Tirany.
"Adek masih ngantuk ngga? Kalo masih, tidur lagi aja ngga pa-pa, dek. Mama temenin di sini, ya," ucap Tirany.
Jevian menggelengkan kepalanya, tanda bahwa ia tidak ingin tidur lagi.
"Kepalanya masih pusing ngga, dek?" tanya Tirany dan lagi-lagi Jevian hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan Tirany.
"Oke, adek mau minum?" tanya Tirany lagi.
"Ngga," jawab Jevian.
"Karena adek baru bangun, jadi mama kasih waktu jeda dulu sampe jam 1. Nanti kalo udah jam 1, adek makan ya? Udah waktunya harus makan siang sama minum obat lagi, dek," ucap Tirany.
"Nanti aja lah, ma," jawab Jevian dengan suara serak khas bangun tidur.
"Iya, nanti. Mama kan bilang nanti nunggu jam 1," ucap Tirany.
"Sekarang jam berapa?" tanya Jevian.
"Jam setengah satu," jawab Tirany.
"Nathan belum pulang sekolah, yah?" tanya Jevian.
"Belum, dek. Ini kan masih jam setengah satu," ucap Tirany.
"Lama banget dari tadi baru jam setengah satu," ucap Jevian.
"Sabar, dek. Sebentar lagi pasti pulang, kok. Nanti mama suruh Nathan ke sini buat nemenin adek juga di sini, ya? Biar adek ada temennya," ucap Tirany.
"Aku udah janjian tadi pagi sama Nathan, ma. Dia janji pulang sekolah mau ke sini lagi ngajakin Reynaldi sama Hiandra," ucap Jevian.
"Oh, gitu. Ya udah, adek tinggal sabar aja nunggunya. Nanti Nathan sama temen-temen pasti dateng ke sini kok kalo udah pulang sekolah," ucap Tirany.
"Tapi lama banget," ucap Jevian.
"Sabar, sayang," ucap Tirany.
"Hm, kak Jeffran sama kak Davish ke sini lagi jam berapa, ma?" tanya Jevian.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Family My Doctor || JENO × JAEMIN✓
Teen FictionDILARANG PLAGIAT!!! ❌ [SUDAH TAMAT!!!]✓ "Capek gue punya keluarga profesinya dokter semua! Mana gue jadi anak bungsu, penyakitan lagi!" ~Jevian.